"Sensei! Lihat, apa ini benar?" salah seorang murid berusaha menarik perhatian gurunya dengan berseru keras menunjukan hasil tulisan tangannya.
"Kau melakukannya dengan sempurna Ken!" puji teman sebangkunya membuat sang pemilik tersenyum puas dengan raut menggemaskannya saat bangga.
"Aku akan memamerkannya pada ayah ku nanti!"
Sakura menghampiri lalu mengusap lembut rambut hitam legam anak didiknya. "Kau hebat Ken, ayah mu akan bahagia melihatnya! Bagaimana jika kau coba menulis nama ayah mu juga?" seperti guru umumnya ia akan memberikan motivasi untuk murid-muridnya dan memberikan dorongan untuk membuatnya terus berkembang.
"Sensei apa aku akan bisa seperti Ken?" tanya Inojin dengan perasaan cemas. "Aku juga, aku juga ingin ayah memuji ku.."
Sakura mengangguk mengiyakan. "Tentu saja kau bisa, Sensei akan membantu mu sayang, kau bahkan bisa melebihinya jika kau mau, dengan satu syarat."
"Harus terus belajar dan memperbaiki?" Inojin mengatakan kalimat yang sering Sensei nya pakai. "Aku benar kan?"
Sakura mengangguk dengan senyum hangat. "Kau semakin pintar!"
"Huh! Aku tak akan membiarkan pirang itu melewati ku!" Ken memberikan pandangan bersaing pada teman kelasnya.
"Baiklah mari kita buat ini sebagai perlombaan kecil. Buat lah surat untuk ayah masing-masing dan minta ayah kalian memberi nilai, kalian mengerti?"
"Apa itu artinya ini jadi pekerjaan rumah lagi?" Tanya Shikadai lesu. "Tidak bisakah ini hanya dilakukan dua bocah itu saja?"
Sakura tertawa canggung. Anak dari Temari ini memang seakan tak pernah memiliki semangat ketika di kelas. Tapi mengejutkannya dia selalu memiliki nilai yang sempurna diantara teman-temannya. "Shikadai kau juga harus membuatnya untuk ayah mu ya, kalian bisa menulis apapun yang kalian inginkan disitu."
"Baik Sensei !"
Kring! Kring! Kring!
"Terimakasih atas kerjasamanya!"
"Hati-hati, tak perlu terburu-buru!" Sakura mengingatkan anak-anak yang dengan bersemangat bergerak berkemas bersiap untuk pulang. "Pastikan kalian segera pulang ya. Sebentar lagi akan hujan!"
"Baik Sensei!"
Sakura memasuki ruangannya dengan raut wajah lusuhnya. Tentu saja hal itu membuat rekan kerjanya tertarik untuk bertanya.
"Ada apa dengan mu Sakura? Apa ada murid nakal lagi di kelas mu?" tanya Tenten ingin tahu.
"Sudahlah tak perlu dipikirkan Sakura-sensei, mereka masih kecil wajar kalau mereka merepotkan." timpal Matsuri memberi nasehat.
"Bukan itu." Sakura mendudukan dirinya bersandar di kursi kerjanya sebelum berkemas. "Aku hanya bosan harus selalu tersenyum manis, berkata lembut, terus berkata 'ya bagus, kau pintar' oh ayolah kalian tau aku bukan perempuan feminim seperti Hinata!"
Hinata tersenyum geli mendengar keluhan sekampusnya itu. Sakura memang perempuan urakan sama seperti Ino yang berkerja di perusahaan besar. Namun tidak dengan Sakura yang malah ingin mengajar meski dia sulit bersikap lemah lembut. "Aku tau ini berat untuk Sakura-chan, tapi menurutku Sakura-chan yang sedang mengajar sangat baik."
"Bagaimana jika Sakura-sensei ikut kami saja? Kami akan makan-makan di tempat biasa. Hitung-hitung menghilangkan stress?" tawar Matsuri.
Tenten mengangguk setuju. "Sudah lama kau tak bergabung bersama kami."
Sakura mulai memasukan barang-barang yang ia perlu bawa pulang. "Hmm.. bagaimana ya," Sakura menutup tasnya lalu mengangkat wajah menatap lawan bicaranya. "Aku punya jadwal kencan dengan kasur ku jadi mungkin lain kali." tolaknya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher
Teen Fiction"Akan sangat bagus jika kau duduk dipangkuan ku dan mengajari ku hal baru, Sakura-sensei." Sasuke tersenyum miring mendapati tubuh dalam dekapannya ini bergetar karena hembusan nafasnya yang panas terbakar api gairah dalam tubuhnya. Helaan nafas ber...