2. Di luar perkiraan

9 1 0
                                    

Aku berniat melakukan olahraga ringan pagi ini dengan segala perlengkapan olahraga yang tersedia di ruang olah raga mas Rayyan, semula aku kaget sekaligus merasa takjub bahwa ada begitu lengkap peralatan olahraga, mulai dari treadmill sampai alat yoga ada di sana.

Saat itu baru satu Minggu aku berada di rumah ini, sebagai nyonya Rayyan tentunya. Sampai saat ini sudah satu bulan aku menjadi istri dari Tuan Rayyan yang terhormat itu, yang setiap hari selalu pulang tepat waktu tapi tetap mengerjakan pekerjaan kantor di rumah. Kadang aku berfikir apa di kantornya kekurangan pegawai hingga dia begitu repotnya? Tapi segala fikiran burukku segera kutepis dengan 'Astaghfirullah haladzim' yang ku rapalkan dalam hati berulang kali.

'Astagfirullah haladzim' juga yang mampu menyelamatkan ku dari keluh kesah karena sampai saat ini pula komunikasi kami sangat minim, hingga saat ini pun kami belum melakukan hal yang seharusnya sudah halal kami lakukan.

Aku sangat bersyukur atas segala apa yang Allah takdirkan untuk ku, segala hal yang menurut ku sangat luar biasa.

Sudahlah, aku sudah pasrah pada takdir yang tertulis di lauh Mahfud sana, aku hanya selalu berdoa bila memang Allah benar-benar menjodohkan ku dengan Mas Rayyan, dia akan segera terbuka hatinya untuk melihat kehadiran ku.

Untuk sekarang aku tidak akan berpikir yang berat-berat, dan aku akan selalu fokus untuk kesehatan ku, aku tidak mau bila sewaktu-waktu keluarga ku berkunjung dan mendapatkan putri bontot kesayangan mereka dalam keadaan kurus kering, oh tidak... Itu sesuatu yang mengerikan bagiku. Karena sampai saat ini kebahagiaan mereka masih prioritas teratasku.

Aku mengganti setelan gamisku dengan baju olahraga yang kubawa dari rumah, hanya celana treaning, kaos lengan panjang dan jilbab instan pendek yang cukup dengan menutup bagian dada, aku tidak menggunakan niqap karena aku sudah memastikan kalau semua pintu rumah dalam keadaan terkunci.

Aku sengaja tidak menutup ruang olahraga agar kalau bel berbunyi aku masih bisa mendengarnya, ku lakukan pemanasan ringan sebelum kulangkahkan kakiku keatas treadmill.

Tak tau sudah berapa lama kaki ku melangkah di atas treadmill, yang kurasakan hanya panas dan banyaknya keringat yang sudah keluar dari tubuhku dan terserap oleh kaos yang ku gunakan. Ku coba mengatur nafas ku sembari mengambil botol minum yang sudah kusiapkan di depanku.

Tubuhku jadi kaku dan mematung saat kubalikkan badan dan mendapati dia, suamiku yang paling ganteng berdiri dengan santai bersandar pada pintu.

Astaghfirullahal adzim, mungkinkah aku tadi tidak mendengar bel pintu berbunyi

Sejak kapan Mas Rayyan berdiri di situ?

Kenapa badan ku jadi lebih panas dingin gini Yaa Allah...?

Apa mungkin mas Rayyan marah karena aku memakai peralatan olahraga nya tanpa izin

Ku tepis segala pikiran burukku,ku beranikan diri melangkah pelan ke arahnya. Aku berdiri kikuk karena jujur ini pertama kalinya aku berpenampilan seperti ini di hadapannya.

Kutundukkan kepalaku tidak berani menatap matanya. Segala pertanyaan di kepala ku tak ada satupun yang bisa keluar dari mulutku selain "mas kembali? A... Apa ada yang tertinggal?"

Mas Rayyan menyentuh daguku dan mencoba menengadahkan wajahku untuk menghadapnya, sungguh biasanya aku tidak pernah merasa takut karena aku yakin Allah selalu ada dengan segala kekuatan dan ke Maha besaran-Nya.

Tapi hari ini aku bahkan tidak bisa mengontrol hati dan tubuhku yang biasanya bisa kulakukan dengan mudah.

"kenapa kau terasa sangat tulus melayani ku, padahal tak sekalipun aku memperlakukan mu sebagaimana selayaknya seorang istri?" Mas Rayyan mengatakan nya dengan menatap lekat mataku, aku tidak tau ekspresi apa yang coba dia tunjukkan, karena aku belum pernah melihat ekspresi seperti itu. Yang aku tau pertanyaan itu bukan main-main karena wajahnya sangat serius.

Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya, bagaimana mungkin dia mengatakan hal itu.

"karena sampai saat ini aku masih belum melupakan hakikat untuk apa aku ada di dunia ini"

"Bisa jelaskan apa maksudnya?"

Aku melepaskan tangan mas Rayyan yang masih memegang daguku dengan lembut, selembut yang aku bisa.

Dengan menormalkan degup jantung yang berdetak entah berapa kali lipat dari biasanya, aku berjalan ke arah sofa yang ada di ruangan itu.

Ku minum air dari botol yang sejak tadi ku pegang. Berharap setiap tetesnya bisa sedikit lebih menenangkan diriku.

Mas Rayyan masih menatap ku dengan intens, membuat ku tiga kali lebih gugup. Ku kuatkan hati ku untuk menatap balik matanya dengan berani.

Jangan takut, Allah selalu ada untuk hamba-Nya. Jangan pernah takut untuk apapun selain hanya pada-Nya

Kata itulah yang terus ku rapalkan dalam hatiku.

"Aku ini hanya makhluk mas, segala yang kulakukan di dunia ini yaa karena perintah-Nya, selama itu tidak melanggar syari'at yang sudah Dia tetapkan, insyaallah aku tidak keberatan melakukan hal apapun." Aku menghirup nafas sejenak sebelum melanjutkan "aku tipe orang yang tidak pernah berpikir rumit kalau mas mau tau"

Aku tidak tau badanku bau atau tidak habis berolahraga tadi, aku hanya berharap mas Rayyan tidak terganggu karena hal itu. Karena jarak kami saat ini sangat dekat.

"Apa itu berarti kau sudah siap menjadi istri ku sejak pernikahan kita di tetapkan?"

"Bahkan sebelum itu, saat aku harus menguatkan hati menghapal segala hal tentang mu hanya dengan waktu tiga hari" aku mencoba tertawa mengingat hal itu dimana aku harus begadang karena kesulitan menghapal urutan harian kebiasaannya.

"Kau sangat cantik."

Sungguh aku kaget mendengar pernyataannya, karena sangat tiba-tiba. Dia yang tidak pernah melihat ku saat ini sedang melihat ku lekat dan mengatakan hal yang membuat wajahku memanas karena malu.

Dalam kondisi selesai olahraga dan banyak keringat seperti, aku hanya bisa tertawa kecil untuk menghilangkan rasa gugupku. Ini suasana yang baru untuk ku, perasaan seperti ini belum pernah kurasakan sebelumnya.

"Kalau mas bilang kata-kata ini waktu pernikahan kita mungkin aku akan percaya, tapi saat ini... Lihatlah bahkan aku dalam kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk di puji, by the way terimakasih atas pujiannya."

"Benar kata Abi, seharusnya jangan pernah melepas niqap mu di depan siapapun kecuali aku suami mu."

"Maafkan aku, aku kira mas akan balik seperti biasa. Dan aku tadi juga tidak mendengar bel pintu, apa mas menekannya?"

"Tidak, aku hanya takut kamu sibuk jadi aku masuk dengan kunci cadangan yang selalu kubawa, aku melihat keadaan rumah sepi sekali maka itu aku mencari mu dan menemukan mu di ruang olahraga sedang melakukan pemanasan"

"Mas sudah berdiri selama itu?" Aku mengusap wajahku, bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya.

Mas Rayyan melepaskan jas yang ia gunakan, dan melepas beberapa kancing kemejanya. Menyandarkan punggung ke dinding sofa dengan mata tertutup dan kepala menengadah ke atas.

"Oh yaa... Kenapa mas tiba-tiba pulang cepet? Eh, tapi ini masih jam sepuluh, apa mas tidak bekerja hari ini? Apa terjadi sesuatu?" Aku menutup mulutku dengan kedua tangan, sadar kenapa aku jadi tiba-tiba mengeluarkan sifat asliku yang sebulan ini sanggup aku tahan.

Mas Rayyan membuka matanya, dan melihat ku sambil tersenyum... Lucu? Entahlah

"Bolehkah aku tidur di pangkuan mu?"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban, selain malu aku benar-benar kehilangan wibawa yang biasanya aku jaga, sikap mas Rayyan pagi ini begitu asing bagiku tapi begitu hangat dan menyejukkan.

Dia merebahkan kepalanya di pangkuan ku, tangan kanannya di tata untuk menutup matanya. Setelah itu tak ada kata yang keluar lagi dari mulut nya.

Aku tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan ini, walau sebagian tertutup lengan tapi aku masih bisa melihat lebih dekat, dia yang diam-diam sebulan ini sangat aku kagumi.

RinganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang