Bagian 4

59 21 0
                                    

"Aku kemarin alay, ya, Ar?"

Arian menoleh, "Nggak. Itu wajar, kok. Kamu nangis buat ngelampiasin kekesalan kamu."

Sekar menopang dagunya seraya melamun. Arian mengelus surai Sekar, "Ini udah sampai halte deket sekolah kamu, semangat belajarnya, besok weekend. Kita jalan."

"Aku turun, kamu hati-hati. Assalamualaikum." Ujarnya lesu lalu turun dari mobil Arian. Setelah dipastikan Sekar masuk sekolah, Arian lantas melajukan mobilnya menuju sekolah.

Sekar tiba di depan kelas. Masih lumayan sepi, hanya ada dua orang nerd yang ada di dalamnya. Sekar melangkahkan kakinya menuju kursi dan menelungkupkan kepalanya yang merasa pening. Ditambah perbincangan kemarin bersama ayah dan ibu nya yang menambah beban pikirannya.

Flashback on

"Arian Putra Siregar?" tanya Reno membuat Sekar dan Santi menoleh ke arahnya.

"Loh? Ayah kenal sama Arian?"

Reno nampak memijit pelipisnya. "Ayah tidak melarang kamu untuk berteman dengannya. Tetapi, ayah harap kamu tidak jatuh hati kepada dia, Yu."

Sekar mengernyit, "Kenapa, yah? Apa alasannya?"

"Ayah mohon sama kamu, ini menyangkut hidup kita. Ayah berpesan, jangan terlalu dekat dengannya, hanya itu. Tidak sulit untuk kamu lakukan, bukan?" ujar ayah dengan sesantai mungkin.

Sekar semakin penasaran dan mendesak ayahnya untuk menjelaskan alasannya. "Tapi kenapa, yah?! Pasti ada alasannya, kan?!"

Santi hanya menenangkan Sekar agar tidak mendesak Reno terus-menerus. "Sudah, nduk. Jangan diperpanjang." Sedangkan si bungsu, Leon masih disibukkan dengan kegiatan nonton tv nya.

"Sekar Ayu Wulandari! Jangan sampai ayah melampaui batas! Kamu cukup lakukan apa yang tadi ayah perintahkan! Jangan membantah, Yu!" ucap Reno sedikit membentak dengan wajah memerah menahan amarah yang siap untuk diledakkan.

Mendengar bentakan sang ayah, Sekar langsung bangkit dan berlari menuju kamarnya. Santi mengambil ancang-ancang untuk menyusul, tetapi ditahan oleh Reno.

Sekar membanting tubuhnya di kasur dan menenggelamkan wajahnya di bantal. Ia menangis sesenggukan. Entah itu karena bentakan sang ayah atau karena perintah sang ayah. Ia mengepalkan tangannya dan memukul boneka di sebelahnya sebagai pelampiasannya. Setelah sekian lama menangis, akhirnya ia tertidur dengan mata dan hidung yang memerah.

Flashback off

Saina dan Seina tiba di kelas, melihat Sekar yang menelungkupkan kepalanya di atas meja membuat mereka bertanya-tanya.

"Sekar," Panggil mereka berdua. Sekar mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis kepada keduanya.

"Lo baik-baik aja? Lo keliatan lesu banget hari ini."

"Iya, gue baik. Cuma pusing dikit doang." Saina langsung meletakkan pergelangan tangannya di dahi Sekar. "Lo sakit, ke UKS, ya?" ujar Saina dengan wajah khawatir, begitu juga dengan Seina.

Sekar menghela nafas pelan, "Nggak usah, kemarin malam udah gue kompres, kok. Bentar lagi juga turun panasnya." Bohong Sekar.

Seina menggeleng sambil tersenyum sinis, "Jangan bohong, bodoh. Lo kira lo bisa bohong sama kita? Lo kemarin malam nangis, kan? Sorry, make up lo gak bisa bohong depan kita berdua." Saina diam menyimak, apalagi saat Seina mengatai Sekar bodoh. Seina memang seperti ini, ia akan menjadi sangar jika ada salah satu dari mereka yang berbohong.

Aku MemilihmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang