Datang Apakah Untuk Pergi

3 0 0
                                    

"Menetap aku tak ingin memaksa, keinginan mu pergi biarlah takdir yang meminta."


Kelopak mata cantik beriris biru terbuka dengan indah, pesona disetiap kedipnya menambah jutaan kunang-kunang semakin kalah terangnya. Kulit pucatnya sangat kontras ditengah malam yang temaram. Rambut cokelat nya tergerai indah menggelombang tanpa ikatan. Bebasnya sebuah hati membuat ia merasa terkurung dalam rasa. Bagaimana mungkin ia meminta kehangatan sedangkan ia tak ingin memohon.

"Ice?" Seketika gadis yang tersebut namanya menoleh.
"Kau belum tidur?" Tanya Rafa pada Ice yang menatapnya lekat.
"Aku mengecek Azrof sudah tertidur atau belum."
"Kau begitu perhatian dengannya." Seketika Ice tersenyum, mengingat kejadian saat ia masih kecil. Dimana ia ingin Azrof tidur di kamarnya.
"Ada apa Ice?"
"Tidak apa-apa."

Seketika keheningan melanda diantara nafas yang beradu. Dibawah langit malam mereka duduk berdamping diatas kursi kayu yang berbaris indah.

"Ceritakan tentangmu." Ucap Rafa.
"Tidak ada yang istimewa dariku, aku hanya gadis terpencil yang tinggal bersama keluargaku. Mengembala kuda di daerah rerumputan dan pulang." Jelas Ice.
"Bagaimana dengan sekolahmu?" Tanya Rafa semakin penasaran.
"Kau terlalu ambisius." Rafa yang tertegun saat itu juga tertawa.
"Benarkah begitu, aku merasa tersanjung." Ice pun mulai tersenyum, ia takut pertemanan ini membawa rasa.
"Ibu dan ayahku adalah guruku, ayah yang membelikan buku di kota dan ibu yang menjelaskannya padaku."
"Lalu namamu seunik itu apakah kau pernah bertanya mengapa orang tuamu memberinya?" Tanya Rafa.
"Aku tidak mengerti pastinya, tapi saat ibuku hamil ia selalu memakan ice cream dan ketika aku dilahirkan ketika ibuku di kota saat itu turun salju. Seperti itu, aku juga tidak terlalu paham" jawab Ice.
"Aku semakin ingin mengenalmu." Ucap Rafa dan Ice terdiam.

Malam indah bersama taburan bintang disekitarnya. Malam tidak terasa mencekam karena ada ribuan sinar yang berkumpul diwarna yang kelam.
"Kak Rafa." Emma berlari menuju Ice dan Rafa.
"Emma?" Panggil Rafa.
"Ayo kak ikut aku, aku akan menunjukkan kerajinan kita." Emma menarik-narik jemari Rafa agar mengikutinya.
"Tapi Emma bisa besok." Terlihat Rafa yang risih akan sikap itu.
"Ku mohon," Emma mengeluarkan jurus andalannya ketika ia merayu neneknya.
"Ice?" Panggil Rafa lirih.
"Tidak apa-apa, pergilah." Ucap Ice dan Rafa mengangguk mengikuti Emma yang gembira namun tidak dengan hati Rafa.
                              🍁🍁🍁

Celah gorden terbuka dengan sikapan dari seseorang, Lusy memandang putrinya Ice yang tertidur dengan pulas. Lusy masih terus berfikir, ia harus melepaskan Ice dan membiarkannya bebas. Lusy ingin menjodohkan Rafa dengan Ice, pemuda itu sangat baik dan sopan. Lusy juga tahu kedekatan mereka sekitar seminggu ini, mereka sudah menjadi teman. Mungkinkah Rafa adalah warna dari hidup putrinya dan saat itu Lusy akan memberanikan diri bercerita tentang takdir kelahiran Ice.

"Em...Ibu." Ice bangun dan sedikit menguap, namun keelokan parasnya tidak memudar.
"Iya nak, bangunlah."
"Hari ini kau tidak perlu mengembala." Seketika Ice bangun dari singgahannya yang nyaman.
"Tapi Bu, kenapa?" Ice sedikit heran.
"Kau menemani Rafa dan Beberapa teman wanitanya untuk berkeliling di kebun."
"Tidak." Tukas Ice.
"Nak,"
"Kenapa harus aku?" Tanya Ice.
"Kau yang diinginkan Rafa."

Disinilah Ice sedang memetik apel yang mereka kelilingi, Rafa masih setia berada disamping Ice dan memandang wajah cantik itu sembari melihat ia yang sedang menjelaskan dengan fasih.

"Aku lelah, ayo kita beristirahat."
"Anna, aku akan duduk dibalik pohon itu."
"Baik, kak."
Rafa menghampiri gadis yang sedang meminum air mineral yang menjadi bekalnya.
"Rafa." Ice tertawa karena saat ini Rafa sedang menjahilinya.
"Ulat!" Teriak Ice dan Rafa tertawa terbahak.
"Kau menjahiliku." Ice mulai memajukan bibirnya yang merah. Seketika mereka diam dan iris mata yang berbeda warna itu saling memandang diam.
"Hari ini adalah hari terakhir ku di sini." Ucap Rafa dan Ice berhenti tersenyum.
"Kau mau ikut aku ke kota?" Tanya Rafa dan Ice masih memandang Rafa lekat.
"Aku tidak bisa meninggalkan keluargaku." Dan kini Rafa lah yang terlihat murung.
"Bolehkan aku meminta sesuatu?" Tanya Rafa.
"Katakan," ucap Ice.
"Aku punya bunga ini yang ku petik diujung sana, bolehkah aku menyelipkannya dibagian rambutmu?" Tanya Rafa.
"Boleh," ucap Ice dengan sedikit tersipu bersama pipinya yang memerah.
"Kau sangat cantik, terimakasih."
"Harusnya aku yang mengatakan terimakasih."

Mereka berkelana dalam dunia pikiran yang mencecap habis setiap waktu yang terlewati. Ice yang berfikir bahwa hari-harinya menjadi indah karena kehadiran Rafa. Begitupun Rafa yang seolah kagum dan bahagia dapat mengenal sesosok gadis cantik bernama unik yaitu Ice.

"Maafkan aku, aku akan kembali." Ucap Rafa mantap.
"Ingatlah Rafa, kita hanya teman." Sungguh satu kata itu meneloos hati Rafa yang penuh harap.
"Setidaknya aku sungguh bahagia di sini, aku bisa mengenalmu." Ucap Rafa dan bangkit meninggalkan Ice yang masih termenung dengan ucapan Rafa.
"Maafkan aku Rafa, jangan sampai kau menemukan rasa itu."

Dan kini kau pergi.
Bertahan pada rasa yang menggelora pada dada.
Membuncah membuat nama semakin tinggi.
Hingga takdir mendorong untuk pulang.
Mendobrak sisi gelap bersama rindu.
Sampai ia tak mampu menemukan lagi
Bertahan atau pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang