PROLOG

27 1 0
                                    

“Kamu kemanain foto-foto istri saya?!” Bentak seorang lelaki kepada wanita didepannya.

“Istri? Mas gak ingat? Aku ini istri Mas!” Balas wanita itu tidak terima.

“Dia udah mati, Mas. Mau sampai kapan Mas terus mikirin dia? Dunia Mas bukan cuma dia, Mas gak bisa sembunyiin luka itu. Mas harus obati, mau sampai kapan? Sampai lukanya membusuk, iya?” Jelasnya, lagi. Berusaha menyadarkan lelaki yang telah menikahinya, bahwa dia harus menerima keadaan yang nyata ini.

“Kamu!”

“Apa?!” Zhari menarik napasnya panjang sebelum meluapkan emosinya, “Mau marah? Gak terima? Mas harusnya mikir, orang-orang itu peduli sama Mas. Papa, Mama, Nenek, semuanya peduli sama Mas. Mereka rela tumbalin aku buat Mas. Mereka gak mikirin gimana perasaanku, mereka cuma mau Mas itu berubah. Gak nutup diri, gak ngejauh dari keluarga, anti sama wanita. Mereka mau mas hiduo normal lagi kayak dulu.  Mas tau gak? mereka semua merasa bersalah sama Mas. Tau gak?!” Cecar Zhari pada Winta, suaminya.

Winta terdiam, otaknya berkali-kali memroses apa yang dikatakan oleh Zhari. Dia bahkan tidak berani menyela kemarahan Zhari, karena hampir semua yang dikatakan gadis itu adalah benar. Dirinya terlalu larut dalam kesedihan, merasa paling tersakiti. Padahal di luarsana orang-orang selalu memerdulikannya, dan apa yang dia lakukan selama ini? Menyakiti orang-orang yang selalu baik padanya.

“Dasar Psycho! Dipikir gue apaan? Seenaknya sendiri, nyesel gue. Dasar kambing!” umapatan Zhari kecil, tapi masih bisa ditangkap oleh telinga Winta.

“Mau kemana?” tanya Winta saat melihat istrinya berjalan melewatinya begitu saja.

“Bukan urusan lo? Gak tahan gue hidup di sini. Gerah banget, kayak neraka.” Ucapnya sebelum memutar gagang pintu. “Dan jangan cari gue!” tambahnya sebelum melenggang pergi.

When Winter Meet SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang