Heart and Hurt

418 64 24
                                    

Plan mencoba lagi dan lagi menghubungi Joss, tapi Joss dan ibunya seakan ditelan bumi, lenyap.

Plan berjalan gontai di pinggir jalan, tanpa sepeserpun uang di tangan. Plan benar-benar ingin membuktikan pada ayahnya kalau dia masih sanggup hidup meski tidak bergelimang harta.

Perut Plan keroncongan, wajahnya pucat dan tubuhnya dehidrasi karena terus berjalan mencari keberadaan Joss, menanyai teman-teman Joss dan orang yang mungkin mengenali Joss. Tapi hasilnya nihil.

Plan mengistirahatkan dirinya di bangku kayu di pinggir jalan, diteduhi oleh pohon-pohon di sepanjang jalan. Mata Plan berkunang-kunang, pandangannya mulai mengabur, kepalanya terasa sangat berat, sampai akhirnya Plan pingsan.

.

.

.

Suasana sejuk membuat mata Plan yang baru sadar, kembali ingin terpejam, rasanya sangat mengantuk.

Samar-samar Plan mendengar suara ibunya. Dengan perlahan, Plan membuka mata, dan menemukan sang ibu yang sedang menggenggam tangan Plan sambil menatapnya khawatir.

"Ibu," ucap Plan dengan suara seraknya.

"Sayang, jangan bikin ibu khawatir, nak," cemas Namtran.

Perlahan Plan bangkit, duduk bersandar ke kepala ranjang. Dan saat itu juga Plan tersadar kalau dia sedang berada di kamarnya.

"Ibu, Joss..."

"Sudah, nak. Kamu jangan mikirin dia lagi, ya. Kamu minum dulu." Nam menyodorkan segelas air putih hangat ke hadapan Plan, yang langsung diminum habis dalam satu tegukan karena memang Plan merasa sangat haus.

"Ibu, kok Plan bisa disini?"

"Kamu pingsan di jalan, untung tadi Mean mengikutimu, dan langsung membawa kamu pulang."

"Mean?" heran Plan.

Plan menggeleng.

"Biarpun dia coba cari perhatian dengan selametin Plan, Plan gak akan pernah mau menerima dia jadi suami Plan, Bu, gak akan."

"Plan, sayang, dengerin ibu, nak. Joss bukan pria yang baik buat kamu, ayah kamu sudah menyelidiki dia, dan dia-"

"Dia pacar Plan, Bu. Dia cinta sama Plan, Plan cinta sama dia, dia bukan orang jahat, Bu." Plan menangis, hatinya sakit saat sang Ibu juga tidak merestui hubungannya dengan Joss.

Nam memeluk Plan, menenangkan anak satu-satunya.

Tae masuk ke kamar Plan, menemukan dua orang terkasihnya sedang berpelukan. Plan lantas melepas pelukan Nam dan masuk ke dalam selimut, tidur memunggungi sang ayah yang datang.

Tae duduk di pinggir kasur Plan, mengusap rambut Plan dan mengecup pelipis Plan lembut. Hampir saja Plan luluh dengan kelembutan ayahnya, tapi sisi keras kepala Plan yang menang.

"Ayah minta maaf, Plan. Ayah tahu kamu kecewaa sama ayah, tapi ayah melakukan ini demi kamu, Plan. Ayah tahu Joss orang seperti apa, meski ayah juga tahu dia cinta sama kamu. Ayah sudah memutuskan untuk menikahkan kamu dengan Mean bulan depan."

Mata Plan membola, tidak percaya ayahnya mengambil keputusan sepihak. Plan menyibak selimutnya, duduk menghadap sang ayah dengan tatapan yang jelas memancarkan kekecewaan.

"Sampai kapanpun Plan gak mau!"

"Kamu boleh benci ayah dan menganggap ayah egois, tapi ini semua demi kamu, Plan."

Tae melangkah ke luar kamar Plan, menutup pintu lantas menguncinya dari luar.

Plan tak lagi memberontak, sebab dia sudah terbiasa dikurung oleh ayahnya saat Plan berbuat kesalahan. Plan berpikir ini bukan sebuah kesalahan, tapi kenapa dia tidak mau berontak, apa karena sudah terlalu lelah?

YOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang