The Strange Beat

460 40 5
                                    

Bel sekolah penanda berakhirnya kegiatan hari itu pun berbunyi. Sementara yang lain masih asyik berbincang dengan teman mereka, aku dengan buru-buru membereskan buku dan peralatan dari atas meja lalu memasukkannya ke dalam tas selempang berwarna biru-merah yang kubawa.

"Haena, maaf aku harus pulang duluan," ucapku berpamitan pada teman sebangkuku yang memasang wajah bingung.

"Kau ada janji?" Tanyanya sembari dengan santai merapikan peralatan yang ia bawa.

Aku menoleh beberapa saat ke bangku yang letaknya di pojok kanan kelas untuk menemukan penghuninya telah meninggalkan ruangan. Dengan panik, aku mengangguk dan kemudian melambaikan tangan ke arah Haena.

"Sampai jumpa besok!" Ujarku tanpa sempat melihat ekspresi temanku itu. Tanpa berpikir panjang, aku berlari ke luar kelas, berharap tidak kehilangan jejaknya.

Dan dugaanku benar, ia belum jauh dari kelas. Berjalan beriringan dengan ketiga orang teman dekatnya, aku dengan cepat menyamakan langkah.

"Kim Taehyung, tunggu!" Pekikku saat berjarak kurang dari sepuluh meter darinya.

Tidak hanya dirinya, aku pun dapat merasakan Kim Seokjin, Jung Hoseok dan Jeon Jungkook yang berjalan bersamanya, ikut menatapku.

Namun fokusku saat itu hanya tertuju pada pemuda tinggi kurus berkulit cokelat yang kini memandangku dengan alis berkerut.

"Aku ingin bicara denganmu sebentar. Ikut aku," tanpa menunggu persetujuannya, aku langsung menggamit pergelangan tangannya dan menariknya sedikit menjauh dari teman-temannya.

Setelah memastikan kami sudah cukup jauh, aku membalikkan tubuh untuk berhadapan dengannya.

Lelaki itu masih diam tak bergeming, sambil menatapku dengan pandangan datar.

"Jadi Kim Taehyung, aku--"

"Maaf, haruskah kita tetap seperti ini terus? Kau tidak keberatan kalau orang lain akan salah sangka?"

Tiba-tiba aku menyadari kalau sedaritadi aku masih memegang pergelangan tangan kanannya. Dengan cepat aku pun melepaskannya dan menyembunyikan tanganku ke belakang. Di saat yang sama, karena merasa begitu malu dengan kekonyolan yang kubuat, aku dengan cepat menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang memerah.

"Jadi... apa yang membuatmu menarikku kesini?" Suara bariton milik lelaki itu kembali menyapa telingaku, membuatku teringat dengan tujuan awal.

"Begini... soal tadi saat istirahat pertama..." aku menahan kalimat seraya tetap melihat sepatu kets hitam Nike yang kupakai. "Kumohon rahasiakan itu dari siapapun, termasuk teman-temanku."

"Baiklah," tanpa jeda cukup panjang bahkan untuk berpikir, jawaban itu meluncur dari mulutnya.

Kali ini kuberanikan diri untuk menatap wajahnya. Ekspresi pemuda ini masih sama, datar namun entah kenapa sorot matanya yang dalam seakan begitu misterius.

"Ada lagi?"

Lamunanku buyar saat kumendengar kalimat pertanyaan dari bibir tipis lelaki di hadapanku. Dengan cepat aku menggeleng dan ia pun mengangguk mengerti.

"Kalau begitu apa aku boleh pamit?" Tanyanya sembari melirik ke arah ketiga temannya yang tampak penasaran menatap kami.

"Ah iya, silahkan. Terimakasih," ujarku berusaha untuk sopan.

"Tidak perlu berterimakasih. Kalau kau butuh teman untuk mencurahkan kesedihan, aku siap menjadi pendengar," ucapnya sebelum membalikkan tubuh dan kembali bergabung dengan ketiga kawannya.

Aku tertegun selama beberapa saat untuk memutar kembali kejadian beberapa detik lalu.

Apa aku tidak salah dengar? Dia menawarkan diri untuk menjadi temanku? Mengapa tiba-tiba...?

Secret Love Story (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang