12. Moving

2.7K 423 26
                                    

Sejak semalam, Jeno sama sekali tak berhenti memikirkan Haesoo. Gadis itu membutuhkan orang di sampingnya, dan itu bukan lah Yuta.

Bukan apa-apa, semakin ke sini dirinya semakin khawatir pada Haesoo.

Usai menyelesaikan urusannya dengan jasad Felix, pria itu langsung menghampiri kamar Haesoo yang tertutup rapat. Ia tak lagi memikirkan dirinya yang membutuhkan istirahat.

Jam di tangannya menunjukkan angka 6. Kemungkinan Haesoo sudah bangun dari tidurnya, atau gadis itu sama sekali tidak tidur seperti dirinya. Karena itu lah di tangannya yang lain, ia membawakan segelas teh lemon. Setidaknya itu yang dapat ia lakukan untuk menenangkan Haesoo.

Dengan pelan, ia mengetuk pintu kamar Haesoo. "Haesoo, boleh aku masuk?" tanyanya.

Dari dalam tidak terdengar suara apa pun. Ia pun memutuskan untuk membuka pintu tersebut dan melongokkan kepalanya ke dalam.

Di dalam, Haesoo terlihat tengah duduk termenung di atas ranjang. Lututnya yang tertekuk itu dipeluk begitu erat.

Melihatnya, Jeno hanya bisa menghela napas. Pria itu berjalan masuk ke dalam kamar Haesoo dan menutup pintu di belakangnya. Ia mengerti kondisi Haesoo saat ini. Siapa pun yang berada di posisi Haesoo pasti juga akan mengalami hal yang sama.

Ia mendudukkan dirinya di sisi ranjang. Satu tangannya beranjak untuk mengusap lengan Haesoo. "Aku tahu kau terkejut melihat Tuan Nakamoto seperti itu," ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis dengan tatapan kosong itu.

Dari kantung mata di bawah mata indah Haesoo, Jeno bisa menyimpulkan jika Haesoo semalaman tidak tidur.

Tanpa mengalihkan pandangannya, Haesoo membuka mulutnya. "Dia sering melakukannya?"

Usapan Jeno di lengan Haesoo terhenti. Pria itu menatap dalam gadis berambut hitam itu. "Melakukan apa?"

Haesoo menoleh ke arah Jeno. "Membunuh orang semudah itu. Dia sering membunuh?" ulangnya dengan suara bergetar.

"Tuan Nakamoto adalah orang yang keras. Dia tak akan pernah pandang bulu dan akan menghukum siapa pun yang menentangnya," jelasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah lelah Haesoo.

Ia menghela napas kemudian mengambil salah satu tangan Haesoo dan menyerahkan gelas di tangannya. "Kau pasti masih syok. Aku membawakanmu teh lemon."

Haesoo menatap tanpa minat teh lemon di tangannya. Yang ia inginkan hanya satu.

"Jeno, aku ingin pulang."

Hati Jeno terenyuh mendengar permintaan Haesoo. Jika ia bisa, ia sudah membawa kabur gadis itu dari Yuta. Kemana pun asalkan gadis itu tak lagi merasakan hal ini lagi. Namun, ia tak bisa. Itu sama saja menciptakan mimpi buruk lainnya bagi Haesoo.

"Ini sudah tidak benar. Dia bilang dia akan menyelamatkanku, tapi aku tidak berpikir dia benar-benar akan menyelamatkanku," sambung Haesoo seraya menggelengkan kepalanya.

Ia menatap Jeno, harapannya seolah pupus. "Dia mempunyai dendan? Dia ingin membalaskan dendamnya, 'kan?"

"Haesoo, pikiranmu kalut."

"Kau membelanya?"

"Bukan seperti itu."

Jeno mengusap wajahnya kasar. "Aish, sejak awal aku sudah tidak setuju dia mengurungmu di sini. Sewaktu kau menunggu berita kehilanganmu, aku sudah berniat untuk memulangkanmu," aku Jeno tanpa berani membalas tatapan Haesoo.

"Tetapi, kenapa kau tidak melakukannya? Ah, kau pasti takut Yuta akan membunuhmu, benar?" Haesoo tertawa patetik. Siapa pun pasti tunduk pada Yuta setelah tahu sifat aslinya; seorang pembunuh.

MASTER OF MINE - Nakamoto Yuta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang