Seorang gadis sedang tidur terlelap di atas ranjang empuknya, cuaca yang sedang memasuki musim dingin pun membuat tidurnya menjadi lebih nyaman. Namun tidurnya harus terusik ketika mendengar suara gedoran keras dari pintu di lantai bawah rumahnya. Mau tidak mau ia harus bangun dari posisinya dan melirik ke arah jam dinding di kamarnya.
Jam 00.40? Siapa yang menggedor pintu sekeras itu ditengah malam begini?
Tak mau suara gedorannya semakin kencang, gadis itupun turun dari ranjangnya dan berjalan menuju pintu di lantai bawah rumahnya. Suara gedorannya semakin kencang saat gadis itu semakin mendekati pintu. Disaat ia membuka pintu, ia dikejutkan dengan seorang lelaki tua yang jatuh tengkurap persis di depannya.
"Ayah!"
Keterkejutannya langsung hilang begitu saja saat tahu bahwa lelaki tua itu adalah Ayahnya sendiri. Seakan-akan ia sudah biasa menghadapi situasi seperti ini. Dengan malas gadis itupun menarik tangan Ayahnya dan menyeretnya masuk ke dalam rumah. Lalu ia mengunci pintu tersebut dan kembali ke kamar tanpa mempedulikan Ayahnya yang masih dalam posisi tengkurap di lantai. Gadis itu tahu bahwa Ayahnya sedang mabuk, dapat ia cium bau alkohol yang sangat menyengat di tubuh Ayahnya itu.
"Hanna.."
Gadis itu menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya di panggil. Ya, nama gadis itu adalah Hanna Owwen. Dan itu Ayahnya, bernama Robert Owwen. Pengusaha sukses di Indonesia. Kini mereka sedang tinggal di Los Angeles. Sebelumnya Hanna tinggal dan besar di Indonesia. Namun saat lulus SMA ia ingin tinggal di Los Angeles karena suatu alasan. Dan alasan itu hanya Hanna yang tahu.
Hanna menengok ke sang Ayah yang masih terkapar itu, ternyata Ayahnya hanya sedang mengigau memanggil namanya. Karena merasa tak ada yang penting, Hanna kembali melanjutkan langkahnya ke kamar untuk melanjutkan tidurnya kembali.
***
Pagi ini Hanna sedang menyibukkan diri dengan menyiapkan buku-buku yang akan dipelajarinya di kuliah nanti. Di kuliahnya Hanna mengambil program studi bisnis dan itu adalah perintah Ayahnya, karena katanya kelak semua perusahaan akan diwariskan ke Hanna ketika sudah lulus kuliah nanti. Hanna sendiri sebenarnya ingin mengambil program studi psikologi mengingat Almarhumah Ibunya yang seorang psikiater di Indonesia. Ya, Ibunya Hanna yang bernama Minna Lastri itu adalah seorang psikiater di Indonesia sebelum menikah dengan Ayahnya. Setelah menikah, Ibunya ikut tinggal dengan Ayahnya dan berhenti bekerja.
Hanna sendiri sangat suka dengan pelajaran psikologi yang diajarkan Ibunya. Dari Hanna sekolah dasar, ia sudah diajarkan tentang ilmu psikologi oleh Ibunya. Dan sampai sekarang Hanna masih suka mempelajari psikologi walaupun kuliahnya mengambil bisnis. Hanna hobi membaca buku tentang psikologi, dan di kamarnya ia mengoleksi banyak buku tentang ilmu psikologi.
Namun saat Hanna lulus SMA, Ibunya tak lagi mengajarkan ilmu psikologi ke Hanna. Itu karena sang Ibu telah meninggal dunia tepat di hari Hanna menerima raport kelulusannya. Polisi menyatakan bahwa Ibunya meninggal karena tabrak lari, tetapi Hanna yang memang menyukai ilmu psikologi merasa ragu dengan penjelasan dari polisi tersebut. Hanna tak hanya pandai menebak mimik seseorang, tetapi ia juga pandai dalam memecahkan masalah yang menurutnya janggal. Dan keraguannya itu terbukti ketika suatu malam Ayahnya pulang dalam keadaan mabuk dan meracau. Sejak saat itu Hanna benci dengan Ayahnya dan mulai menjaga jarak.
Hanna menggelengkan kepalanya ketika memori tentang Ibunya kembali muncul, dan itu membuat rasa benci kepada Ayahnya semakin kuat.
Setelah selesai membereskan bukunya ke dalam tas, Hanna turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur untuk membuat sarapan. Ia lihat Ayahnya sudah tak ada lagi tengkurap di lantai seperti semalam. Hanna tak memusingkan hal itu, terserah Ayahnya saja mau kemana. Hanna pun langsung ke dapur untuk membuat sarapan.
***
"HANNAAA!!"
Hanna yang baru saja sampai dikampusnya, tiba-tiba disambut dengan sebuah teriakan melengking dari temannya yang bernama 'Ellen Stone'.
"Hanna! Hanna! Hanna! Wait! Wait!"
"Ada berita heboh apa?" Tanya Hanna.
Hanna sungguh mengenal Ellen, dari pergerakan tubuh dan raut wajah yang seperti tergesa-gesa, bisa Hanna tebak bahwa ada berita atau gosip yang ingin diberitahunya. Ellen selalu saja bertingkah seperti itu, hingga Hanna hapal sudah dengan sifat temannya itu.
Ellen mengerutkan keningnya seperti sedang bingung, "Darimana Kau tahu Aku ingin memberitahumu suatu berita?"
Hanna hanya tertawa kecil dan melanjutkan langkahnya kembali, "Kau selalu seperti itu, Ellen."
Ellen hanya mengangguk dan ikut berjalan di samping Hanna. "Kau tahu? Kampus kita akan kedatangan mahasiswa baru!!" Ucap Ellen dengan sangat riang.
"Lalu?"
"Dan kau tahu? Mahasiswa baru itu adalah seorang lelaki tampan dan dia seangkatan dengan kita!"
"Lalu?"
"Dia juga mengambil program studi yang sama dengan kita. Dan artinya, nanti dia akan sekelas dengan kita!! OMG!! Aku sungguh tidak sabar. Tadi aku melihatnya di depan ruang guru, dan dia juga melihat ke arahku, lalu kau tahu setelah itu??"
"Tidak."
"Dia tersenyum kepadaku!! Oh my lord! Senyumnya sangat indah. Apakah dia malaikat yang diturunkan dari surga? Atau apakah dia seseorang yang ditakdirkan untukku? Hehehe." Ucap Ellen panjang lebar.
Namun Hanna hanya mengerutkan keningnya ketika mendengar penjelasan dari Ellen. Menurutnya ada yang janggal di cerita Ellen barusan. Dan Hanna pun bertanya kepada Ellen.
"Kau melihatnya di depan ruang guru? Sedang apa kau di depan ruang guru Ellen?"
"Oh, itu aku hanya kebetulan lewat."
Namun Hanna tak percaya, Ellen sedang berbohong padanya.
"Kebetulan lewat? Setahu ku, sehabis ruang guru hanya ada toilet laki-laki dan perpustakaan. Tidak mungkin kan kau mau ke toilet laki-laki? Atau kau mau ke perpustakaan? Setahu ku kau sangat anti dengan perpustakaan."
Ellen yang mendengar ucapan Hanna sedikit terkejut, dan terlihat jelas di mata Hanna bahwa Ellen sedang mencari sebuah jawaban.
"Yaa.. aku tahu itu. Aku.. aku tadi ke perpustakaan. Ya, aku ke perpustakaan untuk mengambil sebuah buku." Jawab Ellen sambil menyengir.
"Lalu mana bukunya?" Tanya Hanna.
"Ituu.."
"Sudahlah jujur saja padaku Ellen, bahwa kau sengaja menunggu di depan ruang guru untuk melihat anak baru itu. Lalu kau hanya berpura-pura lewat, agar kau saling bertukar sapa dengannya bukan?"
Ellen terkejut dengan pernyataan Hanna yang sangat tepat sasaran. Namun setelahnya Ellen memaklumi, ia juga sudah kenal betul siapa Hanna.
"Yayaya.. Ku akui aku memang sengaja menunggunya. Kau menyebalkan sekali." Ucap Ellen sambil mengerucutkan bibirnya.
"Aku tak mudah untuk dibohongi, baby". Jawab Hanna sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Oh ya, dan satu hal lagi."
***
Vote and comment for me.
Thx;*
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Werewolves
Teen FictionHanna tak pernah menyangka bahwa dunia fantasi benar-benar nyata. Ia berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi. Tetapi Hanna akhirnya terjebak dalam kenyamanan di dunia fantasi itu. Kebahagiaan yang tak pernah lagi dirasakannya kini hadir kembali di d...