- 5 -

111 61 28
                                    

     "Entahlah, aku merasa belum ada yang cocok mungkin? Aku sebenarnya merasa risih bila didekati banyak wanita seperti itu. Lagipula aku sudah menetapkan hati untuk seseorang."

     "Benarkah? Kurasa perempuan itu pasti sangat beruntung."

     "Lalu bagaimana denganku? Apa kau merasa risih bila di dekatku?"

     "Kau berbeda Hanna. Kau tidak seperti mereka. Kau tidak pernah selalu mengikutiku seperti yang lain."

     "Kalau begitu, aku tahu bagaimana caranya agar kau tidak selalu ditempeli banyak wanita seperti itu."

     "Bagaimana?"

     "Kau panggil saja aku, kupastikan semua wanita yang mengerumunimu akan langsung pergi."

     "Benarkah? Itu artinya aku harus selalu berada di dekatmu?" Tanya William sambil tertawa kecil.

     "Kau pilih saja, lebih baik ditempeli dengan banyak wanita, atau hanya satu wanita saja yaitu aku."

     "Menarik."

***

     Hanna teringat obrolannya dengan William saat di kedai es krim kemarin. Namun Hanna tak menyangka bila William benar-benar melakukan saran dari Hanna. William pun sebenarnya mengerti maksud dan tujuan Hanna, tetapi ia tak merasa keberatan dan akhirnya melakukan saran Hanna yang menurutnya sedikit modus.

     Saat ini Hanna dan William sedang berjalan di koridor kampus. Hanna sedang mengajak William untuk bolos, walaupun ada kesulitan ketika membujuk William. William menolak ajakan Hanna dengan alasan masih mahasiswa baru dan takut di anggap buruk. Namun Hanna berusaha meyakinkannya dan akhirnya William pun menerima ajakan Hanna.

     Hanna mengajak William ke rooftop kampus ini. Di sana ada atap yang lumayan luas, yang biasa Hanna pakai untuk menyendiri dan bolos pelajaran. Kalau sore hari, bisa terlihat jelas sunset yang sangat memanjakan mata. Namun sekarang masih pukul 8 pagi. Walaupun begitu, udara pagi juga sangat sejuk untuk di nikmati.

     Hanna sedikit kesulitan ketika membuka pintu besi yang menuju ke rooftop itu. Mungkin karena sudah terlalu lama, pintu besi itu berkarat dan menjadi sedikit lebih sulit ketika membukanya. Ketika berhasil, Hanna dan William pun masuk ke rooftop itu dan Hanna menutup kembali pintu besi tersebut.

     "Mengapa kita ke sini?" Tanya William.

     "Karena kita sedang bolos, William."

     "Kupikir kau akan mengajakku keluar kampus."

     "Ayo kita duduk di sana."

     Hanna mengajak William untuk duduk di pinggiran gedung. Sedangkan William hanya menurutinya, matanya melirik ke sana kemari memandangi atap ini. Hanna duduk di sebelah kanan William. Karena merasa anginnya yang lumayan kencang, Hanna memutuskan untuk menguncir rambutnya agar tidak berantakan. Namun William terkejut ketika melihat ada sesuatu di wajah Hanna.

     "Pipimu kenapa?" Tanya William.

     "Hm? Memang ada apa dengan pipiku?"

     William pun mengarahkan jarinya ke pipi Hanna, "Seperti memar."

     "Aw." Hanna meringis saat tangan William menyentuh pipinya. Hanna baru teringat, jika tadi pagi ia ditampar oleh dua orang. Dan tamparan itu bukan tamparan anak kecil, tetapi tamparan orang dewasa. Pantas saja pipinya langsung memar seperti ini.

My Love WerewolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang