Janji Dari Hati #2

140 8 6
                                    

Tiga Tahun Kala Itu
#2

Luka adalah hadiah dari rasa cinta
yang tidak berbalas makna

©Yayadiba

>>>>>¤<<<<<

"MAIRAAA!!!"

"Astaghfirullah."

"Ih, pagi-pagi udah melamun."

Kebiasaan seorang Fiza, teman sekaligus sahabat. Mulut mercon. Datang diam-diam kemudian mengejutkan seperti tadi sudah menjadi hobinya.

"Hayo melamunin apa?"

"Enggak melamunin apa-apa." Bohong memang, aku berusaha menyibukkan diri menyiapkan buku untuk perkuliahan pagi ini.

"Alah, percuma juga bohong, pasti melamunin cowok ngeselin itu kan."

"Dia punya nama, Fiza." Aku meralat ucapannya yang seenaknya memberi gelar 'cowok ngeselin'.

"Iya, tahu, Haris maksudnya."

Aku diam mendengarkan, membalik-balik buku yang ada di atas meja.

"Udah lah, Mai. Bayangin deh, kita sudah semester tujuh, itu artinya sudah tiga tahun cowok itu nggak ada kabar." Fiza berucap meletup-letup tanpa melihat sekitar.

Aku termenung mendengarnya. Fiza benar juga, ternyata sudah tiga tahun lelaki itu tidak ada kabar. Waktu benar-benar jahat, selama tiga tahun ini pula aku tidak pernah sedikit pun bisa melupakannya.

"Dan juga, terakhir dia ngabarin kamu kan katanya dia mau-."

"Jangan dilanjutin!" Aku tahu Fiza mau berbicara apa, hal yang sama sekali tidak ingin kudengar. Dan dia juga berbicara tidak melihat kondisi. Teman-teman di kelas sudah menatap kami heran, sebagian juga ada yang terang-terangan pengin mendengar pembicaraan ini.

Fiza mendekati ku, "Sampai kapan kamu mau menghindar dari kenyataan, Mai? Jika memang lelaki itu belum menikah, dia pasti tidak memutus kontak denganmu, this is simple Maira."

Dia menurunkan intonasi bicaranya, tapi setiap kata yang ia ucapkan penuh penekanan. Aku merasa tertampar dengan ucapannya. Cukup kabar pernikahan itu saja yang menyakitkan, ucapan Fiza jangan. "Aku ingin memastikannya sendiri."

Fiza menatapku serius, "Caranya?"

Aku menggeleng. Aku tidak tahu harus mencari tahu tentangnya ke mana. Setahuku Haris masih di Kairo sejak tiga tahun yang lalu. Fiza membuang naoas kasar, dia tampak gusar. Mungkin frustasi dengan keadaanku yang sudah seperti mayat hidup.

"Mending sama yang sudah pasti aja, Mai." Fiza menyikut ku, lalu memberi isyarat ke arah laki-laki yang duduk di samping pojok, satu baris di depan kami. Dia terlalu fokus dengan ponsel genggamnya hingga tidak sadar bahwa sedang dibicarakan

Siapa ya namanya, aku lupa. Oh iya, namanya Rama. "Kamu aja yang sama dia!"

"Ish, kalau ngomong ya enggak pernah disaring." Khas Fiza acap kali aku jodohkan dengan lelaki.

Janji Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang