Delapan pemuda-pemudi itu mendapat perhatian penuh ketika mereka sampai di tempat seleksi akhir. Kabar akan mereka generasi sang penerus para pilar dan sebagaimana mereka ikut membantu para warga desa di tanah milik Ubuyashiki untuk mengungsi dari serangan iblis cepat menyebar ke pelosok desa lainnya. Namun mereka tak banyak ulah serta gaya. Karena sesuai ajaran guru mereka; semakin besar pengaruhmu ke masyarakat, semakin besar tanggung jawabmu untuk melindungi semua.
Mereka berdiri kaku dengan mata yang sudah tak lagi merah. Tak ada yang hendak bertukar kata. Karena mereka sadar, yang akan keluar hanyalah pertanyaan tentang guru-guru mereka yang sudah pergi mengemban tugas lebih besar resikonya. Maka dari itu, mereka memilih diam dalam makna.
Dalam keterdiaman di antara riuh ramai para peserta itulah muncul sepasang anak kembar dari keluarga Ubuyashiki. Kedua perempuan berambut putih dengan potongan yang sama itu kemudian mengangkat tangan, membuat kegaduhan dari para remaja di hadapan mereka seketika hilang.
"Selamat datang-"
"Para pemuda-pemudi-""Di tes seleksi akhir."
"Kami berdua, Ubuyashiki Hinaki-"
"Ubuyashiki Nichika, akan memberitahukan tentang peraturan yang ada...."
Sanemi menutup telinga dengan segala perkataan para Ubuyashiki itu dengan tatapan malas. Ia sudah tahu peraturan yang tiap tahun tak pernah berubah itu dari kakaknya, Genya. Tak beda dengan yang lainnya, mereka pun memilih berpura-pura mendengarkan demi menahan gejolak rasa tak sabar ingin cepat memiliki pedang nichirin mereka masing-masing.
"Selamat berjuang."
Keduanya pamit dan seketika jalan menuju area seleksi akhir selama seminggu itu terbuka lebar. Sanemi yang sudah tak sabar berlari melewati kerumunan remaja sebayanya dengan tangan memegang erat pedang pemberian sang kakak. Giyuu dan Sabito pun pergi dengan langkah yang saling susul menyusul. Kyojuro dan Tengen yang tak mau ketinggalan pun meninggalkan Kochou bersaudara serta Muichiro yang memilih berjalan dengan santai. Meninggalkan kumpulan pohon wisteria yang seolah berbisik mengucapkan semoga berhasil pada mereka yang membutuhkannya.
.
.
.Kedelapan sosok itu berpencar dengan cepat. Satu demi satu iblis yang ditemui mereka habisi dengan gaya yang khas. Mereka berlari dari satu tempat ke tempat lainnya dengan jeda beberapa jam untuk mengisi tenaga. Peserta lainnya pun banyak yang berniat curang dengan memilih membuntuti mereka demi keselamatan diri masing-masing. Namun sayang, mereka tak cukup sigap menghalau iblis yang muncul secara mendadak di hadapan mereka.
Sabito menatap kalut para peserta lainnya yang kembali mengikuti dirinya dan Giyuu. Ia amat sangat ingin menolong yang lainnya sebagaimana diajarkan oleh Urokodaki-sensei dan Tanjirou-san. Hanya saja melihat ketidak tulusan niat mereka membuatnya urung untuk mengulurkan tangan. Kewajiban atau bukan, sikap curang merupakan sesuatu yang Sabito kurang sukai.
Begitu pula dengan Giyuu yang kembali dalam mode diamnya setelah setahun lebih menjadi sosok yang sedikit lebih ceria dalam area kediaman sang pilar matahari. Giyuu agaknya yang paling terguncang harus jauh dari sosok yang selama ini mengisi kekosongan sosok ayah, ibu serta kakak yang harus pergi akibat iblis. Sehingga ia hampir kehilangan emosi meski harus menghadapi iblis-iblis penghancur kebahagiaannya.
"Giyuu, ayo kita istirahat. Masih tersisa 4 hari lagi." Ujar Sabito yang membuyarkan lamunan Giyuu.
Giyuu mengangguk dan menurut saja ketika tangannya dituntun kearah pohon besar di mana para tsuguko yang ia kenal setahun lebih lamanya sudah lebih dulu berkumpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEARCH! - REVERSE [ SEASON 2 ]
General FictionMereka tak lagi terjangkau, tak lagi terdengar kabarnya. Mungkin kata pepatah itu benar, kau harus berlinang darah dan air mata untuk mendapatkan sesuatu yang sangat berharga. S E K U E L DARI KISATSUTAI! - REVERSE STILL FULL OF OOC