Jeno berdecak setelah menekan rem motornya mendadak begitu ia dihadang oleh tiga motor.
"Jen," Bisik Jaemin yang panik ketika tiga orang tadi turun dari motornya masing-masing.
"Turun." Ucap salah satu dari tiga orang itu. Laki-laki dengan rambut keriting dan poni yang panjangnya hampir menutupi mata.
Jaemin baru saja ingin menuruti, namun tangannya langsung ditahan oleh Jeno.
"Lo di sini aja, biar gue yang turun."
Jaemin mengangguk, tangannya mengambil alih helm yang sebelumnya dikenakan Jeno.
"Gue ngga ada urusan sama lo semua."
Laki-laki keriting berdecih, "lo terlalu berbelit-belit, serahin aja motor lo sekarang."
"Jangan harap, bangsat."
Bugh
"Jeno!" Jaemin berjingkat turun dari motor ketika laki-laki itu meninju pipi Jeno.
"Cowok lo, Jen?" Tanya laki-laki kedua, suara bariton nya terdengar meremehkan.
Ketiganya menyeringai remeh menatap Jeno dan Jaemin.
Bugh
Satu pukulan berhasil mendarat sempurna di perut laki-laki bersuara bariton tadi. Jeno pelakunya.
Ketiga laki-laki tadi segera bergerak memukul Jeno dengan brutal.
Meskipun tidak tau apa yang terjadi antara mereka, Jaemin tidak diam saja melihat Jeno dianiaya. Siapa sangka, justru Jaemin yang terlihat kurus kering memiliki tenaga lebih besar dari Jeno.
Beberapa pukulan Jaemin layangkan pada wajah ketiga laki-laki itu menyebabkan memar di beberapa bagian, bahkan ia merobek bibir tebal milik si laki-laki keriting dengan pukulan dahsyatnya.
"Ayo, Jen." Jaemin menarik Jeno untuk segera naik ke motor.
Jeno menyeka darah di pinggir bibirnya kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
.
."Tadi siapa si Jen?" Tanya Jaemin begitu mereka bersandar di sofa rumah Jeno sambil mengatur nafas.
"Sunwoo, Felix, sama Hyunjin," Jawab Jeno dengan jeda di setiap kata nya.
"Ck, maksud gue, siapanya lo?"
"Bukan siapa-siapa."
"Terus ada masalah apa sama lo?"
"Bulan lalu Eric ikut balapan, dia taruhan pake motor gue tanpa izin dan sialnya dia kalah," Jeno menjeda kalimatnya kemudian menghembuskan nafas, "semenjak itu Sunwoo ngga pernah berenti neror gue buat dapetin si item." Jeno menunjuk ke luar jendela tempat motor hitamnya diparkiran.
"Tunggu, Eric siapa?"
"Kembaran gue."
Cklek
Perhatian keduanya beralih pada pintu yang dibuka oleh seseorang.
Mata Jaemin terpaku pada laki-laki berwajah mirip Jeno di sana.
Raut wajahnya tampak kesal, ia duduk di sebelah Jeno.
"Kenapa sih lo ngga kasih motor lo aja ke Sunwoo?!"
"Ya gue ngga mau. Yang punya masalah elo, kenapa bawa-bawa gue."
"Lo cuma perlu nyerahin motor lo ke Sunwoo, semuanya bakal selesai, Jen. Lo bisa minta lagi yang baru ke papa."
"Gue ngga mau. Lo tuli?" Jeno menekan setiap kata nya.
"Egois lo!" Eric menampar pipi Jeno sebelum melangkahkan kakinya menjauh.
Jaemin tersedak ludahnya sendiri ketika menahan rasa terkejut di balik rasa canggungnya. Ia tidak habis fikir dengan kelakuan Eric yang seenaknya saja.
JnE bersaudara ini aneh, pikir Jaemin.
Entah insting dari mana, tangan Jaemin bergerak menepuk-nepuk bahu Jeno pelan seakan-akan mengerti apa yang Jeno rasakan.
"Lo.. Ngga ada yang luka kan Jae?" Tanya Jeno yang dibalas gelengan oleh Jaemin.
"Serius?"
"Ngga usah mikirin gue, pikirin aja diri lo sendiri, tuh banyak lebam." Jaemin menekan salah satu lebam di pelipis Jeno.
Jeno hanya meringis sambil memukul tangan Jaemin.
Jaemin terkekeh, "udah ah, gue balik ya," Ucapnya seraya beranjak dari duduknya.
"Yaudah."
"Luka lo jangan lupa di kompres."
"Iya."
"Jae." Jaemin membalikkan tubuhnya, tangannya sudah memegang kenop pintu.
"Makasih," Ucap Jeno.
Senyum itu, lagi. Jeno mengulas senyum dengan mata bulan sabit nya.
Jaemin mengangguk canggung kemudian menghilang dari balik pintu.
2xN1
To me[Dear, Jeno]
Dimana lagi aku bisa menemukan kehangatan yang sepadan dengan senyummu?