Perpisahan

16 4 0
                                    

Keesokan harinya setelah ia pulang mengajar ia langsung melaju ke rumah Galang. Rumahnya cukup jauh jika ditempuh dari sekolah tempat Alia mengajar. Sesampainya disana ia melihat Galang sudah menunggu di teras. Segera Alia turun dari mobilnya dan menghampiri kekasihnya itu.
“Ayo masuk Al, ibu sudah menunggu di dalam” ajakan Galang pada kekasihnya.
“ Iya Lang, kenapa ibu menungguku?” tanya Alia.
“Lihatlah sendiri di dalam Al” jawab Galang.
Segera Alia masuk ke dalam rumah Galang. Disana Ibu Galang sedang bersantai di ruang tamu sambil membaca majalah. Lalu Alia menghampiri Ibu Galang yang tidak sadar akan kedatangan Alia.
“Mah, asik banget kayaknya,” sapa Alia kepada Ibu Galang yang sudah seperti ibunya sendiri.
“Iya nih Al, mamah lagi kepoin resep di majalah. Oh iya mamah udah masak buat kamu lo, ayuk langsung aja kita ke meja makan.” Ajakan Ibu Galang kepada calon mantunya itu.
Sampai di meja makan Ibu Galang langsung membuka tutup makanan dan menyodorkan piring ke Alia dan Galang. Alia pun menerima dan mengambilkan nasi untuk Galang.
“Makan yang banyak Al,” kata Ibu Galang kepada Alia.
“Pasti mah, udah lama Alia nggak makan masakan mamah.” jawab Alia.
“Hem, makanya sering-sering ngunjungin mamah,” Alia hanya terkekeh kecil dan dan segera mengambilkan lauk pada piring Galang. Lalu mengambil untuk dirinya sendiri.
Setelah menyelesaikan makan bersama Galang dan ibunya, Alia membantu Ibu Galang membereskan meja makan dan mencuci piring. Sedangkan Galang sudah lebih dulu pergi ke ruang tengah untuk bersantai sambil menonton siaran televisi.
Selesai dengan urusan dapur, kedua perempuan beda usia itu menyusul Galang ke ruang tengah. Sampai di ruang tengah Alia duduk di samping Galang. Sesekali mata Alia menatap mata Galang. Alia merasa yakin bahwa kejadian kemarin yang terjadi di rumahnya harus ia ceritakan pada Galang dan ibunya. Setelah merasa sangat yakin Alia berdehem kecil membuat kedua orang itu mengalihkan pandangannya kearah Alia.
“Mah,Lang. Sebenarnya ada yang ingin Alia sampaikan,” ucap Alia membuka suara.
“Menyampaikan apa Al, sepertinya serius” tanya Ibu Galang.
“Begini, mah, sebenarnya kemarin ada satu keluarga yang datang kerumah Alia menyampaikan niat baik mereka melamar Alia,” ucap Alia berhenti sejenak untuk melihat reaksi kedua orang tersebut. Wajah kaget itulah yang Alia tangkap dari keduanya. Apa lagi Ibu Galang yang terlihat paling kaget diantara yang lain.
“Tapi, sayang, kamu kan udah sama Galang. Lalu apa kamu dekat dengan laki-laki selain Galang?” tanya Ibu Galang.
“Nggak mah, Alia nggak deket sama laki-laki lain selain Galang di luar sana selama Alia menjalin hubungan dengan Galang. Dia teman SMA Alia sama Galang. Kemarin sebelum dia datang ke rumah sempat nggak sengaja ketemu di sekolah tempat Alia mengajar.” Jawab Alia menjelaskan sebelum Ibu Galang mengira ia menghianati Galang.
Alia menatap ke arah samping, dimana kekasihnya itu duduk. Galang diam tanpa mengucap sepatah katapun pandangannya pun kosong. Dada Galang sesak saat mengetahui kenyataan bahwa telah ada laki-laki yang melamar kekasihnya.
“Apa kamu sudah menerima lamaran laki-laki itu?” tanya Ibu Galang pada Alia. Lalu Alia menggelengkan kepalanya.
“Gilang kenapa kamu diam saja? Tanya Ibu Galang tak mengerti dengan anaknya itu yang malah diam saja. Alia menatap dalam kekasihnya itu, lalu beralih menatap mamah Galang.
“Mah, Alia selalu menanyakan pada Galang kapan Galang akan menikahi Alia, sudah sering sekali Alia meminta kepastian itu, bahkan sejak satu tahun lalu.” Alia berhenti sejenak, menatap kearah Galang yang masih juga diam dengan tatapan kosongnya. Alia menarik napas terlebih dulu lalu menghembuskannya kembali sebelum melanjutkan ucapannya.
“Sebulan lalu Alia kembali menanyakan hal yang sama pada Galang, tapi jawaban yang Galang berikan masih sama. Belum siap dan selalu meminta Alia menunggu sebentar lagi. Tapi hinngga saat ini pun, Galang belum juga memberikan kepastian pada Alia. Mah usia Alia sudah 25 tahun, bahkan sebentar lagi akan menginjak 26 tahun. Alia tidak berniat menyudutkan Galang. Alia hanya ingin kepastian Galang untuk menikahi Alia.” Pernyataan terdalam Alia yang membuat mata Ibu Galang berkaca-kaca.
“Iya Al, mamah mengerti. Semua butuh proses dan Galang butuh waktu untuk mempersiapkan itu.” Jawab Ibu Galang meyakinkan Alia.
Dengan keyakinan Galang pun akhirnya bicara.
“Siapa dia Al?” tanya Galang. Ibu Galang pergi meninggalakan keduanya.
“Dino Lang, kamu pasti tau. Dia teman kita SMA,” jawab Alia.
“Iya aku tau, dia itu menyukaimu sejak SMA Al. Dia laki-laki yang baik dan cocok sekali denganmu, aku merasa tidak pantas untukmu Al.” Kata Galang dengan penuh rasa kecewa.
“Apa maksudmu Lang?” Alia merasa kecewa dengan pernyataan Galang.
“Terimalah lamarannya Al, dia lebih baik dariku.”
Tanpa menjawab sepatah katapun Alia pergi meninggalkan Galang dan menemui Ibu Galang untuk berpamitan pulang. Di dalam mobil, Alia merasa tak berdaya, dengan apa yang terjadi padanya. Mengapa Galang tega mengatakan hal tersebut. Padahal satu-satunya laki-laki yang diharapkan Alia hanya Galang. Bukan Dino yang baik namun tak disukai Alia. Setelah sejenak merenung dalam mobilnya, Alia pun bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang tangis Alia pun pecah, ia tak mampu lagi menahan rasa kecewa yang cukup mendalam terhadap keputusan Galang.
Sesampainya di rumah Alia langsung memeluk ibunya. Tanpa mengucap kata apapun ibunya pun memeluk erat pelukan putri kesayangannya itu. Alia memang anak yang selalu menceritakan apapun yang dialaminya pada ibunya sampai-sampai sebelum Alia cerita, ibunya tahu apa yang terjadi padanya.

Terselip Bahagia dalam LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang