Possessive (2)

924 86 22
                                    


“Lalu bagaimana? Kau jawab apa?!”


Jinyoung berpikir sesaat ketika Daehwi bertanya antusias. Keduanya kini sedang menghabiskan weekend bersama dua orang teman lainnya— Lai Guanlin dan Hwang Hyunjin— untuk menonton film. Mengurungkan kencan Jinyoung dengan Jackson, si boneka gajah.

Nyaris saja Jinyoung tidak bisa ikut karena Minhyun— lagi-lagi kakaknya itu— melarang. Untungnya Daehwi cukup keras kepala sampai menjemput Jinyoung ke rumah dan menawarkan diri akan mengantarkan Jinyoung pulang dengan selamat. Meskipun Daehwi tahu itu artinya ia harus berkorban nyawa agar Jinyoung tak lecet sedikit pun kalau tidak ingin diamuk Minhyun.

“Aku tidak tahu, aku malu sekali,” jawab Jinyoung cepat seraya menutup wajah kecilnya dengan telapak tangan. Menahan semburat merah di wajahnya agar tak terlalu kentara.

Guanlin dan Hyunjin di belakang hanya dapat menghela napas. Dua pemuda yang berjalan di depan mereka ini terus saja membicarakan laki-laki yang semalam menelepon Jinyoung.

Memangnya mereka peduli? Dari cerita Jinyoung pun sepertinya sangat membosankan.

“Ayolah, berhenti membahas pria tidak dikenal itu,” celetuk Guanlin jengah. “Hey, Bae. Kalau kau mau berkencan, bukannya lihat dulu orang sekitarmu? Susah-susah mencari yang jauh.”

Daehwi tertawa keras membuat ketiga temannya itu kaget ditambah malu karena mendadak menjadi pusat perhatian.

“Astaga Guanlin, kodemu terlalu jelas. Too obvious! why not just tell him the truth?

None of your business, dude. Jangan ikut campur!” tukas Guanlin, menyerobot di tengah-tengah Jinyoung dan Daehwi lalu menggandeng Jinyoung yang masih dalam lamunannya sendiri.

"Kalian berdua jangan mulai bertengkar dengan bahasa alien lagi, kumohon," tukas Hyunjin jengah.

“Kita makan dulu sebelum menonton. Filmnya baru mulai satu jam tiga puluh menit lagi.”

Keempatnya lantas masuk ke sebuah restoran ayam goreng ternama yang tak jauh dari bioskop. Daehwi dan Hyunjin mengantre untuk memesan sementara Jinyoung dan Guanlin menunggu di meja. Dalam beberapa saat restoran itu ramai mengingat sekarang tengah jam makan siang.

Jinyoung merogoh ponselnya, semburat merah kembali menghiasi wajah kecil itu ketika mendapatkan pesan dari pria yang ia bicarakan dengan Daehwi sebelumnya.

“Siapa sih?” tanya Guanlin tak suka. Merebut ponsel Jinyoung dan menyimpannya di saku kemeja yang ia kenakan.

“Ya!! Lai Guanlin, kembalikan!”

“Tidak. Kau sedang bersamaku, jadi fokuslah sedikit.”

Jinyoung berdecak, menyangga dagunya dengan tangan seraya menatap Guanlin malas, “Kau tahu tidak? Kau seperti kakakku.”

“Tinggi dan tampan, ya, aku tahu,” balas Guanlin percaya diri.

“Heol, benar-benar persis,” Jinyoung berdecak kesal. Bahkan sifat kelewat percaya dirinya pun sama. Benar, seharusnya Guanlin saja yang jadi adiknya Minhyun.

“Jadi siapa pria itu?” tanya Guanlin serius, mengeluarkan ponsel Jinyoung dan memeriksa dengan santai seolah sudah biasa ia lakukan.

“Kwon Hyunbin?”

Pemuda manis itu mendengus. Guanlin ini benar-benar Minhyun versi sahabat. Posesif.

“Teman dekat Kak Minhyun, pernah satu tempat kursus denganku dulu,” jelas Jinyoung seraya merebut kembali ponselnya, namun kali ini ia simpan. Tak mau berdebat dengan Guanlin.

“Baru-baru ini aku bertemu dengannya lagi saat ke kampus Kak Minhyun, dan dia mulai mengirim pesan.”

“Pendekatan?” tanya Guanlin, mencibir. Pikirnya Guanlin tidak tahu?

“Kakakmu tahu soal ini?”

“Tentu saja tidak. Jika dia tahu, pasti dia akan marah besar. Dari dulu juga hanya Kak Seongwu temannya yang aku kenal.”

“Kak Seongwu tetanggaku?”

“Iya. Yang bawa motor besar kemana-mana. Dia keren.”

Guanlin mencibir. Padahal ia juga bawa motor besar sehari-harinya tapi Jinyoung tak pernah memujinya sekali saja. Apa ia tak menarik?

“Kak Minhyun sukanya bawa mobil, dia bilang lebih aman,” lanjut Jinyoung bercerita.

“Makanya aku ingin punya motor besar juga, biar keren seperti Kak Seongwu—“

“Pfftt— hAHAHAHA— astaga, kelepasan.”

Guanlin menutup mulutnya, menahan tawa yang hendak kembali meledak. Jinyoung, dirimu sudah lucu, tak perlu lagi untuk melucu seperti ini, pikirnya.

“Kau menertawakanku, Lai Guanlin!?”

“Maaf, aku tidak bermaksud. Tapi kurasa itu bukan ide yang bagus. Kakakmu pasti juga tidak setuju.”

Jinyoung menghela napas, bibirnya maju, cemberut karena perkataan Guanlin yang benar adanya.

Precious B♡ (oneshoot compilation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang