Untuk kesekian kalinya, Bae Jinyoung— pemuda manis dengan seragam SMA lusuh karena tak sempat ia setrika— tiba di sekolah lebih lambat dari pada seharusnya. Gerbang baru saja ditutup rapat sekitar 10 detik yang lalu dan fakta itu hanya membuatnya semakin kesal.
Kalau tahu begitu, mending dia sarapan dulu dan terlambat 30 menit juga tak masalah. Itu artinya ia benar-benar terlambat.
“Bomin, bukain dong tolong..” rengek Jinyoung pada temannya dari kelas sebelah, salah satu anggota OSIS.
Temannya itu berdecak, ia mau saja sih, tapi kan ada sekitar tujuh murid lainnya yang juga terlambat. Harus diapakan mereka semua?
“Bukannya gue ga mau, Bae. Tapi nanti mereka protes.”
“Yaudah bukain aja buat kita semua, ga usah hukum-hukuman lah hari ini. Ya? Ya?” bisik Jinyoung. Lengkap dengan senyum manisnya.
Bomin jadi dilema. Diliriknya murid-murid telat yang tampaknya juga sudah curiga pada mereka yang berbisik-bisik. Lagi pula ia heran sekali kenapa sejak naik kelas dua Jinyoung sering sekali terlambat.
“Suruh masuk aja semua.”
Langkah kaki dari sepatu pantofel mengalihkan atensi mereka. Begitu pula Jinyoung yang langsung mundur beberapa langkah dari pagar sekolah.
Itu Kim Yonghee, bukan bagian dari OSIS tapi cukup disegani siswa-siswi di sana. Jagoannya sekolah kalau sudah masalah ilmu eksak. Rumornya juga mengatakan kalau ia putra dari seorang menteri, tapi Yonghee dan kehidupan pribadinya cukup tertutup untuk dicari tahu.
“Di simpang empat depan sana hari ini lagi macet parah. Mungkin kebanyakan mereka rute pulang-perginya lewat sana. Lagian ini cuma 5 menitan, bukannya harus dikasih keringanan?”
Bomin terdiam. Murid-murid yang sedang menunggu di luar gerbang langsung menyahuti, setuju akan usul Yonghee. Tapi Jinyoung, yang tadi rela merayu Bomin justru terdiam.
“Bentar deh kalo gitu, gue tanya sama Pak—“
“Gue udah bilang ke Pak Seokhoon kok.”
Buru-buru Bomin mengangguk dan membuka lagi gerbang masuk. Setelah menepuk bahu Jinyoung sekilas, temannya itu pergi dengan kikuk. Jinyoung melirik Yonghee, mulutnya terbuka hendak mengucapkan terima kasih tapi ia urungkan, justru melangkahkan kakinya buru-buru ke kelas. Kelas yang juga sama dengan Yonghee.
“Lo cedera?” tanya pemuda tampan itu. Menghampiri Jinyoung yang beberapa langkah di depan.
“Eung?”
“Kaki lo ada cedera? Jalan lo aneh.”
“I— iya, gue kemaren jatoh dari motor,” jawab Jinyoung canggung.
Benar, ia memang suka— tertarik?— pada Yonghee, tapi mereka jarang berinteraksi meski berada di kelas yang sama sejak menjadi siswa baru, jadi percakapan seperti ini bukan hal biasa untuk keduanya.
“Motor?”
Dan lagi, Yonghee tak banyak bicara. Terkesan dingin. Itu membuat Jinyoung sungkan.
“Kemaren gue belajar motor sama Jeno— eh, udah dulu ya, gue makin telat masuk kelas nanti. Du— duluan ya.. Yonghee?”
Jinyoung langsung kabur begitu selesai bicara, meninggalkan Yonghee di halaman sekolah yang memandanginya tanpa ekspresi. Ah, terserah. Jinyoung tidak sanggup lama-lama bicara dengan Yonghee, ia jadi gugup. Sial, pasti Yonghee akan berpikir dirinya aneh.
.......
“Wah, terus gimana? Emang bener ya simpang empat depan lagi macet?— eh hape baru ya lo!?”
Jaemin, teman sebangku Jinyoung bertanya heboh. Keduanya kini tengah menghabiskan makanan mereka di kantin sekolah yang cukup ramai. Membahas kembali alasan mengapa Jinyoung datang terlambat dan bagaimana si tampan dan pintar, Yonghee menyelamatkannya— juga tujuh murid lainnya— dari hukuman.
“Tukar tambah doang kok— Padahal mah engga, Na. Gue pulang-pergi lewat situ terus kok, dan tadi pagi lancar-lancar aja.”
“Lo tuh denial banget tau ga, Bae?” Jaemin menatap malas sahabatnya itu. “Dia suka sama lo. Kalian tuh saling su—“
“Nana ih, mulai deh sembarangan.” Sela Jinyoung. Ekspresinya berubah masam.
Selalu saja, ketika Jaemin mengatakan sesuatu soal Yonghee yang menyukainya, Jinyoung menjadi sangat sensitif. Bukannya pemuda manis itu harusnya senang? Itu artinya perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.
“Gue emang suka sama Yonghee.. tapi ya gue mana panteslah.”
Keduanya lantas memilih diam. Jaemin memandangi sahabatnya itu khawatir. Ia yakin sekali Jinyoung sedang ada masalah yang disembunyikan darinya. Belum lagi fakta temannya itu selalu datang terlambat sejak naik ke kelas dua. Apa terjadi sesuatu di rumahnya?
Ah, tidak-tidak. Jangan bicara sembarangan. Jinyoung tak terlalu suka jika seseorang mengkhawatirkannya.