10

1.4K 157 2
                                    

.

.

.

Day 3

Seorang anak laki-laki berada didalam sebuah rumah sederhana. Ruangan tempatnya berdiri gelap dan sepi, tidak adakah yang menyalakan lampu atau cahaya apapun dirumah ini? Anak itu terus berjalan pelan memasuki ruangan dalam rumah itu.

Ruangan ini nampak seperti ruang tamu. Suasana terlihat redup, hingga ia perlu menyipitkan matanya dan berjalan perlahan dan hati-hati agar ia tidak menabrak. Sampai ia melihat tepat didepannya ada sebuah kamar yang pintunya sedikit terbuka, perlahan tangannya mendorong pelan pintu kayu didepannya itu dan mencondongkan tubuhnya untuk melihat isi kamar.

Sinar lampu kuning memberinya sedikit cahaya untuk melihat seisi kamar dengan baik meski remang-remang. Tapi tiba-tiba anak itu mundur selangkah sesaat setelah pintu itu terbuka lebar. Matanya menatap sepasang kaki tergantung, anak itu mengangkat kepalanya dan melihat seorang wanita tergantung dilangit-langit ruangan itu. Tak ada darah, tak ada luka, dan kamarnya pun rapi. Hanya seorang wanita terlilit tali dilehernya. Matanya terbuka seolah menjawab tatapan anak itu.

Anak itu melangkah mundur, wajahnya jelas menunjukkan raut ketakutan. Airmata mengalir begitu saja dari wajahnya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Matanya berkeliling mencari seseorang yang bisa menolongnya.

Ditengah kebingungannya, ia melihat seorang pria paruh baya mendekatinya. Langkahnya tersendat, wajah pria itu menunjukkan ekspresi menahan sesuatu yang sangat menyakitkan. Anak itu berjalan mendekati pria itu. Sampai mereka hanya berjarak satu meter, pria itu jatuh tepat disamping kaki anak itu dan menampakkan sebilah pisau tertancap dipunggungnya.

Rasa ketakukan yang semakin besar meliputi anak itu, kakinya sudah beranjak menjauh jika pria didepannya itu tidak memegang kakinya. Tapi justru genggaman tangan orang itu membuatnya terduduk lemas.

"Ap-pa...appa...,"anak itu menangis menjadi-jadi memegang bahu pria yang dipanggilnya "appa" itu, saat ini dia benar-benar ketakutan.

"Kha! Pal-li kha! Di-sini ti-dak am-man!Per-gi!,"pria itu mendorong anak itu hingga ia terjatuh kebelakang menjauhinya.

Dari dalam ruangan tempat pria yang dipanggilnya "appa‟ itu keluar, terdengar suara barang di banting, sebelum akhirnya seorang pria menunjukkan dirinya didepan pintu ruangan itu. Mata mereka beradu, anak itu dapat melihat wajah orang yang melakukan hal keji pada kedua orang tuanya.

"PER-GI!Jang-an-kem-ba-li!Akkhh!,"anak itu berlari keluar rumah mendengar teriakan ayahnya. Ia berlari sekuat dan sejauh mungkin hingga tanpa melihat jalan didepannya. Kaki kecilnya tiba-tiba terantuk batu dan membuatnya melayang dan terjatuh.

BRUKK!!

"Jungkook-ah!,"suara Jihyun terdengar saat ia mencoba memperjelas pandangannya yang buram.

Jungkook tersentak, bangun dari tidurnya. Ia merasakan kepalanya yang pening, sepertinya karena ia terbangun dengan terkejut.

"Akh!,"Jungkook menyentuh wajahnya yang memar dan penuh keringat. Ia masih terbaring dikasur dan dapat merasakan ada selang oksigen dan beberapa plester diwajahnya.

"Ada apa nak?Ada yang sakit?,"Jihyun berdiri disamping tempat tidur Jungkook.

"aku...mimpi,"jawab Jungkook singkat setelah menggelengkan kepalanya. Ia mencoba mengingat mimpinya tapi agak susah.

"Kau mimpi apa, nak?Mimpi buruk kah?Kau terlihat sangat gelisah,"Jihyun tampak mengelus rambut Jungkook, wajahnya terlihat kelelahan karena menjaga Jungkook seorang diri.

"Appa?,"ucap Jungkook lirih, matanya menatap kearah lain.

"Ne?Kau bilang apa nak?,"Jihyun mendengar apa yang Jungkook katakan hanya saja ia tak percaya anaknya memimpikan ayahnya, apa Jungkook mengingat ayahnya?

"Aniyo, eomma. Berapa lama aku tidur?"Jungkook memilih tidak menjawab pertanyaan ibunya setelah mendapat teguran dari ayahnya 'hanya kau yang melihatku'.

"Satu hari penuh. Ini sudah malam, tidurlah lagi."

"Aku tidur selama itu?"

"Ne. Setidaknya sekarang kau sudah bangun. Istirahatlah lagi, eomma akan menemanimu."

"Aniyo Eomma, istirahatlah, aku tidak apa-apa. Aku tidak mau eomma sakit."Jungkook menambahkan.

"Aniya, eomma tidak apa-apa."

"Aku tidak mau tidur, jika eomma tidak mau tidur."

"Baiklah eomma istirahat tapi kau juga harus tidur lagi, ne?,"Jihyun berjalan menuju sofa setelah mendapat senyuman dari Jungkook dan langsung terlelap begitu merasakan nyamannya sofa.

Setelah menunggu sepuluh menit dan yakin ibunya sudah tidur, Jungkook baru membuka mulutnya.

"Appa, kau kesini, ada apa?,"tentu saja panggilan itu ditujukan pada ayahnya yang sedari tadi berada di kamarnya.

"Menjagamu,"jawabnya singkat sambil berjalan mendekati ranjang Jungkook.

"Untuk apa?"

"Menjagamu agar tidak takut karena hantu-hantu usil kemarin."ayahnya tak keberatan meski ia tahu Jungkook akan menyebutnya hantu juga.

"Appa tahu dari mana mereka menggangguku?"

"Begitu appa datang, mereka pergi. Appa sempat melihatmu sangat ketakutan sebelum kamu tertidur karena obat bius."

"Appa terlalu lama datang, aku sudah hampir gila rasanya."

"Mianhae Jungkook-ah. Ahh, wajahmu kenapa?"

'Ternyata appa tidak selalu mengikutiku. Sebaiknya appa tidak perlu tahu.'batin Jungkook.

"Tidak apa-apa, hanya masalah kecil."

"masalah apa?Ini terlihat seperti luka memar, kau berkelahi?,"ayah Jungkook menyentuh luka Jungkook tapi tentu saja Jungkook tidak merasakan sakit.

"Aku mau tidur lagi. Kepalaku pusing."dan tentu saja ini hanya alasan agar ayahnya tidak bertanya lebih jauh.

"Hem, tidurlah. Appa disini untukmu."Ayah Jungkook menyilangkan tangannya didada. Melihat Jungkook terpejam, lalu sebelah tangannya terulur mendekati Jungkook.

"Gumawoyo, appa."ucap Jungkook tanpa membuka matanya, ia merasakan angin sejuk mengalir dari kening ke kepalanya, menyadari ayahnya sedang mengusap kepalanya. Sementara ayahnya hanya tersenyum mendengar kata-kata Jungkook yang tak pernah didengarnya sejak lama, sejak sebelum kematiannya.

TBC

Annyeong chingu,
Part ini sedikit sekali...author juga baru sadar kenapa part ini sedikit sekali..mianhae...
Keep reading, jangan lupa vote dan commentnya. Gumawo..
👋

A piece of memory ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang