BAGIAN 2

728 25 0
                                    

Dugaan Arini memang tepat. Begitu muncul, Ki Sawung langsung menyambutnya dengan hangat. Disediakannya dua kamar berdampingan yang terbaik di penginapannya. Laki-laki berusia lanjut itu tidak banyak bertanya atas kedatangan mereka di saat malam sudah datang menyelimuti Desa Jati ini. Sudah sering Arini datang ke penginapan ini. Juga murid ayahnya.
Setelah mengisi perutnya, Arini keluar dari kamarnya. Matanya melirik ke kamar yang ditempati Jarwa. Keningnya agak berkerut, melihat pintu kamar itu sedikit terbuka. Perlahan gadis itu menghampiri. Diintipnya sedikit dari celah pintu. Kosong.... Tak ada seorang pun di dalam sana.
“Kakang...,” panggil Arini seraya mendorong pintu kamar itu.
Perlahan-lahan pintu kamar itu terbuka. Benar-benar kosong, tak ada seorang pun di dalam. Bahkan tempat tidurnya saja masih rapi, seperti belum tersentuh. Gadis itu mengedarkan pandangan berkeliling. Matanya tertuju pada baki perak yang terletak di meja dekat pembaringan. Arini melangkah masuk dan menghampiri meja kecil itu.
Dibukanya penutup baki. Keningnya jadi berkerut. Hidangan di dalam baki ini masih utuh, tak tersentuh sedikit pun juga. Mendadak saja wajah gadis itu jadi memerah. Mulutnya mendesis geram, lalu membanting tutup baki itu.
“Kurang ajar...! Awas kau, berani pergi tanpa pamit..!” geram Arini merasa dibohongi.
Bergegas gadis itu melangkah ke luar. Namun belum juga kakinya melintasi pintu, mendadak saja Jarwa muncul. Hampir-hampir mereka bertabrakan kalau tidak sama-sama melompat mundur.
“Arini..?! Sedang apa kau di sini?” tanya Jarwa terkejut begitu mengenali gadis di dalam kamarnya.
“Dari mana kau?!” dengus Arini malah balik bertanya.
Jarwa melangkah masuk dan membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar. Diliriknya tutup baki yang tergeletak di lantai, lalu dipungut dan diletakkan pada tempatnya. Sedangkan Arini hanya memandangi dengan mata mendelik lebar.
“Mau coba-coba meninggalkan aku, ya...?!” lagilagi Arini mendengus ketus.
“Untuk apa...? Aku hanya keluar sebentar membeli tembakau,” sergah Jarwa jadi ikut sewot. “Kalau tidak percaya, nih lihat..!”
Jarwa menunjukkan bungkusan daun pisang berbentuk kerucut. Arini tahu, bungkusan itu berisi tembakau, seperti yang dibeli ayahnya setiap kali datang ke desa ini. Sementara Jarwa menghampiri jendela, dan membukanya lebar-lebar. Angin malam yang dingin langsung menerobos masuk ke dalam kamar ini, membuat suasana yang agak tegang tadi perlahan mendingin. Sedingin hembusan angin malam ini.
Pemuda itu menghempaskan tubuhnya, duduk di kursi dekat jendela. Sedikit pun tidak dipedulikannya Arini yang masih saja berdiri memperhatikan. Jarwa malah asyik melinting tembakau dan membakarnya. Begitu nikmatnya asap tembakau itu dihisap, dan dipermainkannya menjadi bulatan-bulatan kecil. Bau harum daun tembakau menyeruak ke dalam hidung Arini.
“Sudah makan?” tanya Jarwa seraya berpaling sedikit menatap gadis itu.
“Sudah,” sahut Arini singkat.
“Kalau masih kurang, makan saja punyaku. Aku masih kenyang,” ujar Jarwa lagi.
Arini tidak menyahuti, tapi malah melangkah menghampiri pembaringan dan duduk di sana. Direntangkan kakinya, dan disandarkan punggungnya ke dinding yang terbuat dari belahan papan. Bola matanya terus memperhatikan Jarwa yang tetap asyik mempermainkan asap tembakau.
Jarwa melirik sedikit pada gadis itu, namun cepat mengalihkan ke arah lain. Seperti disengaja, Arini menggeliatkan tubuhnya. Mau tak mau, belahan dadanya agak tersingkap. Lagi-lagi Jarwa melirik ke arah gadis itu. Dadanya jadi berdebar kencang melihat lekukan dada yang agak terbuka. Pemuda itu cepat bangkit berdiri dan membuang puntung tembakaunya ke luar jendela.
“Aku ingin keluar sebentar. Kau jangan ke mana-mana,” pamit Jarwa.
“Ingin ke mana lagi...?” tanya Arini.
“Mencari keterangan, kalau-kalau ada yang tahu si gila itu,” sahut Jarwa.
Bergegas pemuda itu melangkah ke luar. Arini cepat bangkit dan mengejar pemuda itu. Namun Jarwa terus saja melangkah tidak peduli. Dan Arini menghentikan langkah saat berada di depan pintu kamarnya sendiri. Matanya hanya memandangi saja punggung pemuda itu, sampai lenyap di tikungan.
“Huuuh...!” Arini mendengus panjang. Dia membuka pintu kamarnya dan cepat masuk. Seperti sedang kesal, dibantingnya pintu kamar itu hingga tertutup dan menimbulkan suara keras bagai hendak meruntuhkan seluruh dinding penginapan ini.
Sementara Jarwa sudah berada di luar rumah penginapan Ki Sawung. Langkahnya berhenti sebentar, lalu matanya menatap ke arah jendela kamar Arini. Napasnya sedikit dihembuskan. Dia cepat keluar, sebenarnya bukan untuk apa-apa. Tapi, hanya ingin menghindar saja dari gadis itu. Dia tidak ingin tergoda oleh sikap Arini yang begitu bebas, seakan-akan mengundang. Jarwa terus mengayunkan kakinya meninggalkan penginapan itu. Sementara di dalam kamar, Arini memperhatikan dari balik jendela yang sedikit dibuka.

57. Pendekar Rajawali Sakti : Penjagal Bukit TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang