"Gue pengen jadi kucing aja, kalau mau tidur tinggal tidur, gak perlu capek-capek mikirin beban hidup"
***
"Ini mau kemana siih"
"turunin gue disini sekarang, gue mau pulang!", rara tak henti-hentinya merengek kepada pemilik mobil yang sedang ia tumpangi, agar dia diturunkan dari mobil itu segera. Tetapi tak ada respon dari rangga, rangga tak menggubrisnya dan hanya fokus menyetir.
Hingga mobil hitam itu memasuki komplek yang berisikan jejeran rumah yang mewah. Rangga memberhentikan mobilnya ketika sudah memasuki halaman rumahnya.
***
"Dimana nih?", tanya rara karna sekelilingnya tampak asing.
"Rumah gue", jawab rangga singkat
"Trus ngapain lo nyulik gue ke rumah lo?", rara semakin kesal sejak tadi ia bertanya, hanya di jawab singkat oleh lawan bicaranya.
"Bisa nurut aja gak sih!? Berisik banget!, ikutin gue", tatapan dingin itu membuat rara tak berani mengeluarkan suaranya lagi. Rara hanya bisa pasrah mengikuti arah rangga berjalan.
'Napa jadi dia yang marah dah, harusnya kan gue, sumpah gak jelas bat ni orang', ingin rasanya rara menjambak rambut rangga saat ini, tapi dia mengurungkan niatnya karna tenaganya tidak mungkin bisa menang melawan rangga.
"Rumah lo... Besar banget ya, tapi kok sepi banget", rara takjub melihat kemegahan di rumah rangga, kekayaan rangga tidak diragukan lagi hanya dengan melihat seisi rumahnya.
"Trus kita mau kemana ? Dan.. Mau ngapain?", rara tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Ke kamar gue", ucap rangga masih dengan tampang datarnya.
Rara tersontak kaget dan langsung menyilangi tangannya di depan dada. "Lo.. Mau ngapain! Jangan kira lo ganteng jadi bisa seenaknya, lo pikir gue mau apa! Jangan macem macem ya lo ama gue!" , rara menatap rangga waswas.
"Dih siapa juga yang selera ama badan datar kayak lo" , ucapan rangga seperti sengatan bagi rara.
"Kurang ajar", kesabaran rara sedang diuji sekarang.
Rangga membawa rara masuk ke dalam lift rumahnya. Rara hanya diam tak berkutit. Rumah macam apa yang mempunyai lift pribadi didalamnya.
Rangga menekan tombol angka tiga, yang artinya mereka akan menuju lantai tiga. Selama didalam lift tidak ada yang mengeluarkan suara. Sampai akhirnya 'ting' bunyi lift terbuka.
Rara masih setia mengikuti rangga dibelakang.
"Kok dari tadi gue gak ada ngeliat satu orangpun dirumah ini?" , heran melihat rumah besar tapi terasa seperti sedang berada di kuburan, saking sunyinya.
"Orangtua gue lagi kerja dua-duanya"
"Pembantu lo gak ada?"
"Bi ijum lagi sakit jadi gak masuk kerja untuk beberapa hari, banyak tanya lo ah! Awas aja lo nanya lagi, gue bakal ngelakuin hal yang gak diinginkan!" , jawab rangga kesal sedari tadi rara tidak bisa menutup mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Same Taste
Ficção AdolescenteRANGGA PUTRA MAHENDRA, cowo dingin yang memiliki tampang diatas rata-rata mampu membuat siapapun yang memiliki akal sehat terpesona terhadap kharismanya. Rangga selalu bermuka datar kepada siapapun termasuk kedua orangtuanya. Entah sejak kapan dia b...