6. Yang Ganteng II

3 4 0
                                    

Sore itu, cuaca sangat dingin. Sangking dinginnya hari itu, para penduduk lebih memilih untuk tinggal di rumah masing-masing untuk menghangatkan tubuh mereka ketimbang keluar rumah.

Tapi tidak untuk sepasang muda-mudi yang memakai pakaian tebal itu. Mereka berdiri berhadap-hadapan dengan wajah yang merona kemerahan, entah karena dinginnya cuaca atau karena perasaan yang tengah membuncah.

Merasa tak tahan keadaan yang canggung, si gadis membuka suaranya terlebih dahulu, "Soobin-ah..." Panggilnya dengan suara yang selembut mungkin.

Si laki-laki tampan yang sedari tadi menunduk mengangkat wajahnya sedikit, menatap gadis dihadapannya yang jauh lebih pendek darinya.

"Chilli-ah..."

Wajah si gadis semakin merona kala namanya dipanggil, "Hm?" Balasnya.

Mereka sama-sama mendongak ketika salju perlahan turun, membuat udara di sekitar mereka semakin dingin. Tapi hal itu tidak mampu mengurungkan niat mereka.

Si pria mendekatkan wajahnya ke si gadis bersiap untuk menciumnya, sambil sebelumnya berkata, "Sarang---"

Plak!

"Sialan!" Umpat Qillia.

Mata gadis itu dipenuhi amarah kala mendapati seorang cowok dengan tampang tidak berdosa yang sedang asyik mengunyah permen karetnya itu, duduk di samping dirinya.

Siapa lagi kalau bukan Alca?

"Dikit lagi, Alca! Dikit lagi khalayan gue menjadi sempurna!" Teriak Qillia tepat di depan wajah Alca.

Alca mendesis, "cuma khayalan doang,"

Wajah Qillia merengut. Pagi ini dia berangkat ke sekolah bersama ibunya, jadi tidak sempat menyapa Alca. Mereka itu harus bertemu setiap saat sepertinya.

Alca tidak peduli pada Qillia yang terus mencak-mencak kepadanya, perhatiannya malah tertuju pada gerombolan–yang tiba-tiba saja terbentuk di depan kelasnya.

"Alca sial! Alca burik! Alca--pffft!!" Qillia berhenti mengumpat ketika tangan besar Alca menutup mulutnya, bahkan hampir mengenai hidungnya untuk berhenti bernafas.

"Sst! Diem, gak boleh ngomong kasar! Ntar mulut lo bau."

Qillia melepas paksa tangan Alca dari mulut–atau wajahnya mungkin lebih tepatnya. Matanya menatap horor Alca yang sedang sibuk menatap kelasnya, yang ada di bawah kelas Qillia.

Dengan polos, Qillia menyeletuk, "Gitu, ya?"

Alca tidak menghiraukan perkataan Qillia, dia malah menarik gadis itu, "ke kelas gue, temenin!" Itulah jawabannya ketika ditanya Qillia.

Gini-gini Alca juga manusia yang bisa penasaran dengan keadaan. Apalagi kalau kelasnya tiba-tiba heboh begini, ada orang luar yang ikutan nonton lagi. Jangan-jangan ada yang bertengkar lagi? Wah, ini tidak bisa Alca lewatkan, dia kan juga pengin nonton.

Alca yang jurusan IPA, berbeda dengan Qillia yang IPS membuat mereka tak hanya beda kelas tetapi juga beda gedung. Kelas anak sebelas yang jurusan IPA ada di seberang IPS kelas sebelas dengan lapangan basket di tengah mereka untuk memisahkan.

Saat sampai dikelas, Alca dengan santainya mendorong bahu-bahu para perempuan yang berdesakan di depan pintu kelasnya–tentu saja masih sambil menyeret Qillia. Umpatan yang hampir keluar Alca dengar, tapi tidak jadi. Kalau ditanya kenapa hampir? Tentu saja jawabannya, "cogan mah bebas."

Disaat Alca dan Qillia sudah masuk ke dalam kelas, cowok itu justru menatap heran kelasnya. Tidak ada perkelahian seperti yang diharapkannya, hanya ada seorang cowok–oke harus Alca akui cowok itu tampan–yang kelihatan repot mengurus perempuan-perempuan yang bertanya padanya atau sekedar caper.

Tapi...

Tidak dengan Qillia, gadis itu sudah berloncat bahagia.

Mau tahu siapa cowok itu?

Itu adalah cogan yang tidak sengaja terlibat drama kemarin di cafe.

Mari kita mundur ke kemarin sore.

"Lo...ganteng banget..." Puji Qillia dengan mulut yang Alca rasa tidak dapat ditutup rapat itu.

Sesaat, Alca dan cowok yang tidak diketahui namanya itu terdiam.

Cowok itu menganga, dengan suara "hah?" Yang keluar.

Sementara Alca sudah menarik kembali tangan Qillia dengan kasar, karena mood nya buruk.

Tapi cowok-yang-tidak-diketahui-namanya-itu menarik tangan Qillia, tidak mau mengalah dengan Alca.

"Udah gue bilang jangan kasar sama cewek!" Ulangnya dengan kata penuh tekanan.

Alca mengusap wajahnya frustasi. Mengapa kini dia seperti pacar jahat yang akan memukul Qillia? Ya ampun!

Alca menghela nafasnya panjang, lalu berkata "ini nggak seperti yang lo pikir. Jadi biarin ka––"

Belum sempat Alca selesai berbicara, tiba-tiba Qillia nyeletuk, dengan cengiran bodoh yang tidak lupa berhias diwajahnya.

"Gue kayak di drama Korea, deh! Di tarik ma cogan. Hehe..."

Cowok-yang-tidak-diketahui-namanya-itu menganga tak percaya, tangannya yang memegang tangan kiri Qillia pun melonggar. Alca–yang sudah biasa mendengar celetukan aneh Qillia–memanfaatkan kelengahan cowok itu dan langsung menarik Qillia menjauh, lebih mirip seperti sedang kabur lebih tepatnya.

Walau begitu, Qillia masih sempat-sempatnya melayangkan kiss bye kepada cowok yang masih menganga itu, lengkap dengan senyuman sintingnya.

Seketika...

Cowok-yang-tidak-diketahui-namanya-itu menyesal menolong Qillia.

***

Minggu,
19 Januari 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My GOBS NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang