4. Ancaman

28.3K 515 44
                                    

Alice mengembuskan napas kasar untuk kesekian kali, memutar bola mata malas sembari melipat tangannya di depan dada. Ingin sekali ia menggetok kepala orang di depannya, tapi ia masih menahan diri untuk tidak melakukan hal tersebut.

"Hello, excuse me." Suara Alice mengudara, menarik perhatian si pengendara motor besar yang melaju pelan. "Bisa turunkan aku saja? Aku ada kelas pagi dan aku bisa terlambat jika kamu mengendarai motornya seperti ini," geram Alice, tak bisa bersabar lagi.

"Bukannya tadi lo yang minta pelan," sahut orang itu yang tak lain Ragas, melirik ke kaca spion untuk melihat ekspresi wajah Alice. Ia tersenyum geli ketika Alice memberinya dengkusan sebal saat mata mereka tak sengaja saling beradu.

"Pelan bukan berarti selambat siput begini. Bahkan kura-kura mungkin lebih cepat dari motor butut ini!" sarkas Alice dengan nada ketus.

Bukannya marah, Ragas malah tergelak mendengar ejekan Alice tentang motornya. Ia menyeringai, lalu berkata, "Jadi lo maunya gimana? Cepetin lagi?"

"Ya iya——" Baru saja mulut Alice mengeluarkan suara, tiba-tiba ia tercekat bersamaan dengan tubuhnya yang spontan terdorong maju menabrak punggung Ragas. "Aaa!" Ia memekik. Belum  cukup membuat Alice kaget, kini laju motor yang berubah kencang itu membuat Alice menjerit-jerit histeris. "Ragas!!!"

Ragas tertawa puas, tak peduli akan jeritan Alice. Justru semakin kencang Alice berteriak, maka ia akan menambah laju motornya. Seakan menantang maut, seolah nyawa keduanya tak lagi berarti.

"Ragas!"

"Are you crazy!"

"Stupid!"

Sepanjang jalan, Alice meneriaki Ragas, melontarkan berbagai macam kata mutiara yang sebenarnya pantang untuk ia ucapkan. Jika mamanya tahu, mungkin Alice akan dihukum dan mendapat ceramah panjang tentang sopan santun dalam bertutur kata.

"Ragas, setop!"

"Apa kamu berniat membunuhku?" Alice terus berteriak di dekat telinga Ragas, bersaing dengan suara angin yang lebih dominan.

"Lo ngomong apaan? Gue nggak denger!" Ragas menyahut, tapi ucapannya malah membuat Alice makin gondok.

"Berhenti!" teriak Alice untuk kesekian kali.

"Apaan, kurang kenceng?" Ragas sengaja memprovokasi. "Oke, gue tambahin lagi." Dan jeritan Alice sukses menarik perhatian pengendara lain. Namun, Ragas seakan tak peduli dengan sekitar dan melajukan motornya dengan kecepatan penuh, menyelinap di antara kendaraan lain.

Dengan kecepatan penuh di atas rata-rata, tak butuh waktu lama sampai motor Ragas memasuki gerbang kampus. Kedatangannya sukses menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang baru datang maupun yang berada di sekitar area kampus. Hal yang sering terjadi setiap kali Ragas tiba di kampus, tapi kali ini ada yang berbeda. Para mahasiswa tampak terbengong-bengong dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu ketika teriakan Alice terus terdengar mencaci maki Ragas.

"Ragas! Kamu berengsek!" Bahkan tanpa sadar Alice meneriakkan kata-kata kasar kepada Ragas saking emosinya.

Mendengar apa yang baru saja Alice ucapkan, Ragas spontan menghentikan motornya mendadak. Alhasil Alice terdorong maju, jidatnya membentur kepala Ragas.

"Aww!" Alice mengusap jidatnya, meringis menahan sakit. "Heh!" Lalu bersiap menyemprot Ragas. Tapi ketika lelaki itu menolehkan kepala ke belakang dan menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, Alice langsung mengatupkan bibirnya.

"Apa lo bilang barusan?" ucap Ragas, dingin.

"Ap-apa?" Alice jadi gugup.

"Lo barusan bilang apa?" ulang Ragas, sorot matanya seperti akan melahap Alice hidup-hidup.

Bad Boy On My Bed (Re-Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang