2. Pengganggu

35.3K 565 69
                                    

Alice baru saja selesai mandi, melangkah keluar dari kamar mandi sembari menggosok rambutnya yang basah. Ia mendekat ke meja belajar, di mana suara dering ponsel menarik kakinya mendekat. Melihat mamanya menelepon buru-buru ia mengangkat panggilan tersebut. "Halo."

Terdengar suara sang mama di ujung telepon menyapa sekaligus menanyakan keberadaan Alice yang tak menjawab telepon dari sore. "Maaf Ma, Alice tadi pulang langsung tidur. Bangun jam enam, terus buru-buru mandi. Ini baru selesai."

Alice menarik kursi belajar, mendaratkan bokongnya di sana sembari mendengarkan seksama mamanya yang terus berbicara di telepon.

"Jadi mama nggak pulang malam ini?" Alice menghela napas panjang ketika sang mama memberitahu akan long shift akibat ada salah satu Dokter yang berhalangan hadir dan UGD kekurangan Dokter jaga. "Hem." Alice hanya bergumam mendengarkan penjelasan mamanya. Ini bukan yang pertama kali, jadi Alice sebenarnya sudah terbiasa ditinggal sendiri. Apalagi semenjak mamanya dipindah tugaskan ke Jakarta, waktu dan prioritas mamanya lebih tercurahkan ke pekerjaannya sebagai Dokter ketimbang pada Alice, anak semata wayangnya.

"Iya, nanti Alice bisa pesan gofood kok. Mama nggak perlu khawatir. Mama juga jangan lupa makan, semangat, ma, bye." Setelah mengiyakan perintah mamanya untuk tidak melewatkan makan malam, Alice mengakhiri sambungan telepon.

Alice kembali menghela napas panjang, melempar ponselnya ke atas meja belajar. Hari-harinya membosankan, terkadang ia merasa kesepian, seperti sekarang. Alice membuka tasnya, mengeluarkan buku-buku, mencoba mencari kesibukan dan saat itulah ia baru tersadar jika buku diarinya tidak ada di dalam tas.

"Cowok rese!" Alice melempar kasar tasnya ke meja, emosi ketika teringat jika buku diarinya diambil oleh Ragas waktu di kantin. "Dasar cowok nyebelin!" Mood belajarnya langsung lenyap.

Bersamaan dengan itu terdengar suara bel rumahnya berbunyi. Mau tidak mau Alice bergegas keluar kamar, setengah berlari menuruni tangga. Ia mempercepat langkahnya ketika suara bel semakin terdengar memburu tak sabaran.

"Iya, sebentar!" teriak Alice, berharap orang di luar pintu berhenti menekan bel. "Siapa sih, nggak sabaran banget. Apa nggak tahu cara bertamu yang sopan? Udah kayak debt collector nagih utang," gerutu Alice sepanjang jalan menuju pintu.

Namun, sepertinya orang di luar pintu memang tidak mengenal kata sabar. Alih-alih berhenti menekan bel, malah semakin gila memainkan bel pintu. Tentu saja hal tersebut membuat Alice geram, tersulut emosi untuk memaki orang tersebut. Tapi ketika pintu terbuka lebar, Alice langsung terperangah melihat siapa yang ada di luar pintu.

"Hai." Seseorang muncul dengan senyum tanpa dosa, melambaikan tangan pada Alice.

Alice menganga, semua umpatan tertahan di tenggorokan. Siapa kira jika tamu tak diundang yang memainkan bel rumahnya secara membabi buta ternyata Ragas, tetangga sebelahnya yang sangat menyebalkan.

"Mau apa kamu kemari?" Alih-alih menyambut Ragas, Alice malah memasang wajah galak. Menunjukkan betapa tidak sukanya ia melihat Ragas di depan rumahnya.

Ragas mengangkat paper bag yang ia tenteng sejajar dengan mukanya. "Dari mama, takut lo mati kelaparan."

Alice sudah akan menolak pemberian itu, tapi Ragas lebih dulu masuk menerobos dirinya yang berdiri di ambang pintu. Spontan Alice berbalik, berniat meneriaki Ragas yang masuk ke rumahnya tanpa izin. Tapi lagi-lagi cowok itu lebih dulu berbicara sebelum sempat Alice mengeluarkan kata-katanya.

Bad Boy On My Bed (Re-Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang