Alice mengusap kasar wajahnya berkali-kali. Kejadian tadi pagi terus berputar-putar di dalam kepala, bagaikan kaset rusak dan si wajah cowok menyebalkan, tetangganya itu terus menari-nari lincah di dalam sana. Sekeras apa pun usahanya untuk melupakan kejadian itu, nyatanya hal tersebut justru semakin memicu ingatannya terus memutar kejadian tersebut.
Beruntung tadi pagi mamanya tidak menaruh curiga, meski sempat mempertanyakan suara laki-laki yang didengarnya di dalam kamar. Alice pun mengarang cerita, mengatakan kalau suara yang didengar mamanya itu dari video yang tengah ia tonton di ponselnya dan mamanya percaya begitu saja.
Namun, gara-gara kejadian itu membuat Alice tidak bisa berkonsentrasi selama mengikuti kelas. Bahkan sampai sekarang, rasanya Alice ingin mengebor kepalanya dan menyingkirkan mahluk menyebalkan yang terus menari-nari di dalam sana. Tarian konyol dengan hanya mengenakan bokser ketat. Itu gila!
"Hai." Suara bass menginterupsi Alice, menarik atensinya pada seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
Alice melotot, tercengang melihat sosok yang duduk di sampingnya. Bahkan sosok itu dengan lancang mengambil minumannya tanpa izin dan menyeruputnya sampai habis tak bersisa.
"Kamu?" Emosi Alice seketika mencuat ke ubun-ubun, menatap garang si pencuri es jeruknya.
"Manis, kaya lo," komentar orang itu sembari menyeka bibirnya, seakan puas setelah menghabiskan es jeruk milik Alice.
Apa dunia sesempit ini?
Alice tak habis pikir, kenapa dunia begitu sempit. Setelah mengacaukan pikiran dan membuat suasana hatinya memburuk, sekarang orang itu justru muncul di hadapannya. Seakan takdir sengaja mengejeknya, membuatnya sangat ingin marah.
Ya, orang yang duduk di samping Alice sekaligus yang menghabiskan minumannya ialah Ragas. Ragas Aldebaran. Cowok yang sedari tadi mengusik pikiran Alice dan sangat ingin ia singkirkan dari dalam kepalanya.
"Heh!" Alice menggebrak meja, tak peduli jika suara yang ditimbulkan menarik perhatian sekitar. Di mana kantin saat ini lumayan ramai oleh para mahasiswa. "Apa kamu nggak pernah diajarin sopan santun? Yang barusan kamu lakukan itu mencuri namanya!" tukas Alice, emosi. Tangannya terkepal di atas meja, berhasrat sekali untuk memberikan tinju ke wajah Ragas yang menyebalkan.
Ragas menaikkan sebelah alisnya. "Mencuri?" Lalu ia terkekeh geli. "Lo ternyata lucu juga ya. Dan thank's buat es jeruknya."
Alice memutar bola mata, muak. "Nggak jelas!"
Ragas terkekeh geli melihat respon Alice, bibir mungil yang sedang berkomat-kamit menggerutu dirinya itu terlihat sangat imut. Membuat sesuatu dalam dirinya merongrong, menginginkan bibir mungil itu untuk dilahap habis. Tapi Ragas cukup waras untuk tidak melakukannya, meski itu artinya ia harus menahan diri.
"Lo jurusan TI juga? Berarti kita satu jurusan, tapi kok gue jarang lihat lo." Ragas kembali membuka obrolan ketika netranya tanpa sengaja melihat buku-buku Alice yang ada di meja.
Alice mengembuskan napas kasar, malas meladeni Ragas. Tapi bibirnya berkhianat, karena tanpa bisa dicegah mulutnya langsung nyerocos. "Nggak heran, gimana mau tahu kalau absen aja nitip. Ke kampus cuma buat nongkrong sama hunting cewek. Bahkan aku heran kenapa pihak kampus masih mempertahankan mahasiswa seperti kamu! Nggak guna!"
Bukannya tersinggung oleh kata-kata Alice, Ragas malah tertawa renyah menanggapi ocehan gadis itu. "Wah, kayanya lo tahu banget soal gue. Apa lo selama ini diam-diam memperhatikan gue? Atau jangan-jangan lo naksir sama gue?" Ragas mencondongkan kepalanya ke depan wajah Alice. "Lo suka gue?"
Alice semakin melotot, matanya nyaris lompat ketika beradu tatap dengan mata Ragas yang hanya berjarak sejengkal. Alice mematung untuk sepersekian detik, seluruh sarafnya menegang bersamaan dengan degup jantung yang berpacu di luar kendali. Hingga suara Ragas kembali terdengar menyapa gendang telinganya, membuatnya seketika tersadar dan sangat ingin mengumpat kasar pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy On My Bed (Re-Publish)
RomantikAlice Olivia Hansen terguncang di pagi hari saat mendapati seseorang berada di atas tempat tidurnya. Seperti dihimpit batu besar, Alice melebarkan mata dan merasa dadanya begitu sesak ketika mengenali sosok itu yang tak lain tetangganya sendiri. Rag...