×Gavin pov×
Tidak.. kenapa terus menyerang,kenapa terus tertanam.
Rasa apakah ini aku tak bisa menganalisanya bagai mati rasa yang tak bisa diartikan. Haruskan diriku mencoba mengambilnya, merenggut hatinya demi kepuasan egoku.Tak akan, semuanya tak akan terjadi... Biarkan waktu saja yang bekerja menyatukannya, yang kulakukan hanyalah menuggu dan terus berusaha,walaupun akan gagal sejuta kali.
Gadis itu tersenyum, aku yakin bukan ke arahku. Senyum tipisnya itu menggetarkan seluruh nadi yang tetancap di lapisan epidermisku, melarutkan darah yang dari tadi menggumpal, menghangatkan seluruh tubuh yang tampaknya sedikit dingin. Kalian boleh menganggapku lebay kali ini, tapi aku tidak peduli memang inilah yang kurasakan bertemu orang baru dan langsung kagum, aku yakin kalian akan merasakannya walaupun itu hanya terjadi sedetik.
"Rachel...." Teriak gadis yang ada di sebelahku alyysa.
Oke nama gadis itu rachel, aku tak perlu berkenalan dengannya yang bisa saja membuatku mati ditempat.
Dia hanya melambaikan tanganya dan terus tersenyum kecil.
Mau tak mau aku akan melakukannya juga.Disana sudah banyak orang tapi seketika tatapannya kaku seperti melihat kekaguman yang begitu indah.
Tidak bukan melihatku namun jevin. Jevin yang ditatapannya, cowok yang digandrungi sejuta kaum hawa ini juga bisa membuat gadis itu terpana, terus apa bedanya dengan mereka. Aku hanya menghela nafas tapi sebisa mungkin ku tutupi dengan senyuman yang tak kunjung hilang di wajahku.Yang ditatap hanya menunjukkan wajah horornya entah kenapa padahal gadis yang membuatnya terpana ini tidak melakukan apa apa selain menjawab lambaian alyysa dan tersenyum kecil.
"Loh ini udah kenal??" Kata pak bahari selaku produser.
"Ah..hanya alyysa saja"jawab rachel
Pak bahari mengangguk mungkin tanda menyetujui dan pak bahari mulai mengenalkan satu persatu dari kami.
Ketika mengenalkanku, rachel hanya mengangguk sedangkan aku jawab dengan sunggingan senyum kepadanya.
Tapi diwaktu pak bahari mengenalkan jevin, justru rachel yang menunjukkan simpul senyumnya dan jevin hanya menyunggingkan senyum kepada pria paruh baya yang masih tegap dan gagah yang mirip sekali dengan rachel mungkin ayahnya."Yaudah kalau udah kenal semua, mari pak ikut saya konfirmasi" pak bahari dan ayah dari rachel berjalan dan mengobrol kecil.
"Ayo ra masuk bareng" ajak alyysa yang sudah siap siaga mengandeng tangan rachel dan aku pun sudah berbalik hendak menyamai langkah dua pria tegap itu.
"Kalian berdua duluan aja biar gue sama dia nyusul" jelas terlihat, jevin menginginkan waktu bersama rachel. Namun, aku tak tau apa yang akan mereka bicarakan.
"Nggak bareng aja??" Itulah kalimat refleks yang aku lontarkan. Kenapa diriku begitu bodoh mengutarakan kata kata yang menunjukkan kekhawatiran ke orang baru dikenal.
Disaat ini jevin ingin membuka mulutnya, tapi langsung disela oleh ucapan cempreng alyysa "Udahlah kak gapapa kita duluan aja mungkin mereka mau ngomongin sesuatu"
Kata kata itu justru menekan hebat ulu hati yang tertempel diantara diafragmaku, ku harus diam atau bereaksi apa karena alyysa buru buru menarik tanganku keras.
Kenapa alyysa seperti mendukung mereka, dia tidak memerdulikan aku yang ada disini. Oke aku yang salah tak seharusnya diriku memaki alyysa karena kesalahan alyysa itulah kesalahanku, aku tak pernah memberitahukan apapun kepada alyysa karena ini benar benar terasa singkat.
Aku juga bingung kenapa aku harus secepat itu mencintai seseorang, bahkan lebih cepat dari seceplos kata kata yang aku lontarkan.
Oke mulai hari ini, detik ini, di waktu ini aku akan egois untuk mendapatkannya bagaimanapun caranya......
.
.
.
.
.
.
.
.
.Mhehehe... Pingin gt buat pov ya gini jadinya.
Jangan lupa vomment💎💎💎
KAMU SEDANG MEMBACA
❁ 🅣🅗🅔 ℙℛⅈℕℂℰ'Տ ḭm̰p̰o̰s̰ḭb̰b̰l̰ḛ ❁
Teen FictionTampil di televisi?syuting?menyanyi?? Ah sudah jadi impian rachel sejak kecil tapi apakah dia bisa mewujudkannya yang dengan mentah mentah ditolak ayahnya???? keajaiban pun terjadi dari impiannya itu dia menemukan seorang cowok yang bener bener dip...