3

999 204 13
                                    

As Rainbow 3

"Kau membawaku ke apartemen pribadimu? yang benar saja." Sakura menyilangkan tangannya di depan dada. Meminta penjelasan pria di depannya.

Sasuke melempar jas kantornya sembarang arah. Rasa lelah dan denyut pusing di kepalanya tak bisa dikompromi lagi. Tak ada tenaga untuk berdebat. Ah...mungkin besok saja debatnya, bisa di undur kan?

"Kau harus menjelaskan padaku, kenapa kau membawaku kesini. Kau tak berniat jahat padaku kan?"

Sasuke mengacak rambutnya frustasi. Ingin rasanya menyumpal mulut gadis itu dengan kaus kaki yang masih melekat di kakinya.

"Sasuke dengar. Jangan seenaknya sendiri. Apa maksudmu jelaska--!"

Bruk

Sasuke melempar tas kerjanya di sofa. Sengaja melakukannya begitu keras.

"Kalau kau terus berbicara, akan ku jahit mulutmu dan ku lempar kau ke jalan. Sekarang!" Ia mengatakannya dengan penuh penekanan. Membuat gadis itu mematung dengan pikiran kosong.

Sakura merosot ke bawah saat Sasuke hilang di balik pintu kamar. Tangannya bergetar. Bibirnya menganga tak percaya. Benarkah itu Sasuke? Pikirannya terus berputar. Apa dia memang seperti itu?

Sakura bangkit. Mendudukkan dirinya di sofa melepas lelah. Bersanding dengan tas kerja pria itu yang berisi penuh dokumen. Apa ia sengaja membawa pulang pekerjaan kantornya?

Malam ini ia tak merasa lapar, berkat roti keju yang ia makan sore tadi. Hanya butuh membersihkan diri dan ia akan tidur. Besok, semoga rencananya berhasil. Mencari pekerjaan demi kelanjutan hidupnya.

Apartemen mewah milik Sasuke begitu luas dengan desain serba hitam dan abu. Ada dua kamar serta satu set kitchen lengkap dan mewah disertai meja bar kecil. Semua tertata rapi tanpa debu. Sepertinya Sasuke membayar mahal untuk hal kebersihan.

Sakura berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Sambil mengamati beberapa pernak-pernik milik pria itu yang di tata rapi dalam rak rak mahal. Banyak barang kristal serta guci-guci unik yang berderet, menambah betapa tingginya nilai isi apartemen ini. Oh...jangan lupakan beberapa foto yang duduk anggun di balik kaca bingkai yang elegan.

Ada beberapa foto keluarga. Tentunya keluarga Uchiha. Sakura mengenalnya. Tuan Fugaku yang dingin dan tegas, Nyonya Mikoto yang anggun, namun selalu memandang rendah dirinya. Uchiha Itachi, kakak ipar yang selalu mengalah, juga--kakek Madara.

"Kakek memang luar biasa." gumam Sakura sambil mengamati potret Madara dalam bingkai. Betapa hebatnya sosok itu sampai mampu membuat hidupnya seperti ini. Jika ia mampu, mungkin ia akan menggugat kakek tua itu di pengadilan dengan tuduhan mengubah masa depan seseorang tanpa persetujuan.

"Ini?" Sakura menemukan sesuatu yang menarik. Sebuah foto Sasuke dengan seorang gadis. Sebuah gambar langka yang memperlihatkan senyum seorang Uchiha Sasuke yang berbalut baju wisuda.

"Kenapa senyumnya menyeramkan?" Sakura hampir tertawa namun ia tahan.

"Ini?" Satu lagi yang menarik matanya. Ia mengamati seseorang yang berada di samping Sasuke dalam potret itu.

"Kenapa gadis itu tak asing? Apa aku mengenalnya?" Sakura menggigit bibirnya sendiri. Tanpa bertanya pun ia tau, sudah pasti gadis itu adalah kekasih si bangsat itu. Tapi siapa dia? Kenapa begitu familiar?

"Kenapa dia tidak minta menikah dengannya saja." gumamnya heran.

"Jangan sentuh apapun!"

Sakura berbalik saat suara itu terdengar. Sasuke berdiri sambil bersedekap di belakangnya lengkap dengan piyamanya. Rambutnya sedikit basah, wajahnya terlihat lebih fresh.

As Rainbow (PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang