Dara memasang peniti dengan cepat di khimarnya saat ponselnya yang ada di atas meja rias berdering. Ada senyum yang muncul saat membaca nama yang ada di layar ponselnya. Dara menggeser panel hijau sembari berdiri dan melangkah mengambil slingbagnya yang ada di atas ranjang.
"Wa'alaikumusallam, Mas? Udah sampai?" tanya sembari menggantungkan tasnya di bahu sebelah kiri. Tangan kirinya memegang ponselnya yang menempel di telinga.
"Adek udah siap? Mas udah mau sampai rumah Adek..."
Tangan Dara yang sudah memegang kenop pintu kamarnya mendadak diam. Dahi perempuan itu tertaut sebentar.
"Lho kok ke rumah Dara? Bukannya ketemu di sana aja, Mas?" tanya Dara memastikan seperti rencana sebelumnya.
Hari ini hari Ahad dan mereka akan bertemu untuk mencari jilbab untuk akad sekaligus walimah yang dua minggu lagi digelar.
Benar, dua minggu lagi dan rekan guru belum ada yang tau. Kecuali Quen. Memang interaksi Dara dan Tama di sekolahan biasa saja seperti sebelumnya, bedanya Tama sering bolak balik ke Solo — ke rumah Dara — untuk mengurus hal yang perlu diurus. Sesuai kesepakatan, akad dan walimah dilaksanakan di Ngawi. Hanya acara sederhana saja. Undangan sedang dibuat, souvenir seperti yang Dara idam-idamkan pun sudah dipesan. Selain itu Tama semua yang urus.
Gaun walimah, sebenarnya Dara bisa menyewa tapi kata Tama membeli saja. Jilbab yang tidak heboh. Rencananya, nanti sekaligus mencari untuk hantaran. Memang, keduanya berasal dari Jawa tapi keduanya sepakat mengusung walimah syari saja. Meskipun, tidak bisa dengan walimah infishal tam. Karena keluarga Tama menolak.
"Mas jemput adek..." jawab Tama membuat Dara menggeleng. Padahal Tama juga tidak melihat gelengannya.
"Emang Fat nggak ikut, Mas?" tanya Dara sembari melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Perempuan itu sempat berpapasan dengan Ibu yang baru saja masuk ke dalam rumah. Dara mengangguk saat ibu bertanya tanpa suara "Jadi keluar sama Mas Tama?" setelahnya Ibu langsung ke dapur. Sedangkan Dara duduk di ruang tamu.
"Ikut, Dek.. Mas bawa mobil... Dah ya, Mas udah di halaman Adek..." tutup Tama membuat Dara langsung berdiri dan melongok ke halaman yang ternyata benar. Sebuah mobil masuk ke halamannya, tidak lama laki-laki dengan setelan santai keluar dari benda beroda empat itu. Disusul gadis berkhimar mocca.
"Ibu! Mas Tama..." panggil Dara kepada Ibunya saat Tama sudah melangkah ke arah teras. Ibu pun keluar dengan senyum sumringah menyambut calon menantunya. Tama, Tari, dan Ibu mengobrol sedikit tanpa duduk sebelum pamit membawa Dara.
Sekarang ketiganya sudah ada di dalam mobil, dengan Dara dan Tari berada di belakang. Tama di depan persis seperti supir.
"Duh, Mas'e kayak supir ya Mba?" Fat tertawa mengejek kakaknya yang melirik lewat kaca. Dara ikut terkekeh.
"Sabar Mas, nanti kalau udah halal ke mana-mana berdua di depan. Ndak sama aku terus!" Fat terus saja menggoda kakaknya. Tama dan Dara saling berpandangan lewat kaca hingga keduanya saling tersenyum malu-malu.
Persis, anak bau kencur sedang jatuh cinta. Ini nih godaannya, setan oh setan.
Tama memfokuskan matanya ke jalanan, tangannya merogoh dasboard dan mengulurkannya ke belakang. Dara menerima sembari tersenyum.
"Nanti undangan kita kayak gitu, Dek. Sesuai kan?" tanya Tama melirik dari kaca. Dara mengamati desain undangan yang dia pilih. Perempuan itu mengangguk saat meraba kertas tebal berwarna biru muda berpadu putih itu. Tangannya meraba tulisan di sana.
Ulya Aziz Tamam, S.Pd.
&
Udara Naefaliza S.Pd., GrCantik sekali. Ini pernikahan keduanya, tapi ini undangan pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERNIKAHAN IMPIAN √(PINDAH KE DREAME)
Romance(SUDAH DIUNPUBLISH - PINDAH KE DREAME) 🔥Plagiat artinya Mencuri itu Dosa🔥 Kehilangan calon anak dan suami di kala usia 22 tahun adalah titik terendah seorang Udara Naefaliza di hidupnya setelah kehilangan Ayah untuk selama-lamanya. Kegagalan dala...