BAB 8

1.9K 284 13
                                    

Selamat hari Kamis yang membahagiakan, dan semoga harimu menyenangkan ♫♫

Thanks vote dan dukungan berfaedah lainnya ღღ

□■□■□■□■□

Ketika mengganti bohlam di ruang tamu, bertepatan dengan itu Hinata keluar dari kamarnya, berpakaian sangat rapi, hendak pergi keluar seperti biasa. Naruto buru-buru turun dari tangga lipat. "Boleh kita bicara sebentar?" kata pemuda itu yang melipat kembali tangga, dan menyimpannya di gudang kecil rumah mereka. "Kalau kau terlambat masuk kerja, aku akan bertanggung jawab."

Hinata terkejut bukan main, dan berpikir bagaimana Naruto bisa tahu bahwa dia keluar dari rumah selama semingguan ini untuk bekerja. Apakah orangtuanya juga tahu masalah ini? Atau bagaimana dengan keluarga dari pemuda itu sendiri? Hinata pikir bahwa mereka mungkin sedang menyewa seseorang untuk mengintai dirinya sepanjang hari. Pasti begitu.

Sementara ketika Naruto tahu apa yang dipikirkan oleh Hinata, pemuda itu sendiri langsung menghela napas, dan tanpa sungkan memberitahukan, "Ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang di luar, karena murni kebetulan aku yang tahu kalau kau bekerja di minimarket daerah Taito. Aku sendiri tidak percaya. Apakah keluargamu berhenti memberikan uang jajan padamu?" Naruto mengambil duduk di sofa suede hitam di ruang tamu. "Soal tadi malam, aku benar-benar ketiduran di sini, aku malas keluar hanya untuk membeli bohlam. Bohlam-nya meledak, tahu. Aku saja kaget."

"Apakah kau berencana akan menuntut orangtuaku, mengapa mereka berhenti memberikan uang pada anaknya?"

"Untuk apa aku menuntut mereka?" tanya Naru balik. Hinata masih berdiri di tempatnya, tidak ikut duduk di sofa bersama calon suaminya itu. "Aku harusnya menafkahi dirimu."

"Menafkahi?"

"Aku calon suamimu, jadi memang kau harusnya tidak menerima uang dari orangtuamu."

"Jangan berpikir konyol. Uang yang kau dapatkan pun dari orangtuamu. Kita hanya anak-anak yang belum memiliki pekerjaan. Kau ingin bilang mau membagi uang jajanmu padaku? Oh, atau kau mau bilang pada ibu dan ayahmu yang kaya itu untuk memberikanku uang jajan setiap harinya?" Naru terdiam, ia tidak mau menyela ketika Hinata terlihat marah. "Kalau memang ingin ada pernikahan di antara kita, lebih baik mulai sekarang kita mencari uang masing-masing, untuk hidup mandiri."

"Jangan pergi dulu," pemuda itu buru-buru menghampiri Hinata, dan berdiri di depan pintu. Menghalangi Hinata untuk keluar dari rumah mereka. "Aku punya pekerjaan, meski gajinya tidak seberapa, aku hanya akan berhenti menerima uang dari ayah dan ibu ketika umurku menginjak 20 tahun."

"Lihat, kau sendiri tidak bisa hidup tanpa keluargamu, kau butuh persiapan matang untuk hal itu."

"Kau salah. Ini perjanjian kami."

"Aku tidak peduli soal perjanjian!"

"Perjanjian ini ada karena dirimu," Hinata berhenti memaksa untuk keluar. Dia memandangi wajah Naruto yang khawatir—seolah menyembunyikan sesuatu. "Aku membuat perjanjian, kita tidak akan menikah sampai usia kita 20 tahun. Saat itulah ibu dan ayah tidak akan membiayai hidupku. Lagi pula, aku pernah kabur dari rumah selama setahun, juga melakukan banyak pekerjaan yang mungkin tidak bakal kau percaya. Apakah benar kau perlu berpikir kita benar-benar harus menjaga jarak?"

Pertanyaan itu tidak langsung dijawab. Seolah Hinata tidak pernah peduli dengan apa yang Naruto lakukan dan ungkapkan maka dia keluar dari rumah tanpa pemuda itu dapat melawannya, bahkan masa lalu laki-laki itu tak pernah sekalipun menarik di matanya. 

Sebenarnya hari ini dia mengambil libur, akan pergi piknik bersama Sakura. Mereka berdua menikmati hari Sabtu yang indah. Kalau berangkat kesiangan, dia dan temannya tidak akan mendapatkan tempat untuk menggelar matras.

COVENANT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang