Part 2

380 49 9
                                    

Qanita POV

Aku tersenyum lebar saat turun dari taksi. Lihatlah, kini aku berdiri di depan masjid terbesar di kota Seoul. Entah bagaimana caraku melukiskan rasa yang membuncah ini. Antara bahagia, terharu, dan antusias.

Suara murottal Syeikh Abdullah Al-Mathrood yang samar-samar terdengar dari dalam masjid seakan membuatku terhipnotis. Otakku sibuk menjelajah ke masa lampau, membawaku ke 11 tahun yang lalu. Tepatnya saat aku pertama kali merasakan yang namanya jauh dari orangtua dan alunan murottal inilah yang menjadi pengantar tidurku setiap malamnya.

Hingga perlahan, kecintaanku pada lantunan ayat suci tergantikan oleh kecanduan pada musik, terutama musik yang berasal dari negara tempatku berpijak saat ini. Ya, musik kpop.

Sungguh masa lalu yang kelam. Bersyukur Allah SWT mempertemukanku dengan orang yang menuntunku kembali pada jalan yang benar. Kalau tidak, mungkin aku tidak ke Islamic Center melainkan ke gedung salah satu agensi terbesar tempat para boygrup mantan idolaku itu bernaung.

Rasa syukur juga aku panjatkan pada-Nya karena dengan berbagai cara ajaib-Nya aku bisa sampai kesini, menemukan bahwa bahkan disini ajaran Nabi Muhammad SAW juga berkembang pesat walaupun masih minoritas. Terbukti dengan berdirinya masjid megah di hadapanku ini. Tak kalah megah dengan masjid-masjid di negaraku.

Saat melihat sekeliling, mataku menangkap sebuah pemandangan tidak wajar di lingkungan ini. Dia kan? Aku memicing, berusaha untuk melihat lebih jelas dari balik kacamata tebalku.

Tidak salah lagi. Itu memang dia. Apa yang dia lakukan disini? Tanpa penyamaran pula. Memangnya dia tidak takut ada fans yang memotretnya diam-diam, lalu muncul berita miring tentang dia pindah agama?

Oke, yang terakhir itu sebenarnya berita bagus jika benar-benar terjadi.

Aku terus memperhatikannya. Ya ampun, rasanya aku jadi ingin meminta foto bersama mengingat dia sedekat ini. Tapi, tidak bisa. Aku sudah berjanji untuk tidak mengulang kenangan kelam itu. Aku tidak mau 'rusak' lagi hanya karena melihat dengan mata kepalaku sendiri.

Tapi... Aduh, batinku bergejolak. Bagaimanapun, secara tidak langsung, ia juga berperan atas adanya aku disini. Dia yang memberiku inspirasi untuk menulis fanfict yang tanpa sadar jadi sarana latihan menulisku hingga aku bisa menjadi penulis terkenal mancanegara seperti sekarang.

Aku terus menimang-nimang, apa aku harus mendekatinya lalu bilang terima kasih? Atau aku langsung masuk saja ke masjid tanpa memedulikannya?

Satu menit, dua menit...

Baiklah, sudah kuputuskan. Aku akan memilih jalan tengah. Aku akan menyapanya, berpura-pura bertanya apakah itu memang dia, lalu pergi. Yah, kuharap semudah itu.

    Bismillahirrahmanirrahim...

   
"Excuse me," Ucapku pelan. Aku merutuki suaraku yang mungkin tidak bisa didengar olehnya, tapi ternyata aku salah. Dia menoleh.

Aku terlalu gugup sampai-sampai tanpa sadar aku langsung bertanya tanpa menunggu reaksinya.

"Are you... BTS's Suga? "

Ia terlihat kaget, mungkin tidak menduga akan ada yang mengenalnya di tempat seperti ini. Tapi cepat-cepat ia menggantinya dengan tatapan tajam.

"Ne. Wae? " Ia menjawab dengan singkat dan dingin, salah satu ciri khasnya yang sering kutemukan di fanfict.

Tapi rasanya... Itu bukan suatu reaksi yang baik dan tepat ketika bertemu orang asing sepertiku, bukan? Dan bahasa Korea? Apa aku terlihat seperti orang Korea hingga ia dengan santainya menjawab pertanyaanku dengan bahasanya? Sepertinya tidak. Aku jelas-jelas berkulit coklat khas Asia Tenggara.

Atau jangan-jangan... Sikapnya ini karena perbuatan nekatku waktu itu? Ia malah jadi tidak ramah kepada semua wanita berhijab.

Ya ampun, kalau memang gara-gara itu aku sungguh merasa bersalah. Karena secara tidak langsung, aku telah mengecewakan para ARMY berhijab dengan perlakuan laki-laki ini.

"Ah.. No-nope... " Jawabku gugup, masih dengan bahasa Inggris.



"Kak Qanita..! "

   

Aku menoleh mendengar namaku terpanggil oleh suara yang tidak asing, bahkan sangat kurindukan.

Terselamatkan, pikirku lega. Aku melambaikan tangan sekilas, lalu kembali menoleh ke laki-laki itu.

"I'm sorry, i have to go. Sorry if i disturbed your time, " Aku membungkuk sopan.

Saat kembali menegakkan badan dan menatap wajahnya, aku tertegun. Aku baru menyadari bahwa wajahnya kelihatan sangat lelah. Bahkan dari matanya pun sangat tersirat rasa kekecewaan yang sangat dalam.

Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

Ada apa dengan mantan idolaku?

***

-TBC-

   
I'm so thankful if you give me a star 😊

-Minerva-

SUGA'S InsecureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang