Maple - II

1.3K 199 10
                                    

Jin terbangun dari tidurnya. Gelap dan dingin. Hanya sedikit cahaya dari lampu jalan di samping rumahnya yang membuat Jin dapat melihat ada seseorang yang berdiri memunggunginya di tepian jendela. Punggung tegap itu terlihat kesepian. Punggung itu, adalah punggung yang menjadi tempat Jin bersandar sejak dulu. Menopang keluh kesahnya tanpa pernah mengeluh. Padahal Jin tahu, beban berat apa yang punggung itu tanggung.

Dulu, saat pertama kali Jin mengenal pemilik punggung itu, umurnya belum genap dua bulan. Jin ingat, waktu itu musim semi hari pertama. Lelaki itu menghampirinya yang sedang berbaring di dalam ayunan bambu yang dibuat ayahnya. Dengan Gonryongpo berwarna biru gelap lelaki itu tersenyum sedih pada Jin kecil. Sejak saat itu, senyuman lelaki tampan itu melekat dalam ingatan Jin. Sejak saat itu Jin tidak suka melihat senyuman sedih itu terpatri di wajah lelaki itu.

Sejak kecil, meski tidak mengerti apa yang terjadi pada hidupnya, Jin tidak pernah peduli. Meski dia tidak mengerti kenapa dia tidak pernah bisa meninggalkan kamarnya. Meski dia tidak mengerti kenapa semua orang terlihat sangat mengkhawatirkan keadaannya. Meski dia tidak mengerti kenapa dia tidak pernah tahu betapa indahnya dedaunan pohon maple dipekarangan rumahnya itu ketika berganti warna menjadi kemerahan, lalu kecoklatan, dan kemudian gugur. Meski dia tidak mengerti kenapa dia tidak pernah tahu seperti apa rupa salju ketika musim dingin tiba. Meski dia tidak pernah mengerti kenapa hal yang terpenting justru adalah lelaki itu. Jin tidak peduli apa pun, asalkan lelaki itu ada di sana setiap kali dia terbangun dari tidur panjangnya. Seperti malam ini.

"Namjoon-seja, ada hal menarik apa di luar sana sampai-sampai kau mengabaikan dinginnya angin?" tanya Jin, tersenyum. Perlahan dia bangun dari tidurnya, bersandar pada kepala tempat tidur kayunya.

Lelaki itu berbalik. Rambutnya yang sehitam langit malam berayun pelan tertiup angin. "Kau sudah bangun? Kau tidur lama sekali, Jin," katanya.

"Aku memang mengantuk sekali sejak tadi," jawab Jin.

Namjoon tersenyum saja. Berjalan dia menghampiri Jin. Mencoba menenangkan pikirannya yang terlampau mengkhawatirkan banyak hal tentang mereka. "Apa kau lapar?" tanyanya.

Jin menggeleng. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Jin.

"Aku yang seharusnya bertanya, Jungkook bilang keadaanmu tidak membaik belakangan. Kau sering kali terbangun dan semakin sakit," kata Namjoon, tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya tentang keadaan Jin. "Kau bangun saat musim dingin lalu dan sakit parah, kan? Jangan mencoba untuk membohongiku, Jin."

Jin hanya diam sambil tersenyum."Aku tidak ingat banyak hal, Namjoon. Tapi yang jelas aku baik-baik saja, kau tahu aku selalu sakit saat terbangun di musim-musim dimana seharusnya aku tertidur panjang. Kita sudah melewati hal ini sejak lama, Namjoon. Tidak seharusnya kau sekhawatir ini."

Namjoon menghela nafas. "Aku tidak bisa untuk tidak khawatir padamu, Jin."

Jin tersenyum. "Ini bukan karena rasa bersalahmu pada Seokjin kan? Kau tahu aku dan dia berbeda, Namjoon."

Namjoon menatap Jin lalu tertawa pelan. Diusapnya wajah tampannya, lelah. "Seokjin sudah tidak ada sejak lama, Jin. Yang ku tahu sekarang hanya kau, aku bertanggung jawab atas hidupmu sekarang."

Jin tersenyum, menggoda Namjoon tentang masa lalunya adalah hal yang Jin sukai. Selain seringkali membuat Namjoon sedikit kesal, juga membuat hatinya berdebar lembut sebab Namjoon tidak pernah sungkan mengungkapkan bahwa yang terpenting baginya saat ini adalah dirinya. "Sudahlah, aku baik-baik saja. Selama kau ada di sini aku juga akan baik-baik saja, kau tahu itu kan?"

Namjoon mengangguk. "Aku akan akan menghangatkan makan malammu. Berbaringlah sebentar lagi," katanya dan beranjak dari tempatnya.

Jin mengangguk. "Hey," panggil Jin. Namjoon beralik. "Terimakasih, Namjoon-seja..."

Maple, Season, And One Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang