"Abang udah di mana?"
'Abang udah deket dek, tinggal belok di depan,'
Tut.
Mobil Abang sudah ada tepat di hadapanku, aku pun langsung membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.
"Maaf Abang telat,"
"Gapapa bang, Abang baru selesai dari rumah temen ya,"
"Iya, habis main, soalnya ujian udah selesai jadi ngumpul bareng,"
"Oo,"
"Kamu?"
"Kenapa bang?"
"Bikin apa waktu nunggu Abang tadi?"
"Baca novel di perpus bang,"
"Ngapain lagi?"
"Tadi ketiduran di perpus, itu aja,"
"Oo, sendiri?"
"Nggak tuh,"
"Sama temen ya?"
"Sendiri lah bang, sejak kapan adek punya temen,"
"Kirain udah punya temen, sesusah itu ya?"
"Banget,"
"Masih karena gengsi kebangetan?"
"Hm,"
Jadi, sekolah ku ini khusus untuk anak-anak yang berbakat dan rata-rata berasal dari keluarga mapan, beberapa bahkan ada yang sudah bekerja. Entah karena sibuk atau memang gengsi, sulit mencari teman di sini, sangat bahkan.
"Bukan karena kamu yang juteknya kebangetan?"
"Enak aja, nggak lah,"
"Hehe,"
Aku memang tipe penyendiri plus anak rumahan jadi begitulah, tambah susah cari teman.
"Kalau gitu SMA nya nanti di sekolah Abang aja ya, biar Abang yang temenin,"
"Nanti di lihat bang,"
"Iya deh iya, sekarang kamu mau kemana nih?"
"Abang maunya kemana?"
"Terserah kamu, anggap aja rasa terima kasih Abang karena kamu udah jadi adek yang pengertian sama Abangnya,"
"Alay lu bang,"
"Emang urus, sama adek sendiri kok,"
"Em, beli boba boleh nggak bang?"
"Lah, itu aja?"
"Iya,"
"Nggak ada lagi?"
"Nggak,"
"Oke, let's go!"
~~~
"Mau nambah lagi gak dek?"
Ini mama."Nggak ma, udah kenyang,"
Sekarang, aku, mama, papa, dan Abang lagi makan malam bareng.
"Ujiannya gimana nak?"
Ini papa."Biasa aja pa,"
"Oh ya, Abang gimana?"
"Lancar dong pa,"
"Bagus, adek gimana, udah punya temen belum?"
"Em, nggak tau pa,"
"Masih sama aja ya, hmm, adek mau pindah sekolah aja?"
"Eh, enggak usah pa, adek kan udah mau lulus, sayang pa kalo harus pindah,"
"Kamu yakin betah sekolah kayak gitu?"
"Yakin kok pa,"
"Oke, mudah-mudahan tahun depan adek udah bisa bawa teman ke rumah ya,"
"Iya pa."
Semoga aja.
