"Wih, kebetulan pintu kelas lo ketutup rapet, gimana kalo kita kagetin anak kelas lo?" Duri tersenyum jahat.
"Terserah."
"Sebelumnya, kita harus liat di jendela dulu, takutnya ada guru masuk. Walopun si Aldi udah bilang, kita tetep harus waspada, oke?"
Kayla mengangguk.
Duri mulai melancarkan rencananya, ia mengintip dari celah jendela yang terbuka sedikit. Ternyata tidak ada guru, ia terkekeh pelan. "Gak ada guru nyet."
"Ngapain sih, Dur?" Kayla berdecak. "Lo mau iseng ya?"
"Ssst ah diem." Duri menaruh telunjuknya di bibir. "Gue mau bikin surprise tau, buat temen-temen sekelas lo-sekarang juga jadi temen kelas gue sih hehe."
"Duri! Lagi ngapain? Kok bawa-bawa tas segala sih? Lo mau bolos ya?" Seorang lelaki menarik tas Duri, Duri tau dia adalah Gandhi-teman Arvin.
"Goblok lo ngagetin gue aja tai." Duri melepaskan tangan Gandhi dari tasnya. "Gue gak mau bolos, gue pindah, Gandhi."
"Hah?! Pindah? Kemana? Arka gimana dong? Dia kan pacar lo, kasian banget di tinggalin."
"Ck, bawel banget." Duri berdehem. "Gue pindah kelas bukan pindah sekolah, ngerti?"
Pertanyaan Duri dijawab oleh deheman keras dari Kayla. Kayla melirik pada Duri sebelum akhirnya menatap Gandhi dengan lekat. "Lo ada urusan apa nanya-nanya?"
Wajah Gandhi tegang karena pertanyaan Kayla, tak lama tatapannya melunak. "Gue minta maaf, Kayla. Gue tau gue salah, tapi waktu itu bener-bener genting banget."
Kayla terlihat tidak perduli dengan ucapan Gandhi, ia beralih memandang Duri dengan dingin. "Lo jadi masuk ke kelas gak? Kalo gak gue mau masuk duluan."
"Eh, iya-iya barengan." Duri mencubit pelan lengan Gandhi. "Lo sih. Gue jadi kena imbasnya kan. Udah deh sono pergi, hush."
Gandhi menatap Kayla dengan sendu, tanpa bicara lagi ia berbalik badan dan meninggalkan koridor tempat Duri dan Kayla berpijak.
"Kayla," panggil Duri takut-takut.
Kayla melirik dan tertawa pelan. "Ap-ya ampun, Dur. Muka lo tegang banget."
Wajah Duri berubah perlahan-lahan dan tidak setegang tadi. "Gue ngeri liat lo begitu ege."
"Ya maap." Kayla menarik lengan Duri. "Udah deh ayo masuk, dari tadi di depan pintu terus."
"Oh iya, lupa hehe."
Duri berdehem pelan, lalu memutar kenop pintu dan mendorongnya dengan pelan agar terlihat dramatis. Tapi tak lama kemudian mendorong pintu tersebut dengan kaki kanannya. "Hayoloh! Pada kaget ya, pasti ngira gue guru, ya kan?"
"Duri, Astaghfir." Kayla menggelengkan kepalanya tidak percaya, ia lelah dengan semua kelakuan dan tingkah Duri. Ia melihat keadaan di dalam kelas, teman sekelasnya bengong terkaget-kaget, wajah mereka kembali normal saat terdengar pintu kelas sebelah dibuka.
Duri terlihat panik dan keringat sebesar biji jagung mulai muncul di pelipisnya, ia menggigiti kuku jarinya. Berbanding terbalik dengan Kayla yang tenang. "Gimana nih."
Kayla menyuruh Duri agar segera duduk di sebelah Ratna. Ia menutup pintu dan menaruh telunjuknya dibibir agar teman sekelasnya diam, Kayla sendiri langsung lari ke tempat duduknya dan menarik napas. Ia sebenarnya juga panik karena yang mengajar kelas sebelah adalah guru paling killer di sekolah ini. Kayla mengetuk meja pelan dengan telunjuknya, ia sedang berpikir cepat untuk mencari alasan yang logis.
Nah kan bener gurunya dateng.
"TADI SIAPA YANG DOBRAK PINTU KELAS!!!" teriak Bu Vina-nama guru tersebut-ia mengedarkan pandangannya.
"KAMU!" Duri menunjuk dirinya sendiri. "IYA, KAMU. DURI XAQUILA DARI KELAS 11 IPS 3, NGAPAIN KAMU DI SINI?"
Kayla mengangkat tangannya. "Duri pindah kelas kesini, Bu. Dan tadi yang Ibu bilang dobrakan pintu, itu benar, Bu. Tapi..."
***
Salsa menelepon Arka dengan panik.
"Halo, Arka."
"Apaan."
"Duri lagi bareng lo nggak?"
"Nggak, lah. Kan Duri sekelas sama lo ngapain nanya sama gue?"
"Tadi dia keluar dari kelas bawa tas, gue kira sama lo."
"Serius lo?"
Salsa langsung mematikan telepon sepihak, percuma ia menanya dengan orang yang sama tidak taunya.
"Sal, ayo cari Duri," ucap Arka mengangetkan.
"Astaghfirullah, gue kira setan."
Mereka jalan menyebrangi lapangan dan bertemu dengan gengnya Arvin yang sedang duduk santai di pinggir lapangan.
"Woi, Arvin dan geng-gengnya, ada yang ngeliat Duri, nggak?"
"Kagak." Mereka menjawab secara bersamaan, tapi tidak dengan Gandhi.
"Duri tadi bawa tas, dia pindah."
Arka tercengang dengan jawaban Gandhi. "Lo tadi liat dimana, Gan?"
Wajah Gandhi berubah murung mengingat kejadian tadi. "Dikelas Kayla."
"S-sori dan makasih infonya, Gan." Arka melirik pada Arvin dan teman-temannya. "Gue duluan ya."
Tanpa menunggu jawaban mereka, Arka langsung berlari ke kelas Kayla dan meninggalkan Salsa dibelakang. "Eh anak kecebong tungguin gue."
Sesampainya di kelas Kayla, Arka mengernyitkan dahinya heran melihat kelas Kayla yang terbuka dan tidak ada guru.
"Permisi, ada yang liat Duri, gak?"
"Di UKS, Ka."
"Hah?!" Arka menarik lengan Salsa-yang baru sampai-dengan erat.
"Ada apa sih, Ka?"
"Duri di UKS."

KAMU SEDANG MEMBACA
SPINAM
Teen FictionDuri Xaquila bukan orang yang haus akan pertemanan. Dia mempunyai banyak teman, sungguh. Semula, hidup Duri begitu aman, tenang dan damai. Sampai tiba hari dimana dia mendapat kesialan. Dia kalah dalam bermain, dan hukumannya adalah berteman denga...