"Mau ikut ke perpustakaan?"
"Ngapain?" Duri bertanya balik sembari membereskan mejanya yang terisi buku paket dan tulis.
Ratna tertawa geli. "Biasanya kalo ke perpustakaan tuh ngapain ya?"
"Y-ya belajar lah." Duri menggaruk pelipisnya.
"Udah ikut aja ayo." Ratna menarik paksa lengan Duri, tak membiarkan Duri mengeluarkan protesannya.
Di jalan, Ratna memberikan satu buku paket dan satu buku tulis, katanya sih biar Duri diizinin masuk perpustakaan. Jahil sih lo, Dur.
Duri bertanya, mengapa saat istirahat Ratna tidak makan di kantin, Ratna menjawab bahwa dia membawa bekal dari rumah dan memakannya di perpustakaan saat belajar bersama telah usai. Setau Duri di perpustakaan tidak boleh membawa makanan, bekal maupun makanan ringan seperti ciki-cikian sampai basreng.
***
"Duri gak boleh masuk," larang penjaga perpustakaan.
"Kenapa, Pak?" tanya Ratna berpura-pura bertanya padahal ia sendiri sudah tahu bila Duri tidak boleh masuk karena sangat jahil.
"Kamu masih tanya kenapa? Duri itu isengnya kebangetan, bisa-bisa perpustakaan ancur gara-gara dia."
"Aku kan juga pengen belajar," lirih Duri, ia menunduk dan wajahnya memelas. Duri tidak sedih, kalau pun sekali lagi Duri tidak diperbolehkan masuk ia akan pergi ke kantin menyusul sahabatnya. Bukannya tidak mau berusaha untuk masuk, tapi ia tak suka memohon-mohon. Karena hari ini Duri sedikit penasaran-catat sedikit-makanya ia memelas. Tidak memerlukan banyak tenaga agar wajahnya berubah, sebab Duri sudah dianugerahi mempunyai mimik wajah yang gampang diubah seperti sekarang ini. Dasar penipu.
"Yaudah deh. Awas ya kalo perpustakaan ancur." Akhirnya penjaga perpustakaan itu mengalah dan membiarkan Ratna serta Duri masuk ke dalam.
Duri tersenyum manis dan mengucapkan terima kasih ke penjaga perpustakaan. Ratna menggiringnya ke meja perpustakaan yang berada di pojok. Di meja tersebut baru terisi satu orang berkelamin laki-laki.
Cowok itu mengangkat wajahnya dan tersenyum ramah. Duri membalasnya dengan tersenyum kaku. Ratna menarik pelan lengan Duri dan membawanya mendekat.
"Hai." Cowok itu mengangkat tangannya.
"Sini duduk." Cowok itu menepuk bangku di sebelahnya.
Omo, udah mukanya kelewat ganteng, sekarang suaranya yang kelewat seksi. Gak kuat gue, batin Duri.
Duri mengangguk terpatah dan duduk disebelah cowok itu, sedangkan Ratna duduk di seberang Duri
"E-eh hai juga."
"Kamu... Duri, kan?" Cowok itu menyodorkan tangannya. "Aku Rayan, Gibran Arrayan."
"Kok tau?" Duri mengerutkan keningnya sebentar dan membalas. "Ah, haha iya, gue Duri. Salam kenal." Duri memaksakan tawanya dan menjabat tangan Rayan. "Lo kalo ngobrol sama orang lain juga pake aku-kamu?"
"Enggak. Sama lo doang." Ratna menyambar.
"Oh, iya, Ray. Mulai hari ini Duri mau ikut kelompok belajar kita."
Rayan mengangguk-angguk dan memberikan dua jempolnya ke Duri. "Bagus dong." Rayan mengetuk-ngetuk pulpennya di atas meja. "Kamu duduk di sini ya, sebelah aku. Soalnya kamu udah ketinggalan jauuuuuuh banget."
Oke Duri, dirimu tidak boleh baper dengan ketampanan cowok didepannya. "Lo kenapa ngobrol sama gue pake aku-kamu?"
"Kamu kelas XI apa?" Rayan mengalihkan pembicaraan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SPINAM
Teen FictionDuri Xaquila bukan orang yang haus akan pertemanan. Dia mempunyai banyak teman, sungguh. Semula, hidup Duri begitu aman, tenang dan damai. Sampai tiba hari dimana dia mendapat kesialan. Dia kalah dalam bermain, dan hukumannya adalah berteman denga...