B A B 6

51 9 1
                                    

Aigo, berapa kali aku harus berada disini? Aku tak perlu menerangkan lagi. Sepertinya kalian sudah tahu apa maksudku. Iya, benar. Aku diruangan ini lagi.

Ruangan putih, besar, dan kosong ini lagi. Sungguh aku benar benar tidak menyukai tempat ini. Aku dapat merasakan jantungku berpacu dengan cepat. Yah, sepertinya setelah kejadian malam itu, aku takut sendirian lagi. Bagaimana tidak?

Tepat saat aku tidak merasa takut lagi, sebuah tangan mendekap mulutku. Seolah olah ia berusaha untuk menculikku. Meski orang itu adalah Beomgyu, tapi aku tak peduli. Ketakutan besar tidak bisa sirna dengan begitunya, 'kan? Perlu proses untuk mengatasinya.

"Jeon Jaewoo."

Sebuah suara memanggil namaku. Tidak seperti biasanya, aku tahu itu bukan suara Heuningkai. Tapi aku tetap mengenal suara itu.

"Yonix?"

Seperti biasa, Yonix muncul dihadapanku melalui percikan api. Dan seketika aku tidak merasa takut lagi.

"Mengapa kau masih takut?"

"Kau pikir ketakutan bakal hilang begitu saja. Tentu tidak. Dan sekarang bisa jelasin kenapa aku ada disini lagi? Kukira itu cuman buat Heuningkai aja."

Yonix menggeleng kepalanya, "tidak juga." Setelah ia berkata itu, kepalaku terasa pening. Akan kutebak, ketika aku buka mataku, ruangan putih ini berubah menjadi tempat lain? Iya, 'kan? Aku perlahan membuka mataku. Yup, dugaanku benar.

Aku berada di tempat yang sangat tinggi. Aku tahu itu karena aku dapat melihat semuanya dari atas sini.

"Ini adalah atap Scoala de Magicia. Aku berencana membawamu ke tempat aslinya, tapi tempat itu sedang dipakai."

"Oh," hanya itu respon yang dapat kuberikan. Aku tahu Yonix ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Dan aku penasaran, jadi aku hanya menunggunya menjelaskan lebih lanjut.

"Kau lihat?" Yonix terbang menuju pagar pembatas. Lalu ia bertengger disitu. Aku hanya mengikutinya. Ketika kusampai, aku menyadari pemandangan indah yang kulihat dari sini. Sungguh menakjubkan.

"Kau dapat melihat seluruh sekolah dari sini. Tak hanya itu, kau dapat melihat semuanya."

Aku tersenyum. Mengapresiasi lukisan alam yang kulihat di depan mataku ini. Jarang jarang aku dapat melihat pemandangan seperti ini.

"Kau lihat bukit yang di sebelah sana?" Pandanganku terjatuh pada sebuah bukit yang kelihatannya terletak tak begitu jauh dari sekolah ini.

"Itu adalah Bukit Hera, konon katanya, jika kau pergi kesana, kau berada dekat dengan kediaman Dewi Langit, karena itu dinamakan Bukit Hera. Bukit itu tempat yang bagus untuk membaca. Ajak teman temanmu kesana bila kalian ingin membaca."

Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, sebuah suara bising menganggu pendengaranku. Aku menutup kedua mata. Dan menutup telinga dengan tanganku. Mendengar suara itu membuat telingaku sakit. Sebenarnya apa yang membangunkanku?

매직 아이랜드

"Hah, matahari udah terbit? Ini belom jam 9!"

Sebuah suara feminim membuatku membuka mataku. Oh, jadi yang membangunkanku adalah suara teman sekamar.

"Kenapa lagi peri peri itu?" Tanya perempuan berambut gelap itu lagi. Aku seperti pernah melihat wajahnya.

"Gatau gue. Jangan nanya ke guelah, Lia."

Ah, benar! Lia! Ia adalah perempuan pertama yang dipanggil saat penentuan kamar asrama. Dan menurut pandanganku, ia sedang berbicara pada murid lain. Yang tentu saja, sama cantiknya.

Magic Island | Choi Beomgyu FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang