Bagian 12.

1.5K 204 130
                                    

"Itu hanya sekedar pelarian untuk melindungi diri, kau percaya?"

Januari, 29, 2020

*****

Selesai makan malam di kedai, Iren berjalan cepat mendahului Sean sambil sesekali mendengus. Sean yang menyusul berjalan di belakangnya hanya dapat tersenyum puas. Memangnya apa yang salah dari ucapannya, toh sebentar lagi juga mereka berdua akan menikah. Sebutan calon istri maupun calon suami sepertinya normal-normal saja, bahkan paman pemilik kedai itu tidak bereaksi apa-apa saat mendengarnya. Jadi Sean bingung kenapa wanita itu hobi sekali marah-marah padanya?

Mendengar langkah Sean yang sedikit berlari mensejajarinya, Iren otomatis mempercepat 10x lipat langkahnya. Dia benar-benar benci melihat pria itu terus memperlakukannya tanpa tahu etika. Coba bandingkan sikapnya waktu pertama kali datang ke Rumah Sakit. Sorot matanya lesu seperti tidak memiliki semangat hidup, ditambah dengan miliknya yang ternyata bisa membuat seluruh wanita di dunia ini menjauh.

"Hey, dokter Iren...!"

"Dia sedang tidak ingin bicara apapun!" Iren terus berjalan lalu mengangkat satu telapak tangannya untuk memberi kode Sean agar tidak perlu mengajaknya bicara. Sean malah terkekeh kecil merasa respon wanita itu sangatlah lucu.

"Lho, belakang celanamu basah, kau ngompol ya?"

"Hah, mana?" secara reflek tubuh Iren langsung berputar meraba bagian belakang celananya dan berhenti untuk melihat apakah memang yang dikatakan oleh Sean itu benar. Iren hampir lupa kalau pertengahan bulan ini biasanya dia mendapatkan jatah menstruasi. Jangan-jangan dia memang mendapat menstruasi dan tidak menyadari darahnya sudah merembes sampai celananya basah.

"Aku bohong koq," dengan santainya Sean berujar sekaligus melewati posisi Iren yang masih sibuk mengamati bagian belakang celananya. Iren yang merasa dibohongi tidak dapat lagi membendung emosi yang semakin menyempitkan rongga dada. Dia menggeram lalu melepas sandal sebelah kirinya dan melemparnya keras tepat mengenai belakang kepala Sean.

Sean mengaduh sambil menoleh kebelakang. Didapatinya wajah Iren yang sudah seperti ingin mencincang habis dirinya dengan cuping hidung kembang kempis.

"Sopan sedikit bisa tidak? Sakit tahu!"

"Kau masih belum puas mengerjaiku? Apa sih maumu? Apa dengan mengatakan bahwa aku adalah calon istrimu...ah, tidak," Iren menyesal mengatakan kalimat itu,"...kau merasa bangga?"

Sean sepertinya tidak ingin menggubris omelan Iren. Dia mengambil sandal flip-flop yang tadi mengenai belakang kepalanya, kemudian mendekat dan menyuruh Iren untuk memakainya kembali.

"Kakimu nanti bisa terluka."

"Bukan urusanmu!"

Irene menatap tajam pria itu sambil memakai sandalnya secara kasar.

"Apa kau tidak capek marah-marah terus padaku? Kau kan tahu posisi kita sekarang sama-sama sulit, jadi ayo kita berdamai dengan keadaan. Kita bisa menjadi teman yang saling membantu kalau kau mau," menyadari kalau ucapannya tidak akan mendapat respon apapun, Sean meletakan tangannya di kedua pundak Iren lalu meminta wanita itu untuk mengikuti intruksinya. "Tarik nafas panjang, tahan sebentar, lalu hempaskan," Sean menyuruh Iren melakukan hal itu sebanyak 3x dan bodohnya Iren menurut saja. "Bagaimana, sedikit merasa lebih tenang kan?"

 DONNA (21+) Hunrene, Kaistal, ChanroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang