Rahasia Samuel, Tiga belas

3.7K 248 14
                                    

Senja telah menampilkan wujudnya, jingganya telah menghiasi langit birunya. Dan orang itu masih saja berkelut dengan motor besarnya, menyelusuri jalanan yang padat oleh manusia sibuk.

Samuel, ia mendecak saat ia melihat lampu lalu lintas berubah warna, kenapa harus sekarang? Kenapa baru sekarang lampu itu berganti warna, di saat ia sedang terburu-buru untuk pulang.

Suara kelakson kendaraan saling bersautan, membuatnya merembuskan napas kesal, ia benci keramaian seperti ini, ingin rasanya membunuh orang-orang yang berisik itu. Tapi ia sadar kalau ia melakukannya sama saja ia menambahkan dosanya saja. Jadi hal selanjutnya ia hanya menunggu sampai lambu itu berganti warna.

Hal yang di tunggu-tunggunya sudah tiba, langsung saja ia melaju motornya, masa bodo dengan orang yang memarahinya, karena berkendara seperti pengendara ugal-ugalan, di saat ramainya kendaraan yang ada.

Ketika ia sedang fokus berkendara, dan saat itu pula ponselnya berdering, tak ia anggkat sudah ia pastikan kalau itu adalah oma nya, maka dari itu ia kembali melajukan kecepatan motornya.

Tapi ia menjadi sangat kesal dengan ponselnya yang berdering beberapa kali, dengan sangat kesal ia menepikan motornya, lalu mengambil ponselnya di dalam kantung jaketnya, dan menarik ikon hijau itu.

"......"

"Iya iya, gue kesana,"

"......"

"IYA BACOT!" Kesalnya. Lalu ia memutuskan panggilan sepihak, niat awal mau pulang tapi selalu aja ada acara dadakan, yang harus ia hadiri.

•••••••

Andis sedari tadi mundar-mandir, naik-turun anak tangga demi mengecek cucunya yang belum pulang, padahal ia sudah melarang anak itu untuk kemana-mana, mengingat kondisi cucunya tadi pagi ia semakin khawatir. Terlebih lagi anak itu masih masa pemulihan, ya memang dasarnya Samuel itu keras kepala, jadinya tidak mendengar kata-kata yang omanya sampaikan.

Andis sekali lagi pergi kekamar cucunya memastikan kalau anak itu sudah sampai apa belum, dan dugaannya benar anak itu belum juga pulang sampai saat ini.

Apa ia coba menelpon cucunya saja? Ah iya. Ia akan menelpon cucunya yang nakal itu.

Ponselnya masih berdering, tak lama kemudian di nada sambung terdengar, tapi sayangnya yang mengangkat adalah petugas operator, yang mengatakan kalau cucunya sedang sibuk.

Nesya yang memang masih berada di kediaman Deni itupun merasa sirih dengan oma yang mundar-mandir tak jelas seperti itu.

"Oma, Sebenarnya oma lagi ngapain sih?" Tanya Nesya sambil berjalan mendekati oma.

"Eh iya sayang! Oma lagi nungguin Muel sayang," jawab Oma yang tak lepas melihat kearah pintu.

"Muel?" Tanyanya lagi.

"Iya Muel cucu oma, sepupu ternakal kamu, yang suka kamu jailin dulu!" Tutur Oma.

"Bukannya Muel ada di Bandung ya oma? sama oma.."

"Ya'kan omanya di sini, yakali oma tinggal dia di sana..kaya nggak kenal sifat Muel aja gimana?" Ujar Oma sambil terkekeh di akhir kalimatnya, ia berpikir Samuel yang sekarang bukanlah Samuel yang dulu. Samuel yang sekarang sangatlah sulit untuk di sentuh, sedangkan dulu Samuel adalah anak yang cengeng. Sejujurnya ia sangat merindukan cucu kesayangannya itu, sungguh ia sangat rindu.

RAHASIA SAMUEL  ✓ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang