#NAD_FEATURE
Kisah remaja di putih abu-abu, sangatlah buruk.
Pasalnya entah siapa yang ghibah dan menyebar gosip kalau aku tak perawan.
Njirr, entah laki-laki darimana saja. Mendekati, menggoda bahkan menawarkan jadi pacar.Pulang sekolah aku di hadang, pria lajang mungkin.
"Abang antar pulang yok dek." Ajaknya.
"Gak usah, aku bisa jalan sendiri," kataku, melewatinya.
Laki-laki itu, terus mengikuti, namanya S.
"Ngapain sih ngikutin Mulu." Hardikku kesal.
"Makanya ayok abang antar," katanya. Aku menghela, terpaksa ikut di boncengnya.
Bukan mengantarku dia membelokkanku ke perkebunan sawit.
"Wop, gak betol kau nih, ngajak gado nampaknya kau." kataku menyingsingkan lengan baju panjangku.
"Bentar aja dek," suaranya mendesah, dan aku jijik mendengarnya.
Tanpa babibu, aku lari dari tempat itu, tapi gagal S yang lagi kesetanan. Menguasai tubuhku.
"Gak usah sok suci, aku tau kau udah gak perawan lagi!" katanya.
Haih, meleber airmata ku.
'Kalo aku gak perawan pun, itu karena dia yang saat ini mencoba melecehkan ku.' tangisku pecah. Mengumpulkan kekuatan.
"Allahu akbar, Allahu akbar, lindungi aku ya Allah," mulutku terus merapal doa.
"Shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uun," lagi ku rapalkan doa.
Azan Ashar berkumandang.
'Alhamdulillah' batinku.
"Kau itu manusia atau setan? Tak bisa menghargai azan," sentakku menghentikan kelakuan brutalnya .
S mengusap kasar wajahnya.
Mengantarku pulang. Dengan memohon. Agar aku mau di antar dia.****
Di rumah pamanku, hal serupa terjadi.
Kali ini tetangga sebelah yang hilang kendali.
Aku lagi makan di kamar, mengirim sms pada kekasih yang ku kenal lewat temanku, tak pernah tatap muka, karena kami beda kota, dia R mahasiswa Fakultas Tekhnik, asal Bengkalis.
Lagi asik senyum sendiri, tiba-tiba tangan memeluk dari belakang.
Sontak aku berdiri, mengusirnya. Dia adik kelasku, HS.
"Kau ini ngapain?" bentakku.
"Ayolah Vi, kau kayak gak biasa aja," katanya
"Njirr, pigi ko sana," pekikku mengusirnya. Dua masuk dari jendela dapur.
Wajahnya uda mupeng.
"Kita kan sama-sama suka Vi." Suaranya mendesah.
"Bangke nih orang, kalo ko gaj nau pigi biar aku yang keluar," ku dorong tubuhnya yang kayak cacing kepanasan di depan pintu kamar.
Aku lari, keluar duduk di bawah pohon jambu tetangga.
Nangis sejadinya. "Tuhan kayak gini kali hidupku, siapa yang nyebar fitnah itu?" lirihku terisak.
Adikku datang, dari selesai main.
"Mbak kenapa mbak?" tanyanya.
Ku ceritakan pada adikku yang duduk di kelas 6 SD itu, wajahnya memerah. Tapi apa daya, dia masih kecil.
Dia pergi, ternyata ngadu sama 2 pamanku, pamanku datang mencari HS. Orang tua HS marah-marah menuduhku mengarang ceritaAyahnya HS menampar pipi anaknya yang tak mengaku perbuatannya.
"Kau pun Vi, kok gak lari tau dia mau kek gitu!" Bangke kali kan, itu kata bibi si HS .
"Gak lari?! Kalo aku gak lari, habislah aku sama dia!" emosi aku, terucapku dengan nada tinggi.
Terdiam dia.
Ternyata yang buat gosip murahan adalah teman laki-laki ku, MD, yang ku tolak cintanya, cantik maen kau, keparat. Sampai sekarang aku terkenal dengan wanita murahan.
Tak ada klarifikasi, Tuhan maha tau.
Biar Tuhan yang membalasnya, semoga dia MD dapat hidayah.
Setelah itu. Aku yang introvert semakin menutup diri, trauma setengah mati. Hingga seseorang
datang menyembuhkan luka hati.