Untuk kesekian kalinya aku hanya pulang dengan rasa yang berat. Bukan karna apa, masih merasa belum lengkap saja semangatku.
"Aku tak nganter bude ku dulu ya, nanti kamu tak turunin di depan SD dulu. nunggu di sana sebentar. Nanti berangkatnya bareng." Kata Anisa kepadaku sambil menurunkan barang bawaanku dari sepeda motor, dan langsung putar balik menjemput budenya.
Aku duduk di depan Gerbang SD yang sudah di tutup pak satpam satu jam yang lalu. Seperti orang hilang aku di sini. Ku buka handphone ku, lalu ku lihat adakah Chat dari dia. Dengan kecewa aku memasukkan kembali handphone ku.
Haparanku kembali menipis, Hanya rindu yang semakin kian tebal. Aku takut rindu ini akan meledak seenaknya di tempat umum. kan memalukan.
"Mari mbak," sapa tukan cilok yang hendak memasuki sekolah, mungkin beliau akan jualan di SD itu. "Oh, mari buk."
"Mbak, berjan. berjan." teriak supir angkot yang lewat, dan aku hanya menggelengkan kepala karna memang aku akan berangkatnya nanti menunggu Anisa datang.
Setelah beberapa saat, mungkin ada tiga puluhan menit aku menunggu terlihat Anisa datang bersama budenya dari arah tadi aku berangkat kesini.
"Lama ya ?, maaf ya. Tadi aku nunggu Via mandi dulu, nggak mau di tinggal dia, minta di pamiti, jadinya aku nunggu dia mandi." Penjelasan Anisa ketika dia turun dari sepeda motornya.
Aku menyalami budenya Anisa, tentu Anisa juga menyalami budenya dan berbasa-basi sebentar. Lalu bergegas pulang.
Setelah budenya pergi, aku dan Anisa menunggu angkot nomer 7 yang beroperasi di sekitar pondok yang aku tinggali.
Tidak lama, hanya tiga menit kita duduk di gazebo depan SD itu. Bawaanku lumayan banyak di bandingkan Anisa, karna memang aku membawa baju untuk dua minggu liburan di tempat Anisa. Sedangkan Anisa hanya membawa tas ranselnya dan satu tas kecil yanng bisa ku tebak isinya adalah makanan.
Setelah setengah jam aku di angkot, akhirnya sampai juga di depan pertigaan pondok. Aku membayar dan lekas turun karna angkot akan segera kembali beroperasi mencari rejeki untuk anak istrinya di rumah. "Makasih pak."
Bukan lupa, hanya kalau sudah di pondok semua kesedihanku tentang dia serasa hilang sejenak dari pikiranku. Melihat teman-teman sudah ramai di kamar dan tentunya membawa jajan dan makanan dari rumah, itu bagian yang paling aku syukuri ketika hidup di pondok. Mungkin suatu saat aku akan merindukan suasana seperti ini.
"Nis, bawa oyek nggak ?" tanya Nur yang saat itu dia juga masih ngoyek.
"Bawa, santai aja. Nggak pernah lupa aku sama makanan favorite aku." jawab Anisa sambil meletakkan tas di lantai dan mulai membereskan bajunya di lokernya.
Aku ? aku malah sibuk mencari kunci loker ku yang aku lupa menaruhnya di mana. tapi seingatku masih aman di tas. Apa mungkin ketinggalan di rumah Anisa, wah gawat kalau itu.
"Nyari apa mba ?" tanya seseorang yang asing suaranya di telingaku.
"Kunciku nih. Kamu lihat nggak ?" tanya ku dengan masih mengobrak-ngabrik isi tasku.
"Oh ini mungkin mbak ?" katanya sambil melihatkan gantungan burung hantu -oleh oleh dari sahabatku- yang kurasa memang itu. Aku ingat betul dengan gantungan kunciku.
"Oh iya bener, kok bisa di kamu ?" tanyaku sedikit menyelidik yang mungkin dia agak takut dengan pertanyaanku karna memang nada bicaraku kasar.
"Oh ndak mbak, kemarin tiga hari yang lalu kan mbak pulang ngambil barang, nah kuncinya jatuh pas mbak buru-buru. Trus ku ambil, mau tak kembalikan keburu lari jauh mbaknya. Mau manggil aku juga belum tau nama mbak, jadi ku simpan deh" jelasnya panjang. "Maaf mbak" katanya seraya bangkit lalu meninggalkanku. Ah biarlah.
Setelah itu aku berniat meminta maaf nanti kalau sudah selesai beres-beresnya dan berterimakasih juga karna sudah menyimpankan kunciku.
__________________________________________________________
Oh ya dari tadi kamu belum tau namaku ya. Nanti bakal kusebut namaku di akhir cerita ini ya. sabar okke hehe. simak terus yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Kamu
AcakPerjalan kisahku dari mulai detik ini 23:12 hingga entah sampai kapan.