Storge

34 6 3
                                    

Suara rintikan hujan memenuhi gendang telingaku, hujan turun dengan begitu tergesa-gesa.

Aku sempat melirik ke kiri dan ke kanan, mencoba mencari tempat berteduh, dan sayang sekali aku tak menemukannya.

Seragamku sudah basah kuyup, terlintas dipikiranku untuk kembali ke sekolah namun aku sudah berjalan terlalu jauh untuk kembali lagi.

"Ayolah, tolong angkat." Aku terus sibuk menelepon ayah yang biasanya menjemputku, namun tetap saja hanya terdengar kata 'sedang sibuk' berulang-ulang kali.

"Lemon." Suara yang begitu familiar memanggilku, aku tidak mendengar suaranya dengan jelas karena suara hujan yang begitu mengganggu, "Akhirnya aku menemukanmu,"

Aku buru-buru memalingkan wajahku dan berlari secepat mungkin berusaha menghindari orang yang sedang memegang payung itu.

Aku kenal orang itu, siapa yang tak bisa mengenal teman sebangkunya sendiri, hanya saja, lebih baik aku tidak berhubungan lagi dengannya.

Ketakutanku cukup besar, gadis SMP berjalan sendirian di jalan sepi ditambah sedang hujan, tak kecil kemungkinan aku diculik dan sang penculik akan meminta tebusan kepada ibu tiriku

Yang mana Ibu tiri itu tidak akan menaruh sedikitpun kepedulian padaku.

Hujan semakin deras, entah buku-buku ku masih dalam keadaan kering, sepatuku juga sudah basah akibat menginjak genangan air.

"Dinginnya." Aku sudah menggigil, rasa dingin sudah masuk melalui pori-pori.

"Syukurlah." Netraku menangkap sebuah halte bis yang bisa menjadi tempat berteduh sementara.

"Tisu... tisu...." Tubuhku sudah basah total, aku perlu pulang ke rumah sekarang.

Apa aku harus menelepon ayah lagi?

"Ck, tidak ada jalan lain." Mengingat bahwa ayahku adalah sosok yang acuh tak acuh, aku agak ragu untuk meneleponnya kembali. Namun apa boleh buat, daripada aku mati kedinginan.

"Ayah, tolong jemput aku," ucapku seketika terdengar nada bahwa telepon telah diangkat.

"Ayah sedang sibuk, tunggu 1 jam lagi," balasnya dengan nada dingin

"Aku dalam keadaan basah kuyup, tolong jemput aku,"

"Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu berlari menerjang hujan?" nada bicaranya naik satu oktaf.

"Tapi ayah, aku-"

"Tut... Tut...." Suara panggilan dihentikan pun terdengar.

"Ayah...." Suaraku patah-patah, mataku berair seketika, dengan pelan kusimpan ponselku kembali kedalam kantong, sebelum rusak terkena percikan air hujan.

Hujan masih sangat deras, seandainya kejadian di sekolah tadi tidak ada yang melihatnya, mungkin aku tak perlu lari menerjang hujan.

Hanya saja, mengingatnya kembali membuat dadaku merasa sesak...

*

11:00, jam istirahat kedua.

"Mon, kamu lagi ngapain?" ujar Revana yang menghampiriku seraya membawa banyak sekali buku.

"Oh, kamu mau lewat? Silahkan." Aku langsung berdiri dan membiarkan masuk karena kursinya berada di sudut kelas yang membuatnya harus melewati tempat dudukku agar bisa masuk.

"Lemon sedang gambar apa?" Matanya tertuju pada kertas yang sedang aku coret, aku buru-buru menyimpan kertas itu ke dalam laci meja.

"Tidak, ini bukan apa-apa," ucapku dengan suara kecil, aku tidak begitu suka jika orang lain melihat hasil gambarku.

Who?Where stories live. Discover now