Doubt and Certainty

322 45 17
                                    

August, 2008

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

August, 2008

"Tou-chan!" pekik Boruto.

Senyum Naruto melebar. "Haiiii, Anak Tou-chan!"

Neji tertawa begitu menurunkan Boruto dari pelukan. Bocah kecil itu berlari menyongsong ayahnya. Ia mengamati Naruto berlutut, memeluk si batita, kemudian memutar-mutarnya dalam dekapan.

"Haaa-ah. Kenapa kalian cepat sekali sih datangnya?" Hanabi berkelit dari Hinata yang hendak mengambil Himawari. Begitu Himawari mencium pipinya, Hanabi mengulum senyum. Ia menyerahkan ponakannya pada sang ibu.

"Kangen, lah. Apa lagi? Nanti juga pas kami kerja, ya mampir sini lagi." Hinata tersenyum ketika Himawari menggerung cadel memanggil ayahnya. "Naruto-kun, nih."

Neji bersidekap. "Padahal akan lebih mudah kalau Himawari dan Boruto menginap di sini saja lebih lama."

"Iya. Biar aku yang jaga." Hanabi menimpali.

"Aku bisa mati kangen, Neji Nii-san. Aah... Kesayanganku sesemesta alam, Himawari." Naruto meraih Himawari dalam pelukan. Mulai dari Hyuuga bersaudara hingga para penjaga refleks tersenyum, manakala melihat tawa menggemaskan bayi Himawari ketika diciumi Naruto. Bahkan kakeknya sendiri. Tak urung, Naruto langsung mengangguk sedalam yang ia bisa. "Otou-sama."

"Hm." Hiashi mengangguk singkat. "Ayo masuk. Kita makan dulu."

Naruto menggeleng sesopan yang ia bisa, meski agak panik. "Tadi di rumah, kami sudah-"

"Mari." Hiashi menghampiri Naruto dan mengambil Himawari dari pelukannya. menggendong Himawari sambil berjalan masuk kembali ke dalam rumah.

"Ciciii!" Himawari nyengir.

Hiashi menganguk-angguk khidmat. "Ojii-chan."

"Ouciii-chan." Himawari menjenggut rambut sang kakek.

"Aah." Hiashi menepuk-nepuk lembut punggung cucunya.

Tiga bersaudara Hyuuga itu menahan tawa sesopan yang mereka bisa, lantaran Naruto terbengong-bengong karena Hiashi dengan bangganya menggendong pergi Himawari darinya.

Hanabi mendekat pada kakak iparnya dan berbisik, "Tenang saja, Naruto Nii-san, itu antara dua kemungkinan. Nii-san dan Hinata Nee-san memang harus makan dulu, atau ayah kami masih keberatan kalau mesti sekarang juga pisah dari cucunya."

Neji ikut menutup mulut dan merendahkan suara. "Kemungkinan yang terakhir itu lebih benar, Naruto."

"Apa kalian tega lihat bayi lucu, putriku, dipisah lagi dari ayahnya?" desis Naruto, melirik kanan-kiri.

"Apa kau tega memisahkan anakmu yang sedang bersama kakeknya?" Neji sengaja mengerut dahi dalam-dalam.

"Biasanya juga kalau aku dan Hinata kerja, Boruto dan Himawari tiap hari di sini. Hei, mereka bahkan lebih lama di sini daripada sama kami!" protes Naruto.

ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang