Feelings

353 43 45
                                    

June, 2008

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

June, 2008

"Hima mawuu bawaaa!"

"Jangan, eh! Jeyek tahu enggak!"

Naruto memasuki ruang tamu merangkap tempat bermain anaknya. Ia mencoba membendung tawa geli. Mendapati Boruto kecil 3 tahun versus Himawari baru 1 tahun, tarik-tarikan boneka beruang kecil. Jadi hiburan tersendiri.

Sebentar lagi, akan ada upacara di dinas pendidikan untuk guru-guru berprestasi. Sekaligus pelantikan guru honorer diangkat jadi guru tetap. Acaranya justru menganjurkan agar keluarga dibawa. Tentu ia bersuka cita memboyong tiga kesayangannya untuk menyaksikannya naik pangkat.

"Ayo, Kaa-chan sebentar lagi datang bawa baju Tou-chan. Sudah mau berangkat, nih. Kalian jangan berantem," kata Naruto.

"Tou-chan, masa Himawari mau boneka jeyeknya?" celoteh Boruto kecil, menarik boneka adiknya lebih kuat.

"Enggak jelek! Ini dayyii Tou-chan!" Himawari memelet lidah.

"ITU MUKANYA NYEREMIN!"

"ENGGAK! CACIAN HAN CALO DICINGGAL CENDILI DI LUMAAH!"

Naruto agak takjub dengan kekuatan dua anaknya. Diam-diam terharu. Boneka itu tidak seberapa harganya, tapi ia pilihkan yang dirasa paling manis untuk putrinya. Lebih ajaib lagi, Himawari bukan tidak menangis sama sekali.

"JEYEK, IH. POKOKNYA ENGGAK BOLEH DIBAWWWAA!" Boruto memakai seluruh kekuatannya, menarik boneka itu kuat-kuat. Kepala boneka putus dari badan beruangnya.

Adegan gore itu memekak seruang tamu sempit rumah kontrakan keluarga Uzumaki. Himawari jatuh terduduk. Kapas berhamburan di dekat mereka. Boruto ternganga memegangi kepala boneka.

"U-um... Hi-Himawari..." Boruto malah melempar onggokan kepala itu. Sebagaimana bocah 3 tahun, ketakutan menyadari ia melakukan kesalahan.

"Onii-chan..." Himawari bangkit, langsung mendorong kakaknya sampai terjeblak ke belakang.

Boruto menjerit. Tangisnya pecah ruah. Bukan Himawari berhenti, ia malah mencoba meniban kakaknya. Boruto lari tunggang langgang dari ruang tamu.

Naruto terperanjat. Ia mencoba meraih kedua anaknya. Terlambat, Naruto menginjak apa pun itu yang berserakan di lantai. Terdengar gema bunyi suatu benda patah. Ia terpeleset. Kepala menghantam meja berkaki rendah.

"UWAAARGH!"

Sakit luar biasa mengggerus tiap inci tubuh Naruto. Dunia seketika menggelap. Dalam hitam sepekat malam yang meringkusnya, ia gagal memetakan warna-warna atau di mana anak atau pun Hinata berada.

Serasa jatuh dari menara tertinggi, badan jatuh dan pecah memuncrat darah, kemudian diulangi lagi dari momen melayang saat jatuh bebas sekali lagi.

Ia merasakan ada sulur-sulur meliar, menjerat lalu melilit tubuhnya erat-erat. Menyekap hingga ia tergemap. Naruto meronta-ronta, kedua lengan dan kakinya terikat. Matanya ditutup rapat.

ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang