4

267 3 0
                                    

Happy Reading

Jangan lupa vote dan komennya, biar aku tambah semangat update ceritanya.

Outhor pov
.....

Pintu lobby terbuka dengan lebar. Seorang lelaki berambut coklat dengan bahu tegap berjalan dengan angkuhnya di sana. Kaca mata hitam yang terpasang di wajahnya tidak menuruni sedikitpun pesonanya, malah aura dingin dan misterius membekukan para pegawai wanita di sana.

"Selamat pagi, pak."

"Pagi, pak."

Sapa para pegawai di sana ketika sang atasan datang ke kantornya. Di sepanjang jalan para bawahannya membukuk sopan menyapa kedatangannya. Bukan hal asing lagi baginya. Kesopanan dan tata krama adalah nomer satu baginya dan keharusan, untuk seluruh pegawainya. Jika mereka tidak bisa mengikuti peraturannya silahkan bikin surat pengunduran diri dan angkat kaki dari kantornya.

Para wanita di sana hanya menatap punggung tegap miliknya dengan tatapan memuja, setelah ia berlalu melewati mereka bak model proporsional.

Ia memiliki tinggi dan postur tubuh yang indah, untuk di lihat kaum hawa tak heran. Jika mereka tak ingin lepas dari siluetnya sampai menghilang di telan jarak.

Paras bulenya yang selalu menjadi pusat perhatian kaum hawa. Rahang tegas, hidung mancung, wajah yang rupawan, mata biru sebiru lautan dan jangan lupakan kantong tebalnya. Menjadi idaman wanita, namun sangat di sayangkan, lelaki itu sangat dingin seperti kutub es utara seperti tak tersentuh oleh siapapun. Satu-satunya kesempatan melihat ia tersenyum dan berbicara normal itu ketika ia berjalan bersama dengan client-nya, selain itu nihil, ia seperti seorang lelaki yang tak akan mati walau di tembak oleh pistol. Ia terlihat angkuh dan sombong.

Dengan langkah tegasnya berjalan tanpa menoleh sedikitpun oleh bawahannya, lelaki itu menaiki lift yang memang di khususkan untuknya, lift itu mengantarkannya ke lantai tiga puluh tempat ruangannya berada.

Pintu lift berdenting dan terbuka, ia kembali pergi melenggang menuju ruangannya

"Pagi pak Derald," sapa sekretarisnya ketika melihat bosnya datang.

"Siapkan Schedule, saya." ucapnya tanpa basa-basi sambil berjalan keruangannya.

Sean Derald, laki-laki berumur 32 tahun dengan segala sifat dinginnya yang tak tersentuh. Ia terbilang sangat muda dengan jabatan pentingnya yang di wariskan oleh ayahnya, dan di pertahankan olehnya dengan otak pintarnya dalam mengelola bisnis, lulusan terbaik Stanford yang sulit untuk di ragukan kemampuannya, ia bekerja tanpa celah.

......

Sean tengah sibuk dengan segala berkas-berkas perkerjaannya yang sudah menumpuk di meja kerja. Rutunitas setiap pagi yang dia lakukan, pria itu selagi pemegang saham terbesar di perusahaannya, ia memiliki kendali beberapa departemen store terbesar di Indonesia, bahkan sekarang departemen store-nya sudah meraba di asia.

Setelah menghabiskan hampir semalaman di Club malam itu bersama teman-temannya. Dan ia baru pulang pukul tiga dini hari, dan sekarang ia di haruskan lagi datang ke kantornya mengerjakan tugasnya sebagai pemimpin perusahaan.

Ia harus terus-menerus memijit keningnya yang berdenyut kerena kekurangan tidur semalaman. Berkas yang berada di tangannya sudah tak sanggup lagi untuk di teruskan. Ia pun menyenderkan tubuhnya ke kursi kebesarannya, memejamkan matanya untuk merehatkan otaknya sebentar.

Dan sialnya, kepalanya tanpa bisa di cegah mengingat kembali pada kejadian semalam. Gila, sungguh gila dirinya. Bagaimana mungkin kesekian kalinya ia berhenti di tengah-tengah aktivitas ranjangnya?, selalu dan selalu seperti itu. Wanita itu tampak marah dan kecewa. Memikirkan semuanya membuat ia mengerang frustrasi sambil meremas rambutnya kasar.

Love And Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang