02

175 36 7
                                    

Hidup tidak selalu tentang bahagia dan tertawa, juga tidak selalu tentang sedih dan air mata. Hidup itu mencakup semuanya, ada masanya kita bahagia, ada saatnya kita bersedih, dan ada pula waktunya untuk kita memecahkan sebuah misteri. Dunia tidak hanya berputar untukmu, jangan terlalu membenci kehidupan dan semesta, ya. Itu yang selalu Mama katakan, Mama selalu berkata itu di setiap kesempatan. Baik aku, Viona dan Gemilang sudah hampir hafal dengan kata-kata itu.

Ketika Mama bilang kalo Papa selingkuh, duniaku serasa hancur. Pandai sekali akting mereka. Bertahun-tahun, dalam setiap hari bertemu, setiap hari bertegur sapa, aku tidak merasakan kejanggalan itu. Sungguh apik.

17 tahun aku hidup dalam keluarga yang kukira sangat harmonis dan penuh suka cita, ternyata mempunyai rahasia yang tidak ku ketahui. Setiap hari bercerita tidak menjamin tidak punya rahasia tersimpan. Sambil mengepalkan tangan, aku berlari mengejar ketertinggalan ku dari Viona, dan di belakangku ada Gemilang, dia berjalan santai sambil bermain ponsel.

"Gemilang, Retta, lama banget sih!" suara Viona mulai terdengar.

Aku menghela napas panjang lalu berjalan menghampiri Viona yang sudah duduk di bangku yang tersedia di sekitar taman.

Hari ini adalah hari minggu. Biasanya, saat weekend, aku habiskan waktuku untuk bermalas-malasan dan menonton film. Tapi, untuk weekend ini, rasanya kegiatanku tidak akan berlangsung seperti biasa. Tadi pagi saja, saat mimpiku yang indah sedang berlangsung, Viona tanpa segan membangunkanku dengan cipratan air yang sudah diisi garam.

"Gemilang, beliin minum!" pinta Viona pada Gemilang yang di balas dengan tatapan datar. Aku tersenyum, menunggu Gemilang marah pada Viona, dan saat itu juga, aku akan ikut memarahinya Viona.

"Sini uangnya," ucap Gemilang, matanya terus menatap layar ponsel yang sedang menyala. Aku tercengang seketika, gagal sudah rencanaku untuk marah pada Viona.

"Gemilang ga bakal marah sama aku, Ta." Viona menyenderkan kepalanya di pohon sebelahnya duduk, "Dia kan setiap mau ketemuan sama Jessica selalu minta tolong aku, jadi mana berani dia ngelawan aku."

Aku menatapnya sengit. Selalu saja merasa kesal saat Viona pulang ke rumah. Viona memang kakak-ku, kakak kandung, satu ayah dan satu ibu, tapi tak tau kenapa, aku selalu kesal dengannya. Umurnya 23 tahun, Kuliah semester akhir. Namun walau umurnya 23 tahun, dia selalu memerintahku dan Gemilang untuk hal-hal sepele bak ratu penguasa. Dia selalu mengandalkan aku dan Gemilang di waktu apapun. Walau begitu, aku tetap menyayanginya. Menyebalkan.

Viona menghela napas panjang, "Retta, kamu gapapa?"

Aku menoleh ke arah Viona, menatapnya dalam. Tak biasanya dia menanyakan kabarku se-kaku ini. Aku meneguk ludah, "Memangnya, aku kenapa?"

Terdengar helaan napas panjang dari Viona, Ia memejamkan matanya sesaat, kemudian kembali menatap ke arahku. "Waktu mama bilang papa selingkuh. Kamu ga benci sama papa, kan, Ret?"

Tidak kusangka, jika Viona akan menanyakan hal itu kepadaku. Dan tak seharusnya pula Viona bertanya hal yang sebenarnya dia sendiri tau apa jawabannya. Aku tersenyum sendu, otak-ku kembali berputar saat Mama berkata bahwa Papa selingkuh, sorot matanya begitu sayu tak punya harap.

"Aku kecewa, aku marah, aku kaget waktu mama bicara hal itu. Kamu juga ngerasain hal yang sama kayak aku, Vi?" Aku balik bertanya kepada Viona.

Viona menatap lurus ke depan, tangannya mengepal di samping, "Aku juga marah, marah karena Mama bisa-bisanya nutupin itu semua dari kita. Aku kecewa, karena figur 'Ayah' yang selalu aku agung-agungkan, ternyata seperti itu. Aku benci ketika aku baru menyadarinya sekarang." suara Viona bergetar, Ia kembali memejamkan matanya, cairan bening kemudian menetes dari kelopak matanya. Viona menangis.

Aku mendekatkan diriku pada Viona, memeluknya erat, "Ka, Kakak sudah 23 tahun hidup sama Papa dan Mama. Ini baru kali pertama kakak tau ada yang tidak beres di keluarga kita?"

"Kamu manggil aku 'Kak'? Aku tidak salah dengar, Ret?" Viona tertawa culas, "Oh Retta, akhirnya kamu kembali memanggilku dengan sebutan 'Kak'. Oh adikku sayang."

Aku menjauhkan diri dari Viona. Dia benar-benar gila. Mimpi apa Mama bisa melahirkan wanita segila dia.

***

Setelah selesai berkeliling komplek, Aku, Viona dan Gemilang kembali ke rumah, saat membuka pintu, aroma kue kering tanpa permisi tercium, membuat kami bertiga segera menghampiri Mama yang sedang menyiapkan beberapa kue.

"Ini, Mama yang bikin?" Viona bertanya sambil mengambil salah satu kue berwarna cokelat.

Mama mengangguk, "Iya, Mama yang bikin. Nih cobain." Mama menggeser 3 piring yang berisi lima macam kue kering dengan topping dan rasa berbeda.

Aku mengambil salah satu kue yang bentuknya seperti es krim, lalu memakannya. "Papa kemana, Ma?"

Mama yang tengah memasukkan kue kering lainnya ke dalam toples mendongak, menatap aku, Viona dan Gemilang bergantian. "Papa? Ada meeting katanya."

Gemilang tiba-tiba berdiri, ia berdiri di hadapan kita bertiga, ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana, "Kalian enggak ada niatan mau pergi?"

Tumben sekali Gemilang bertanya seperti itu. Biasanya, saat weekend seperti ini, justru dia yang akan pergi. Berjalan-jalan, menonton bioskop dan kegiatan romantis' lainnya bersama Jessica sampai melupakan orang yang ada di rumah.

"Kenapa memangnya, Lang?" tanya Mama.

Gemilang menggaruk lehernya, ia tampak salah tingkah.

"Jessica mau ke rumah, Ma. Dia pengen ketemu Mama katanya. Tapi, aku gamau Ka Viona sama Ka Retta ada di sini. Nanti Jessica malah di olok-olokin sama mereka." Gemilang merajuk pada Mama, "Apalagi Ka Viona, Ma, dia pasti bakal bilang yang enggak-enggak tentang Gemilang ke Jessica!"

Viona berdiri, tak sudi dituduh. Ia berdiri di samping Gemilang yang tingginya melebihi dirinya. Viona menjewer telinga Gemilang, "Jangan ngawur kamu. Jessica sering kesini, sering ketemu aku. Enggak pernah tuh aku ngomongin kamu yang enggak-enggak. Geer banget!"

Gemilang meringis kesakitan, ia berusaha melepaskan tangan Viona yang terus memelintir telinganya.

"Viona! Lepasin tangannya. Kamu itu kebiasaan." Mama melerai keduanya, "Jessica ke sini juga enggak apa-apa, Lang. Kakak-kakak kamu juga bakal bersikap baik sama dia. Walau Viona Jail sama kamu, dia tetap kakak kamu, dia tetap sayang sama kamu, Retta juga, walau dia sering marahin kamu dan minta kamu anterin dia kemanapun, dia juga sayang sama kamu. Setiap kamu berantem dama Jessica, Retta pasti jadi perantara kalian berdua supaya cepat baikan. Mereka sayang kamu, dengan cara mereka sendiri."

Aku menggigit kue ke 4, lalu berdiri, ikut duduk di samping Mama. Sedangkan Viona, ia menjulurkan lidahnya pada Gemilang. "Tuh dengerin kata Mama!"

Gemilang memutar bola matanya, nasib jadi anak bungsu yang punya dua kakak perempuan memang benar-benar tidak enak. Selain karena tidak ada teman bermain, mereka juga sangat ribet dalam segala hal.

Walau bagaimanapun, Gemilang tetap bersyukur punya dua kakak perempuan yang begitu ajaib.

"Jadi, jam berapa Jessica ke sini?"

📍📍📍📍

RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang