04

119 25 6
                                    

"Misi dan Cinta yang perlu dituntaskan secara bersamaan."
****

Cahaya matahari mulai redup, waktu berputar kian cepat. Langit yang tadinya berwarna biru cerah kini mulai menggelap. Matahari yang tadi bersinar kini akan segera sirna, bergeser posisi dan mempersilahkan bulan menunjukkan cahayanya.

Sambil menyalakan musik, aku yang tengah menyetir mobil berusaha berpikir. Tentang apa yang akan kukatakan nanti kepada Jessica, supaya Jessica bisa membantuku.

"Ayah kamu beneran enggak pulang, Jes?" Aku bertanya pada Jessica yang berada di sampingku. Aku memang tengah mengantarnya ke tempat Ayahnya berada.

"Enggak," ujar Jessica tak lupa dengan senyuman manisnya, "Akhir-akhir ini, Ayah selalu pulang dua hari sekali. Bahkan kadang seminggu sekali."

Aku menganggukkan kepalaku. Sedikit-sedikit aku tau tentang kehidupan Jessica. Tentang bagaimana Ayahnya bekerja tanpa henti. Bahkan, aku pernah melihat Ayah Jessica bekerja lainnya, tidak hanya menyupir taksi.

"Ayah kamu kerjanya nyupir taksi aja, Jes?"

"Iya, Ayah cuman nyupir taksi aja." jawab Jessica.

Aku menghela napas panjang. Mungkin Jessica memang hanya tau Ayahnya bekerja supir taksi saja. Padahal, Ayahnya lebih banyak lagi melakukan pekerjaan. Karena aku memang tak hanya satu atau dua kali melihat Ayah Jessica bekerja selain menyupir taksi. Alasan Ayah Jessica pulang seminggu sekali pun sepertinya aku tau mengapa. Tapi biarlah itu menjadi urusan keluarga mereka, aku hanya bisa membantu hal-hal yang memang sewajarnya saja.

"Udah sampai. Bentar ya Kak. Aku mau ke Ayah dulu." Jessica bersuara ketika mobil yang kukendarai berhenti di sebuah gubuk kumuh, ada banyak taksi yang terparkir di sini.

"Aku perlu turun enggak?"

Jessica menggeleng, "Biar aku sendiri aja ya, Kak. Kakak tunggu disini dulu, sebentar. Terima kasih." Setelahnya, Jessica melepaskan sabuk pengaman dan keluar mengambil selimut juga rantang makanan yang Mama berikan.

Setelah mengambil selimut dan rantang makanan itu, Jessica masuk ke dalam gubuk dengan interior lawas. Bisa kutebak hanya beberapa orang saja yang bisa masuk kesitu. Melihat Jessica dengan langkah yang terbilang biasa saja masuk ke dalam gubuk itu, aku bisa tau bahwa Jessica memang sering kesini.

Tak berselang lama, hanya butuh waktu 10 menit, Jessica kembali lagi. Dengan hanya membawa rantangnya saja.

"Maaf ya Kak, udah nunggu."

Aku tersenyum lalu memutar balik stir, mulai mengemudi meninggalkan kawasan yang di sekitarnya digunakan untuk pembuangan sampah.

***

Kini, mobil yang tengah kukendarai sudah memasuki kawasan lain. Kawasan ini ada di pinggiran kota Jakarta. Setiap sore menjelang banyak ibu-ibu yang tengah terduduk bersama rekan-rekan ibu-ibu lainnya sambil mengawasi anak-anak mereka yang tengah bermain.

Mobil berwarna putih ini kuarahkan menuju salah satu rumah yang tak begitu besar juga tak begitu kecil berdempetan dengan rumah yang lebih besar.

Aku dan Jessica turun dari mobil dan memasuki rumah Jessica. Menurut cerita yang aku dengar dari Jessica, rumah ini dulunya adalah kontrakan, Ia dan Ayahnya hanya mengontrak selama 2 tahun saja. Rumah yang dikontrakkan ini adalah milik orang yang rumahnya berdempatan dengan rumah ini. Namun kala itu, Ayah Jessica mempunyai uang yang cukup, uang itu didapatkan sebagai imbalan ketika Ayah Jessica menyelamatkan orang. Dengan uang itu, Ayah Jessica bilang ke pemiliknya, bahwa dia tak akan memperpanjang sewaan, melainkan ingin membelinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang