03

120 34 4
                                    

Di saat Gemilang menjemput Jessica untuk ke rumah, di saat itu pula, waktu luang untuk aku bertanya pada Mama. Perihal perselingkuhan Papa. Kenapa juga Mama terlihat seperti sudah terbiasa dengan perselingkuhan?

"Ma, Retta boleh nanya?" Aku mendekatkan diri pada Mama yang tengah asyik menonton televisi yang di dalamnya tengah berada ada adegan dimana istri sah sedang melabrak seorang pelakor.

"Nanya apa, sayang?"

Aku meneguk ludah, berusaha merangkai kata yang dikira tidak terlalu kentara bahwa aku sedang menyelidiki Papa.

"Soal Papa--"

"Retta, kesini cepat, bantuin aku bikin es buah!" suara Viona dari arah dapur terdengar, membuat aku menghela napas panjang. Ini aneh. Viona seperti menutupi sesuatu dariku.

Mama tersenyum kearahku, "Bantuin Viona dulu, nanti aja ya kalo mau nanya, oke?"

Aku beranjak dari sofa berwarna abu-abu itu dan berjalan menghampiri Viona. Saat sampai di dapur, aku terpaku seketika, Viona sedang duduk manis sambil mengaduk mangkuk berisi bermacam buah-buahan yang di campur dengan sirup juga sedikit susu, aku memandangi keempat mangkuk lainnya yang sudah selesai di siapkan Viona. Viona sepertinya tidak membutuhkan bantuanku, lalu kenapa tadi dia berteriak meminta tolong agar aku cepat datang kesini?

"Apa yang harus aku bantu?"

Viona menggelengkan kepalanya, "Enggak ada, udah siap semua."

"Terus kenapa tadi kamu teriak minta bantuan?" Aku berdecak kesal, lalu kutatap Viona dengan tatapan mengintimidasi. Langkahku kupersempit, semakin dekat dengan Viona, "Kamu nyembunyiin sesuatu dari aku, ya?"

Dengan tatapan nyalangnya, Viona menepis jari telunjukku yang berputar di depan wajahnya. "Apa? Apa yang harus kusembunyiin dari kamu?"

"Kamu tuh aneh, setiap aku mau bicara tentang perselingkuhan Papa, kamu pasti motong pembicaraan dan enggak mau ngebahas tentang itu. Seakan-akan kamu tuh tau sesuatu, Vi."

Suasana di dapur terasa sangat dingin. Antara Aku dan Viona tidak ada yang berbicara. Mataku berusaha menangkap kebohongan dari mata Viona, tapi sulit, sorot mata Viona begitu membingungkan, hingga tak bisa ditebak, apakah dia tengah berbohong atau tidak.

"Aku enggak tau sesuatu. Hanya saja, kamu tuh terlalu melewati batas, Ta. Kamu bertanya hal-hal yang sebenarnya enggak perlu kamu tanyain." Viona membuka suara, dia menggenggam tanganku, "Walau Papa selingkuh, kita enggak bisa berbuat apa-apa, Ta."

Viona menundukkan kepalanya, lalu menarik napas dalam, "Kamu lagi nyelidikin tentang perselingkuhan Papa, kan? Aku mohon hentiin, Ta."

Aku menggelengkan kepala. Drama macam apa ini? Dengan mudahnya Viona menyuruhku untuk berhenti menyelidiki tentang perselingkuhan Papa, padahal rencana itu belum kumulai sama sekali. Aku masih mencari titik terang dan kisi-kisi, belum memulai semuanya, namun Viona sudah menyuruhku untuk menghentikan rencana ini. Benar-benar aneh.

"Kalo Ka Viona enggak mau bantuin aku, enggak apa-apa. Aku bisa nyelidikin semuanya sendiri. Dan Ka Viona juga enggak usah ikut campur tentang rencanaku." Aku berdiri dan melenggang pergi, meninggalkan Viona dengan segala kekhawatiran yang ada di dalam pikirannya.

***

Pintu utama terbuka, Gemilang datang dengan menggandeng pacarnya, Jessica. Gadis cantik itu tersenyum, menyapa aku, Viona dan Mama yang tengah menunggu sambil menonton televisi.

"Jessica, udah lama ya enggak ketemu," ucap Viona antusias lalu memeluk Jessica erat, "Gimana tentang les Piano kamu?" tanya Viona sambil menyuruh Jessica duduk di sebelahnya.

"Semuanya lancar, Kak Vi. Berkat Kakak." Jessica tersenyum manis, lalu menyalimi aku dan mama.

"Jessica udah makan?" kini, giliran mama yang bertanya. Mama selalu care pada Jessica, bahkan hampir setiap hari mama membawakan sarapan untuk Jessica yang dititipkan pada aku.

Jessica menggeleng, "Ayah bilang enggak pulang hari ini, jadi Jessica sengaja enggak masak, Ma."

Mama mengelus puncak kepala Jessica, "Nanti kamu makan bareng kita, ya?" Jessica mengangguk, dia merasa bahagia ada di tengah-tengah keluarga ini.

Yang aku tau, Jessica hanya hidup bersama ayahnya yang bekerja sebagai sopir taksi. Ibunya meninggal saat Jessica berumur 6 bulan. Sampai sebesar ini, Jessica belum pernah tau seperti apa ibunya. Bahkan untuk merasakan kasih sayang dari ibunya saja, Jessica tidak bisa. Maka dari itu, saat Jessica menjalin hubungan dengan Gemilang, dan dekat dengan keluarga Gemilang, Jessica seperti mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu.

Aku menepuk dahiku keras, "Aku lupa!"

Aku berjalan ke arah dapur, mengambil es buah yang tadi sudah disiapkan. Setelah itu, sambil membawa nampan berisi 5 mangkuk yang didalamnya terdapat banyak aneka buah-buahan, aku menaruhnya di depan meja.

"Nah, ini es buah, seger lho, Jes!" Aku menyerahkan satu mangkuk untuk Jessica.

"Terima kasih, kak."

Sambil menyantap es buah masing-masing, kita semua bercengkrama. Dimulai dari Jessica yang bercerita bahwa rumahnya hampir saja digadaikan oleh Ayahnya karena tak mampu untuk membiayai sekolah Jessica, sampai bercerita tentang sejauh mana hubungannya dengan Gemilang.

"Gemilang tuh tampangnya aja yang sok, aslinya mah cerewet lho, Jes!" Aku membuka salah satu sifat asli Gemilang, yang mungkin belum Jessica ketahui.

"Retta!" Gemilang menyerukan namaku, mukanya tampak memerah, dia tersenyum canggung pada Jessica, "Aku cerewet untuk hal-hal tertentu aja, Jes."

Jessica memandangi wajah Gemilang lalu tersenyum, "Aku percaya kamu, Lang."

Viona berdehem, "Kalian tuh enggak sopan."

Jessica langsung salah tingkah dan meminta maaf pada Viona. "Maaf kak, maaf kalo aku enggak sopan." Jessica menutup matanya dan tak henti-hentinya meminta maaf.

Aku, dan Mama hanya memandang heran, sebenarnya apa yang tidak sopan?

"Enggak Jes, bukan itu. Kamu dan Gemilang enggak sopan karena pacaran di depan aku sama Retta yang udah lama ngejomblo ini. Aku juga pengen punya pacar!" Viona berteriak ketika menyebut kata 'pacar'. Dia sebenarnya sudah pernah berpacaran, meski hanya bertahan dua minggu saja.

"Plis deh. Enggak usah bawa-bawa Retta. Aku sama sekali enggak terganggu kok sama mereka. Walaupun ada rasa iri sedikit."

"Daripada kalian ribut, gimana kalo kalian bantu mama?"

"Bantu apa, Ma?"

Mama tersenyum penuh arti, dan mengajak kita semua untuk mengikutinya. Mama berjalan di depan, menuju ke arah belakang rumah. Setelah berada di belakang rumah, kita semua ternganga takjub, sudah ada panggung kecil, juga banyak kursi dan hiasan lainnya disitu.

"Jessica hari ini ulang tahun, kan?"

Jessica memandangi mama dan mengingat tanggal berapa sekarang ini.

"Mama ingat tanggal lahir Jessica?"

Mama tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Jessica itu sama seperti dirinya dulu, ditinggalkan ibu sejak masih bayi. Oleh karena itu, Mama selalu memandang Jessica, seperti memandang dirinya sendiri. Karena, di dalam diri Jessica, mama menemukan dirinya di waktu lampau.

"Jes, nanti malam kamu nginap aja disini." Aku mencoba memberikan saran.

"Enggak ada kamar kosong, Jessica mau di suruh tidur sama siapa coba? Sama Viona? Nanti dia nendang Jessica!" Gemilang mencoba menentang, jika Jessica menginap di rumahnya, Jessica bisa tau kebiasaan buruknya selama di rumah.

"Dia bisa tidur sama aku, kamu mau kan, Jes?" Aku kembali memberikan tawaran.

Jessica mengangguk, "Kalo Kak Retta engak keberatan, aku mau."

Aku tersenyum lebar dan merangkul Jessica. Mungkin, Jessica bisa menjadi salah satu orang yang membantuku untuk menyelesaikan misi ini. Semoga saja.

🎈🎈🎈🎈

RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang