CHAPTER 10

2.7K 127 0
                                    

Yan?

Yan?

Yanti!!!?

Kubuka mataku yang terasa berat. Penglihatanku buram kepalaku pusing sekali seperti dihantam batu yang besar sekali. Pengelihatanku yang buram lama-lama menghilang. Kini aku bisa melihat siapa yang menepuk pipiku dan memangilku tadi.

"Mas?"

"Mas Radiit!!"

Aku langsung bankit dari berbaring dan langsung memeluk Mas Radit. Dengan menangis tersedu-sedu. Jujur aku takut sekali atas apa yang kulihat barusan. aku tidak mengigat apa-apa pengelihatanku buram yang terhaikir kali kulihat adalah sosok anak kecil yang kubenci melihatnya. Anto. Dan setelah itu pengelihatanku langsung buram.

"Mas, aku takut Mas." Tangisku pecah. Aku memeluk erat sekali tubuh Mas Radit. Air mataku membasahi baju kerjanya. Aku juga melihat tas koper di belakangnya.

"Iya, kamu ngak usah takut aku ada di sini." Ucap Mas Radit sambil memelukku erat.

"Aku takut Mas." Ucapku sambil menangis, aku merasa suaraku serak dan berbeda dari biasanya.

"Tenang nyonya."

Aku membuka mataku yang tampak lebam karena menangis. Suara perempuan. Aku menoleh ke belakang. Seorang wanita paru baya bersangul duduk di belakangku. Aku tidak megenal wanita itu siapa dia.

"Mas, siapa dia."

***

"Karena meting itu. Mungkin agak lama. Aku ngak tega ninggalin kamu sama Ardi sendiri di rumah. Jadi Bi Lastri aku sewa untuk jadi pembantu di rumah ini. Aku nggak tega kamu sama Ardi kesepian di rumah jadi Bi Lastri yang nemenin kamu." Jelas Mas Radit.

"Kamu setuju kan sayang kalau Bi Lastri yang jadi pembantu rumah kita." Ucap Mas Radit sambil menatap terus ke arahku. Menugu jawabanku.

Aku meganguk mengiyakan sambil melirik ke wanita tua bernama Lastri itu ia tersenyum syukur begitu aku mengucapkan setuju.

"Baik, Bi Bibi bisa kerja di sini sekarang."

"Iya tuan." Bi Lastri meganguk.

"Tapi? Mas dimana Bi Lastri tidur, secara rumah inikan cuma punya dua kamar."

"Ada kok sayang."

"Kami duduk di sini dulu."

"Ayo Bi saya antar ke kamar Bibi."

Bi Lastri menganguk sambil membawa koper ia mengikuti Mas Radit. Menuju koridor. Sampai keduanya tak terlihat lagi. Aku memegangi kepalaku yang sakit meskipun tidak sesakit tadi.

.
.
.
.
.

Hari ini aku dan suamiku pergi ke bandara, aku tak sendiri ada Ardi yang menemani, ia memang kusuru untuk tidak masuk sekolah hari ini. Guna untuk melihat Ayahnya terhakir sebelum pergi.

****

Pesawat yang ditumpangi Mas Radit telah berankat. Aku mendoakannya dalam hati. Semoga ia selamat dalam perjalanan.

Ardi tampak hanya diam sambil mendadakan taganya ke sebuah pesawat yang ditumpangi Mas Radit.

"Sampai ketemu lagi mas, semoga kau selamat sampai tujuan." Ucapku dalam hati.

***

Pukul 5 sore.

Aku dan Ardi keluar dari mobil taxi. Selain menemani Mas Radit ke bandara, aku dan Ardi juga sempat jalan-jalan setelahnya. Sekaligus melupakan kejadian aneh yang menimpaku pagi itu.








Pasti kalian mau tanya, kenapa aku lama banget updatenya. Karena, aku sibuk banget. Pas update chapter ini aja aku usahkan. Jadi jagan luva vote ya. Untuk penyemangat.

MISTERI RUMAH TETANGGA ( On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang