Penggemar

995 32 6
                                    

Assalamualaikum.

Hai ho.

Aku kembali membawa cerita lama Amira.
Kenal, iya kan? Iyain aja deh.

Dahlah, nggak ada yang peduli






***

Pagi yang super sibuk. Asap kendaraan di jalan raya begitu pekat dan memperpendek jarak pandang. Amira terbatuk-batuk sambil mmbenarkan pita merah putih yang melingkar diantara rambutnya.

Entah berapa lama Amira menunggu sebuah angkot. Satu saja tapi begitu sulit, selalu saja penuh. Amira tidak habis pikir, mengapa orang-orang selalu saja memilih menunda waktu saat akan melakukan sesuatu. Dan beginilah akhirnya, tepatnya pada nasibnya sendiri yang sangat menyesal tidak berangkat lebih cepat menuju sekolah.

Ia berjalan sesekali menengok kebelakang dengan harapan akan ada angkot yang kosong. Satu kursi saja untuknya itu sudah sangat bersyukur sekali.

Amira melihat jam yang melingkar ditangannya. Sepuluh menit lagi, gerbang akan segera ditutup. Percuma jika ia pergi ke sekolah sekarang, hanya menghabiskan ongkos saja.

Amira memilih duduk di trotoar, wajahnya sudah memerah menahan tangis. Apa dihari pertamanya akan memulai pelajaran di SMK Farmasi itu harus terlewatkan begitu saja?

***

"Sial! Pake acara lampu merah segala lagi. Udah mau telat juga". Amar mengumpat kesal menatap lampu merah yang menyala dengan menantang diatasnya.

Pandangannya beralih ke seorang wanita yang dilihatnya seperti ingin menangis. Mempunyai lambang sekolah yang sama dengannya sedang duduk tepat disampingnya, berjarak satu meter dari jalanan.

"Woy! SMK Farmasi ya?". Amar melihat wanita itu tersenyum. Senyuman yang manis tampak serasi dengan tubuhnya yang mungil. Amira langsung berdiri hendak berjalan mendekati Amar.

"Nanya doang! Duduk lagi sana!". Amar hampir saja tertawa melihat ekspresi wanita disampingnya itu berubah dengan cepat.

"Ayo buruan naik! Sebelum gue berubah pikiran!".

Sedikit berlari, Amira langsung menaiki motor Amar dan lampu sudah berubah hijau.

"Pegangan!". Amar tidak peduli siapa yang sedang ia berikan tumpangan, yang ada di pikirannya sekarang hanyalah bagaimana agar ia dapat sampai dengan cepat ke sekolah. Untung saja ini bukan hari senin, jadi waktu bel nya tidak cepat.

Ia hanya merasakan jika perutnya dipeluk dengan erat oleh sosok yang baru saja dijumpainya pagi ini yang memiliki tujuan sama dengannya.

***

"Nggak usah makasih!. Sana cepat ke kelas lo aja!". Amar berlalu dari pandangan Amira. Senyumannya tidak pernah lepas menatap punggung yang ia tahu bernama Amar itu. Sejak saat itulah ia mengagumi sosok Amar, tanpa tahu sebenarnya Amar itu pria yang seperti apa.

Amira berjalan menuju kelasnya, hari ini ia masih memakai atribut masa pengenalan sekolah karena memang itu perintah dari OSIS. Katanya, agar guru dapat membedakan mana siswa baru dan mana siswa yang lama alias tidak naik kelas.

Amar & Amira |✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang