"Silakan, ini mi dingin yang kau inginkan, (Name)-san."
Giyuu menyodorkan semangkuk mi dingin dan sepasang sumpit pada (Name) yang duduk manis di sebuah kursi. (Name) mengambil mangkuk tersebut dan memasang ekspresi senang.
Mereka berada di depan suatu kedai yang agak besar di daerah tersebut. Sungguh dermawan mereka sampai repot-repot menyediakan kursi untuk keduanya karena (Name) bersikeras mau makan di luar saja.
"Wahh, kau membelikanku mi dingin! Aku sangat senang, lho!" (Name) tersenyum lebar dan mengambil lembaran mi tersebut dengan sumpit. "Itadakimasu~!"
Giyuu menghela napas singkat. Ia duduk di samping (Name) dengan rasa letih. Ia mengggengam erat sebuah cangkir dan meminum teh hijau hangat dari cangkir tersebut.
"Setelah kau merengek dan memukuliku, mana mungkin aku tidak membelikanmu mi dingin kesukaanmu?" Giyuu kembali menyesap teh hijaunya. "Bisa-bisa aku mati terkapar setelah kau memukulku tadi."
"Tolong lain kali jangan marah sampai memukuliku begitu. Jangan."
(Name) asik mengunyah mi dingin yang berada di mulutnya, sembari ia mengecap rasa asin di lidahnya. "Ini salah Giyuu-san. Kalau Giyuu-san tidak memukulku, aku juga takkan marah."
"Habisnya, aku hanya ingin membuktikan apa lenganmu patah atau tidak." Lagi-lagi, Giyuu mengatakan hal ini dengan tanpa dosa, seakan ia merasa pukulannya pada (Name) hanyalah angin lewat.
"Iya, iya. Aku mau makan dulu."
Setelah mengatakan kalimat itu, keduanya berlarut dalam diam. Giyuu enggan memulai pembicaraan kembali, apalagi lawan bicaranya ini tengah menikmati makanan kesukaannya.
Ia memerhatikan (Name) yang tampak sangat lahap, entah ia lapar atau memang doyan.
Giyuu tak habis pikir, mengapa gadis di sebelahnya ini sangat menyukai sesuatu yang dingin-dingin, bahkan di musim dingin seperti ini.
Lazimnya, orang pasti akan memilih sesuatu yang hangat untuk dimakan, semisal udon atau ramen yang masih panas. Sedangkan (Name), ia memilih memakan mi dingin.
Bukankah itu aneh?
"Gochisousama!" (Name) meletakkan mangkuk di sampingnya, dengan sumpit ia letakkan rapi di atas mangkuk tersebut. "Hmm, minumnya hanya ada teh hangat seperti ini, ya? Haaa, padahal aku mau minum sesuatu yang dingin."
"Masukkan saja salju ke dalam tehnya, pasti tehmu akan jadi dingin," saran Giyuu asal.
"Ide bagus, mungkin boleh kucoba." (Name) bersiap berdiri dari kursinya dan berniat mengambil salju di dekat sana, akan tetapi ia ditahan oleh Giyuu.
Giyuu menarik paksa tangan (Name) dan membuatnya kembali dudum di sampingnya. "Aku hanya bercanda. Sudah, minum saja yang ada."
"Dasar menyebalkan," cibir (Name) sesaat sebelum menyeruput teh yang dibelikan Giyuu.
"Lagipula, (Name)-san. Kenapa kau sangat menyukai sesuatu yang dingin?"
Entah kenapa jika sedang bersama (Name), Giyuu menjadi lebih banyak bicara. Padahal, jika ia berbicara dengan orang lain, ia takkan sampai secerewet atau sepenasaran ini.
Mungkin, Giyuu sudah menganggap (Name) sebagai teman level dua.
"Karena aku ini pillar salju, aku harus identik dengan salju, ya kan?" (Name) menatap Giyuu dengan mata berbinar.
"Lalu, apa hubungannya dengan kesukaanmu pada sesuatu yang dingin?"
"Salju itu dingin, jadi aku suka semua yang dingin!"
"Semua?"
"Iyaaaa~! Oleh karena itu, aku suka padamu. Kau itu dingin, tapi baik--eh?"
Sadarlah apa yang kau ucapkan, (Name). Menyatakan cinta pada orang yang kau sukai di saat seperti ini?
"Hah?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowball Fight « Tomioka Giyuu x Reader » (Kimetsu no Yaiba)
Fanfiction"Maaf, (Name)-san. Tapi, di mana-mana seharusnya laki-laki yang memberikan syalnya pada perempuan, dan bukan sebaliknya." Giyuu menghela napas panjang kala (Name) bermaksud memberikan syalnya padanya. "Heee? Aku sama sekali tidak peduli pada itu, ko...