° Four °

1.4K 280 45
                                    

"Iyaaaa~! Oleh karena itu, aku suka padamu. Kau itu dingin, tapi baik--eh?"

Sadarlah apa yang kau ucapkan, (Name). Menyatakan cinta pada orang yang kau sukai di saat seperti ini?

"Hah?"

Sebuah pernyataan yang terucap dari bibir (Name) membuat Giyuu tersentak. Apa dia baru saja mengatakan kalau (Name) menyukainya?

Dalam hati Giyuu, terasa rasa bahagia yang amat sangat.

"A-anu--aku memang menyukai Giyuu-san, soalnya Giyuu-san itu baik." (Name) ingin berkelit, tetapi sayangnya mulutnya mengkhianati dirinya.

Alih-alih mengucap bantahan atau berdalih, sebaliknya (Name) malah mengutarakan isi hatinya yang sebenarnya.

"(Name)-san ... aku merasa sangat senang dan terharu." Giyuu menunduk sesaat sebelum menatap (Name) kembali. Ia menyunggingkan senyum sangat samar, mungkin hanya sekitar 0.1 mm. "Aku bingung harus mengatakan apa sekarang."

"Ehh? Gi-Giyuu-san?"

(Name) cukup terkejut atas reaksi yang diberikan oleh Giyuu. Reaksi laki-laki ini jauh di luar perkiraannya. Ia sudah sangat yakin kalau Giyuu akan mengabaikannya.

Tapi ... inilah jawaban yang ia dapatkan.

Bukankah ini mengejutkan sekali?

"Terima kasih banyak, (Name)-san. Sekarang, aku bisa membuktikan pada Kochou-san kalau aku TIDAK dibenci oleh orang-orang. Buktinya, (Name)-san suka padaku, kan? Kau tidak benci padaku, tuh."

Sedetik kemudian, (Name) hanya bisa menghela napas panjang dan tersenyum 'ramah' seperti biasanya.

"Giyuu-san, masih belum puas baku hantam?"

***

Selang sehari setelah kejadian kemarin itu. Kini (Name) tengah jalan-jalan di luar, setelah memohon sambil bersujud pada Shinobu supaya mengizinkannya main ke luar.

(Name) ingin melepas bosan di luar. Namun, ia sangat berharap kalau ia tidak bertemu kembali dengan seseorang bermarga Tomioka itu.

Nyebelin, soalnya.

Namun, sang dewi takdir tampaknya senang melihat manusia tidak bahagia.

Di siang hari yang dingin ini, sosok yang pertama kali dilihat oleh (Name) saat keluar dari cho-yashiki adalah orang yang sama dengan yang kemarin.

Seperti yang kita tebak, dialah Tomioka Giyuu.

Giyuu tengah bersandar di depan cho-yashiki. Wajahnya tetap tak berekspresi seperti biasa, dan ia tampak seperti sedang menunggu seseorang.

"Giyuu-san?"

(Name) menghampiri Giyuu dengan sedikit rasa enggan, masih kesal karena kejadian kemarin hari. Untungnya, (Name) cukup bermurah hati untuk memaafkan Giyuu.

Giyuu bergeming tanpa jawaban. Netra biru tuanya tetap memandang lurus ke bawah, pada objek batu yang entah untuk apa ia perhatikan terus menerus.

"Hei, Giyuu-san?"

Giyuu masih terdiam, tanpa menjawab panggilan dari (Name). (Name) cuma bisa bersabar, ya sudahlah. Nasibnya memang sial karena bisa bertemu Giyuu saat ini.

"Hatsyiii!"

Dan tiba-tiba suasana menjadi kaku kala (Name) mendengar suara seorang Tomioka Giyuu yang bersin.

Ini sangat bukan Giyuu, sungguh.

Rasanya seketika image Giyuu yang kalem dan santai pun runtuh detik itu juga.

"Pfftt, Giyuu-san sampai bersin seperti itu. Apa kau kedinginan?" (Name) menahan tawa, berusaha 'menghargai' Giyuu dan image-nya yang selalu dipertahankan.

"Aku tidak pernah kedinginan," bantah Giyuu buru-buru, tak ingin terlihat remeh di hadapan (Name).

Namun, sayangnya (Name) bisa melihat kaki Giyuu yang gemetaran, tampaknya ia SANGAT kedinginan.

Memang, yang (Name) ingat katanya hari ini adalah puncak hawa dingin di musim ini.

"Hhh, tak usah pura-pura! Pakai saja syalku ini!"

"... apa?"

***

Snowball Fight « Tomioka Giyuu x Reader » (Kimetsu no Yaiba)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang