BAGIAN 8

602 28 0
                                    

Ringan sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali ke tanah yang berumput cukup tebal. Sementara itu keadaan sekelilingnya sudah mulai terselimut gelap. Memang, saat itu senja sudah berganti malam. Walaupun, di ufuk barat masih sedikit terlihat rona merah yang membias redup. Dan bulan pun sudah mulai nampak menggantung di langit dengan cahayanya yang kelihatan begitu redup.
Sebentar pandangan Rangga beredar ke sekeliling. Kemudian matanya menatap ke arah mayat-mayat hidup yang tadi muncul menghalanginya mengejar tiga orang gadis pengawal Ratu Pantai Selatan. Dan Pendekar Rajawali Sakti masih sempat melihat, ke arah mana gadis-gadis itu menghilang dari pandangannya. Dan dia yakin, ketiga gadis itu menghilang di sekitar tempat berdirinya sekarang ini.
"Hmmm...."
Kening Rangga jadi berkerut saat matanya menangkap jejak-jejak kaki yang tertera pada rerumputan. Hampir saja jejak-jejak itu tidak terlihat. Bergegas diikutinya jejak-jejak kaki yang begitu halus dan hampir tidak terlihat itu. Dan ternyata, jejak itu berakhir di depan sebuah mulut gua batu yang tidak begitu besar dan hampir tertutup semak belukar.
Hati-hati sekali Rangga menyibakkan semak belukar itu, lalu perlahan-lahan mengayunkan kakinya memasuki gua ini. Keadaan gua yang begitu gelap, memaksa Rangga harus menggunakan aji 'Tatar Netra'. Sehingga kini Pendekar Rajawali Sakti dapat melihat jelas, meskipun keadaan di dalam lorong gua ini begitu gelap. Jejak-jejak kaki itu kembali terlihat di dalam gua ini. Dan semakin jauh masuk ke dalam, jejak-jejak kaki itu semakin jelas terlihat. Rangga terus mengikuti dengan sikap hati-hati sekali. Sikapnya benar-benar waspada, takut kalau-kalau ada jebakan yang bisa saja ditemui di dalam lorong gua yang sempit ini.
Tapi sampai Pendekar Rajawali Sakti menemukan mulut gua, tidak ada satu jebakan pun ditemui. Mulut gua ini begitu kecil, sehingga tubuhnya harus merendah saat melewati. Rangga jadi tertegun, karena sekarang berada di halaman belakang sebuah bangunan yang sangat besar. Dan bangunan ini pernah dilihat sebelumnya. Ya..., sekarang ini Rangga berada di salah satu rumah yang ada di Desa Nelayan. Dan dia tahu, rumah ini....
"Hebat..! Ternyata kau bisa juga sampai ke sini, Pendekar Rajawali Sakti...!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar suara yang menggema di sekitarnya. Belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak dari dalam rumah itu bermunculan sembilan orang gadis cantik berbaju merah menyala yang langsung mengepung Pendekar Rajawali Sakti. Tak berapa lama kemudian, dari dalam rumah itu keluar seorang wanita cantik mengenakan baju biru ketat Wanita itu melangkah menghampiri Rangga yang sudah dikepung sembilan orang gadis cantik berbaju merah, yang dikenal sebagai pengawal Ratu Pantai Selatan.
"Aku tidak mengira kau bisa melewati barisan mayat hidup...," kata gadis cantik berbaju biru yang tak lain Rampita.
"Di mana kau sembunyikan Pandan Wangi dan Eyang Danarpati?" tanya Rangga langsung, tanpa berbasa-basi lagi.
"Aku tidak pernah menyembunyikan seorang pun di sini. Apalagi wanita dan orang tua, yang tidak ada gunanya bagiku. Hanya laki-laki muda dan tampan saja yang bisa tinggal di sini," sahut Rampita, begitu tenang nada suaranya.
"Jangan bermain-main, Rampita!" dengus Rangga jadi geram.
"Untuk apa bermain-main, Rangga? Kanjeng Ratu begitu menginginkanmu. Dan aku sudah tidak perlu bersusah payah lagi mendapatkanmu. Sebaiknya, lupakan saja orang-orang tidak berguna itu. Kau akan senang jika bersama Kanjeng Ratu Pantai Selatan," kata Rampita masih terdengar tenang dan lembut suaranya.
"Hhh!" Rangga mendengus sinis.
"Pandang mataku. Rangga," ujar Rampita.
Rangga jadi tersentak, begitu tiba-tiba melihat mata Rampita memancarkan sinar yang begitu aneh sekali. Cepat-cepat dia membuang muka, menghindari sorot mata yang memancarkan kekuatan aneh, ke dalam dirinya.
"Heps...!"
Rangga segera menyalurkan hawa mumi keseluruh tubuhnya. Perlahan-lahan dirasakan ada hawa panas menjalar di seluruh rubuhnya. Pendekar Rajawali Saka langsung menyadari kalau Rampita mengerahkan suatu ilmu yang bisa melemahkan jiwa seseorang, sehingga menuruti segala keinginannya.
"Kau tidak akan bisa mempengaruhiku. Perempuan Iblis...!" desis Rangga menggeram.
"Hiyaaat...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Saka menghentakkan kedua tangannya ke depan, melepaskan satu pukulan jarak jauh yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna.
"Ufs...!" Rampita jadi terkejut setengah mati. Buru-buru tubuhnya melenting ke udara, begitu dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti tiba-tiba meluncur secercah cahaya merah yang meluruk deras ke arahnya. Sinar merah itu terus meluncur deras, dan menghantam dinding rumah hingga hancur beran-takan. Ledakan keras menggelegar terdengar begitu dahsyat, mengiringi hancurnya dinding rumah yang terbuat dari batu itu.
"Setan...!" rutuk Rampita sengit "Serang dia...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga sembilan orang gadis berbaju merah, berlompatan menyerang Rangga yang memang sudah siap sejak tadi. Pendekar Rajawali Sakti langsung melenting ke udara, dan melakukan beberapa kali putaran untuk menghindari serangan-serangan yang dilakukan gadis-gadis cantik berbaju merah itu.
Serangan-serangan kesembilan gadis pengawal Ratu Pantai Selatan itu memang dahsyat sekali Sehingga, membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Bahkan, Pendekar Rajawali Sakti hanya punya kesempatan sedikit sekali untuk balas menyerang Itu pun belum berarti sama sekali.
"Khraaagh..!"
Tiba-tiba saja terdengar suara serak yang begitu keras menggelegar memecah angkasa. Suara itu demikian mengejutkan, sehingga membuat sembilan orang gadis cantik berbaju merah itu jadi berlompatan mundur menghentikan serangannya pada Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebelum bisa menyadari suara yang terdengar mengejutkan itu, tiba-tiba saja....
"Khraaagkh...!"
Wusss...!
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat ke belakang, begitu melihat seekor burung rajawali raksasa berbulu putih meluruk cepat bagai kilat menyambar sembilan orang gadis berbaju merah menyala. Gadis-gadis itu jadi terkejut setengah mati, melihat seekor burung raksasa meluruk deras ke arah mereka. Mau tak mau mereka langsung berlompatan menyebar, menghindari serangan burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu.
Tapi, salah seorang terlambat untuk menghindari. Sehingga, dia tidak bisa lagi berkelit ketika cakar Rajawali Putih yang begitu besar dan kokoh menyambar tubuhnya. Dan sebelum ada yang sempat menyadari, tahu-tahu Rajawali Putih sudah melambung tinggi ke udara. Lalu, gadis yang sempat disambarnya tadi dilepaskan.
"Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu menyayat membelah malam yang begitu sunyi ini. Tampak gadis berbaju merah yang disambar Rajawali Putih melayang di angkasa, meluncur deras dari ketinggian yang bisa menghancurkan apa saja bila menghantam tanah.
Dan memang sudah bisa diduga. Gadis pengawal Ratu Pantai Selatan itu langsung tewas, begitu tubuhnya menghantam tanah keras sekali. Kejadian itu membuat Rampita jadi terpana seperti tidak percaya. Dan belum lagi ada yang sempat menyadari, Rajawali Putih sudah kembali meluruk deras hendak menyambar gadis-gadis berbaju serba merah itu.
"Khraaagkh...!"
Pada saat yang bersamaan, juga terlihat seekor burung rajawali lain berbulu hitam. Tampak di atas punggungnya duduk seorang gadis berbaju warna hitam dengan wajah tertutup cadar tipis berwarna hitam.
"Hiyaaat..!"
Gadis berbaju hitam yang sudah dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam itu langsung meluncur ringan, begitu burung rajawali hitam tunggangannya dekat dengan tanah. Kaki Putri Rajawali Hitam langsung mendarat di samping Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, dua ekor burung rajawali raksasa kini sudah menyerang delapan orang gadis pengawal Ratu Pantai Selatan.
Serangan-serangan kedua burung rajawali raksasa itu tentu saja membuat delapan orang pengawal Ratu Pantai Selatan jadi kelabakan setengah mati. Mereka berjumpalitan menghindari serangan-serangan sepasang Rajawali Raksasa itu. Sementara, Rangga dan Intan Kemuning yang lebih dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam sudah melangkah menghampiri Rampita.
"Kalian akan menyesal...!" dengus Rampita berang.
Wukkk!
Tiba-tiba saja gadis itu mengebutkan tangannya, melakukan beberapa gerakan. Dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya terselimut cahaya terang menyilaukan mata. Hal ini membuat Rangga dan Intan Kemuning harus menutupi mata dengan punggung tangan. Setelah cahaya itu lenyap, kini yang berada di depan kedua pendekar rajawali itu bukan lagi Rampita, melainkan seorang wanita cantik. Dia berpakaian indah gemerlap, bagai bertaburkan sejuta mutiara.
"Kau serang dari depan, Kakang. Aku akan menyerang dari belakang," ujar Intan Kemuning.
"Baik," sahut Rangga.
"Hiyaaat..!"
Intan Kemuning langsung saja melompat tinggi ke udara, melewati atas kepala wanita berpakaian gemerlap yang selama ini dikenal sebagai Ratu Pantai Selatan, penguasa seluruh dasar samudera di mayapada ini.
"Hiyaaat..!"
Pada saat yang bersamaan, Rangga melepaskan satu pukulan beruntun disertai pengerahan tenaga dalam dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang dikenal dahsyat itu. Dua serangan yang datang cepat dan bersamaan itu, membuat Ratu Pantai Selatan jadi kelabakan juga. Namun, dia berhasil mengelakkannya dengan gerakan manis sekali.
Tapi Rangga tidak berhenti sampai di situ saja. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti langsung mencabut pedang pusakanya. Langsung dipergunakannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang jarang sekali digunakan kalau tidak menghadapi lawan yang tangguh seperti Ratu Pantai Selatan ini.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Rangga benar-benar tidak ingin memberi kesempatan pada wanita cantik penguasa samudera itu. Dikeluarkannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma' pada tingkat yang terakhir. Sehingga, gerakan-gerakannya begitu cepat bagai kilat dan sukar sekali diikuti pandangan mata biasa. Pedangnya berkelebat mengurung setiap bagian tubuh Ratu Pantai Selatan. Cahaya biru tampak menyemburat menyilaukan mata, sehingga tubuh wanita penguasa samudera itu benar-benar seperti tenggelam terselimut cahaya yang memancar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Sementara itu, Intan Kemuning terus mencari celah untuk melepaskan Rampita dari kekuatan Ratu Pantai Selatan. Dan di tempat lain, sepasang rajawali raksasa masih terus menggempur delapan orang gadis pengawal Ratu Pantai Selatan. Dan kini, gadis-gadis itu benar-benar tidak berdaya lagi menghadapi gempuran sepasang rajawali raksasa itu.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar. Lalu cepat sekali tubuhnya melenting ke udara, dan meluruk deras dengan ujung pedang tertuju lurus ke arah bagian atas kepala Ratu Pantai Selatan. Pada saat yang bersamaan, Intan Kemuning yang sudah mengeluarkan pedang juga membabatkan senjata pusakanya itu ke arah punggung wanita penguasa samudera.
"Edan!" rutuk Ratu Pantai Selatan geram.
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali gerakan yang dilakukan wanita penguasa samudera itu. Tubuhnya berputar begitu cepat, sehingga memancarkan cahaya yang berkilau menyilaukan mata. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga cepat-cepat menarik serangannya. Dan begitu kakinya menjejak tanah, secepat kilat pula pedangnya dihunjamkan ke arah dada, tepat di saat wanita penguasa samudera itu berhenti berputar. Begitu cepatnya serangan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Ratu Pantai Selatan tidak dapat lagi menghindari hunjaman pedang yang memancarkan sinar biru terang menyilaukan mata itu. Dan....
Jrebbb!
"Aaakh...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar nyaring dan menyayat. Tampak Ratu Pantai Selatan terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang tertembus pedang Pendekar Rajawali Saka tepat pada jantungnya. Memang jantung adalah pusat kehidupan. Itulah jalan satu-satunya untuk melenyapkan jasad kasar Rampita. Pada saat itu, Intan Kemuning melepaskan satu tendangan keras menggeledek ke arah punggung. Dalam keadaan yang limbung dan kehilangan kendali, tidak mudah bagi Ratu Pantai Selatan untuk menghindari tendangan yang dilepaskan Putri Rajawali Hitam Itu. Sehingga....
Desss!
"Aaakh...!"
Tak pelak lagi, wanita cantik penguasa samudera itu jatuh terjerembab mencium tanah. Sebentar tubuhnya menggeliat lalu tiba-tiba saja bangkit berdiri tegak kembali. Hebat! Dia seperti tidak pernah menerima tusukan pedang Rangga maupun tendangan menggeledek dari Intan Kemuning.
Memang, inilah siasat yang diterapkan Pendekar Rajawali Sakti dari Intan Kemuning. Ratu Pantai Selatan harus dihadapi secara keroyokan jika ingin mengalahkannya. Sebab yang dihadapi mereka bukan seorang, melainkan dua roh dalam satu tubuh. Maka, keadaan itu memang harus dipisahkan. Dan tentu saja pemisahan itu harus membunuh jasad kasar dari Rampita.
"Hap...!"
Intan Kemuning cepat-cepat melompat ke samping Pendekar Rajawali Sakti. Sementara itu. Ratu Pantai Selatan masih tetap berdiri tegak. Sinar matanya menyorot tajam, menatap langsung pada kedua pendekar rajawali ini.
Brukkk!
Terbukti nyata! Tiba-tiba saja, ada sesuatu yang jatuh dari tubuh Ratu Pantai Selatan itu. Rupanya usaha Pendekar Rajawali Sakti dan Intan Kemuning berhasil. Tampak di depan wanita penguasa samudera itu tergolek sesosok tubuh ramping mengenakan baju biru yang ketat. Dari dadanya, mengalir darah segar. Sementara, ujud Ratu Pantai Selatan itu kini terlihat seperti sebuah bayang-bayang. Dan perlahan-lahan, wanita cantik penguasa samudera itu melayang ke udara.
Pada saat yang bersamaan, delapan orang gadis yang bertarung dengan sepasang rajawali raksasa juga berubah ujudnya menjadi bayang-bayang. Hal ini membuat sepasang burung rajawali raksasa itu jadi terkejut. Mereka langsung melambung tinggi ke udara. Delapan orang gadis yang sudah berubah kembali kepada asalnya itu terus melayang terbang mengikuti Ratu Pantai Selatan.
Mereka terus melayang menuju lautan. Sementara, Rangga dan Intan Kemuning mengikuti dengan pandangan mata, sampai mereka benar-benar lenyap di tengah lautan. Memang, dari halaman belakang rumah ini, bisa langsung melihat lautan lepas.
"Hhh.... Memang tidak mungkin bisa melenyapkan wanita itu," desah Rangga pelan seperti berbicara pada diri sendiri.
"Yang penting, kita sudah bisa menghentikan Rampita," kata Intan Kemuning.
"Kakang...!"
Tiba-tiba saja mereka dikejutkan suara dari belakang. Rangga dan Intan Kemuning cepat memutar tubuhnya berbalik. Tampak Pandan Wangi dan Eyang Danarpati berlari-lari kecil menghampiri sepasang pendekar rajawali. Napas mereka agak tersengal saat sampai di depan Rangga dan Intan Kemuning
"Dari mana saja kau, Pandan?" Rangga langsung bertanya.
"Maaf, aku terpaksa membawa Eyang Danarpati ke tempat yang aman. Waktu aku datang, padepokan sudah hancur. Dan aku menemukan Eyang Danarpati terluka. Jadi, aku membawanya ke rumah tabib yang terdekat dari sini," sahut Pandan Wangi memberi penjelasan.
"Jadi..., kau tidak tertangkap oleh mereka?" Rangga jadi bingung.
"Tidak, Kakang."
"Oh, syukurlah. Lalu, bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini?" tanya Rangga lagi.
"Semua orang tahu kalau di sini telah terjadi pertarungan, Kakang. Kau lihat saja. Di luar sana sudah banyak orang berkumpul. Mereka tahu, si pembuat keonaran adalah Rampita," sahut Pandan Wangi lagi.
"Dia putri seorang bajak laut yang menguasai seluruh lautan di sekitar Pantai Selatan ini...," sambung Eyang Danarpati. "Dia dendam, karena aku, murid-muridku, serta para penduduk berhasil menghancurkan gerombolan ayahnya. Dia memang bertekad dan sudah bersumpah untuk membalas dendam atas kematian ayahnya dan seluruh gerombolannya. Hhh.... Benar-benar tidak kusangka kalau dia bersekutu dengan Ratu Pantai Selatan."
"Tapi semuanya sudah berakhir, Eyang," selak Putri Rajawali Hitam.
"Ya! Berkat kalian semua, pendekar-pendekar muda yang digdaya dan pembela kebenaran," puji Eyang Danarpati.
"Tapi sayang, kami tidak bisa melenyapkan Ratu Pantai Selatan," desah Putri Rajawali Hitam seperti menyesal.
"Tidak ada seorang pun yang bisa melenyapkannya, Nisanak. Ratu Pantai Selatan akan tetap abadi sepanjang zaman. Lagi pula, tidak selamanya dia bertindak jahat. Bahkan dia merupakan dewi penolong bagi nelayan di sini. Apa yang dilakukannya memang sulit dimengerti. Tapi, aku tidak pernah bisa mengatakan kalau dia jahat" kata Eyang Danarpati tidak ingin Putri Rajawali Hitam itu mendapat celaka oleh kata-katanya tadi.
"Aku tahu itu, Eyang. Tapi padepokanmu hancur olehnya," Intan Kemuning yang dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam itu masih juga merasa belum puas.
"Bukan oleh Ratu Pantai Selatan, tapi oleh Rampita yang membalas dendam karena ayahnya dan gerombolan bajak laut ayahnya hancur oleh murid-muridku. Ah.... Aku bisa membangun kembali padepokanku. Masih banyak pemuda yang bersedia menjadi muridku," nada suara Eyang Danarpati terdengar merendah.
"Aku akan membantumu membangun kembali padepokanmu, Eyang," selak Rangga.
"Terima kasih," ucap Eyang Danarpati.
"Benar, Eyang. Kami semua akan membantumu membangun padepokan yang baru," sambung Pandan Wangi.
Eyang Danarpati tidak bisa lagi berkata-kata. Perasaannya terharu mendengar kesediaan pendekar-pendekar muda itu membantu membangun padepokannya kembali yang sudah hancur, akibat pembalasan Rampita yang membabi-buta.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 69. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Ratu Pantai Selatan 🎉
69. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Ratu Pantai SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang