Pagi-pagi sekali, di saat matahari baru saja menampakkan cahayanya di ufuk timur, Sanjaya sudah memacu kudanya. Ditinggalkannya Padepokan Bukit Rangkas yang terletak di atas Puncak Bukit Rangkas, tidak jauh dari Pesisir Pantai Selatan. Pemuda itu cepat sekali memacu kudanya, begitu sudah berada di luar lingkungan padepokan. Sengaja dia pergi sendiri tanpa ada seorang pun yang menemani. Kepergian pemuda itu diiringi Eyang Danarpati yang mengantarkannya sampai beranda depan bangunan padepokannya.
Sanjaya terus memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Walau jalan yang dilalui menurun dan penuh batu-batu kerikil, kudanya tetap dipacu kencang. Hingga sebelum matahari naik tinggi, pemuda itu sudah sampai di Kaki Bukit Rangkas. Kemudian lari kudanya baru diperlambat setelah sampai di pinggiran sebuah desa, yang tampaknya sebuah Desa Nelayan.
"Ada apa itu di sana...? Ramai sekali...," gumam Sanjaya bicara pada diri sendiri.
Memang, keramaian begitu tampak di tepi pantai. Sanjaya jadi tertarik ingin mengetahui. Dia tahu, pesisir pantai itu yang semalam diperhatikan bersama Eyang Danarpati. Bergegas dia melompat turun dari punggung kudanya, lalu melangkah cepat sambil menuntun kuda putih yang keempat kakinya belang hitam itu.
"Ada keramaian apa di sana, Ki...?" tanya Sanjaya ketika seorang nelayan tua melintas di depannya.
"Ada orang mati," sahut laki-laki tua nelayan itu.
"Orang mati...?!" Sanjaya mengerutkan keningnya.
"Benar! Tubuhnya penuh luka. Dia hampir tenggelam di laut," sahut laki-laki tua nelayan itu lagi. "Orangnya masih muda..., tapi kelihatannya bukan pemuda desa ini."
"Apa tidak ada yang mengenali, Ki?" tanya Sanjaya, ingin tahu.
"Tidak. Sekarang sudah diurus kepala desa," sahut laki-laki tua nelayan itu lagi.
Nelayan itu memandangi Sanjaya dalam-dalam, seakan ada sesuatu yang ingin diketahuinya. Sedangkan Sanjaya mengarahkan pandangannya pada kerumunan banyak orang di pantai. Tampak empat orang bergerak bersamaan, menggotong sebuah tandu berisikan sesosok tubuh yang tertutup selembar tikar. Semua orang yang berkerumun mengikuti empat orang laki-laki bertubuh kekar yang menggotong tandu itu. Mereka mengikuti seorang laki-laki setengah baya, bertubuh tegap dengan wajah masih mencerminkan ketampanannya. Baju yang dikenakannya juga sangat bagus untuk ukuran seorang nelayan.
Semua orang di Desa Nelayan itu sangat menghormatinya, karena laki-laki setengah baya itu adalah Kepala Desa Nelayan ini. Orang mengenalnya sebagai Ki Soma. Sanjaya juga sudah mengenal kepala desa yang masih berusia sekitar lima puluh tahun itu. Sanjaya masih terus memandangi iring-iringan itu, sampai tak menyadari kalau lelaki nelayan tua yang diajaknya bicara tadi meninggalkannya tanpa berpamitan lagi.
Sanjaya mengayunkan kakinya menuju ke sebuah kedai yang tidak jauh dari pesisir pantai ini, setelah iring-iringan orang yang membawa sosok mayat itu sudah jauh menuju ke tempat pemakaman yang ada di dekat hutan bakau. Kudanya kemudian ditambatkan di bawah sebatang pohon yang sudah mati. Kemudian kakinya melangkah masuk ke dalam kedai yang hanya ditunggui seorang wanita setengah baya bertubuh gembur, seperti tong kayu tempat air.
"Beli araknya, Nyi," pinta Sanjaya.
"Arak putih, Den...?" tanya wanita itu ramah.
Sanjaya hanya menganggukkan kepala saja. Pemilik kedai bertubuh gembur itu kemudian menyediakan permintaan tamunya dengan sikap dibuat ramah. Sama sekali Sanjaya tidak menghiraukannya. Perhatiannya terus tertuju ke arah pantai yang sudah nampak sepi. Beberapa perahu tertambat di pesisir pantai itu. Tampak di lautan lepas, terlihat beberapa perahu nelayan terombang-ambing gelombang. Sanjaya lalu meneguk arak pesanannya sedikit.
"Kelihatannya Aden ini baru datang ke sini, ya...?" tegur wanita gemuk pemilik kedai itu, dengan suara lembut.
"Benar, Nyi," sahut Sanjaya seraya berpaling menatap wanita pemilik kedai yang sudah duduk di depannya.
"Datang dari mana, Den?"
"Jauh," sahut Sanjaya seenaknya,
"Itu yang mati tadi juga pendatang, Den. Baru kemarin dia datang, dan menginap di rumah penginapan Nini Kalin. Kasihan dia. Padahal kedatangannya ke sini untuk mencari orang tuanya," jelas wanita gemuk pemilik kedai itu bercerita tanpa diminta.
"Apakah sering terjadi pembunuhan di sini, Nyi?" tanya Sanjaya jadi ingin tahu.
"Sejak peristiwa enam bulan yang lalu, baru kali ini ada pembunuhan lagi Tapi, yang sekarang kelihatannya lebih kejam. Tubuhnya sampai habis kena bacokan. Lehernya saja hampir buntung. Hih...! Ngeri, Den...," wanita gemuk yang sering dipanggil Nyi Koret itu nampak bergidik, tidak sanggup membayangkan keadaan tubuh pemuda yang ditemukan tewas terbunuh pagi ini di pantai.
"Peristiwa enam bulan yang lalu...? Peristiwa apa itu. Nyi?" tanya Sanjaya ingin tahu.
"Hanya orang gila yang mau cepat kaya, dan mencari pesugihan. Caranya, bersekutu dengan setan! Dia mencari tumbal, setiap sepekan sekali. Bayangkan saja, Den. Selama enam bulan..., entah sudah berapa orang yang mati jadi tumbalnya. Tapi untung saja perempuan itu cepat mati. Kalau tidak..., bisa habis seluruh penduduk desa ini dijadikan tumbal olehnya," Nyi Koret kembali bercerita.
Sanjaya mengangguk-angukkan kepala. Sungguh tidak diketahuinya kalau di Desa Nelayan ini pernah terjadi satu peristiwa mengerikan enam bulan yang lalu. Padahal, jarak dari desa ini dengan padepokan kakeknya tidaklah seberapa jauh. Dan memang, Sanjaya pada enam bulan yang lalu tidak ada di padepokan. Dia sedang menjalankan tugas dari kakek yang juga gurunya. Tapi, tak ada seorang pun yang bercerita tentang peristiwa mengerikan itu. Dan sekarang, timbul lagi satu peristiwa pembunuhan seperti itu. Tapi, Sanjaya belum bisa mengkaitkan dengan tugas yang sedang diembannya sekarang ini.
"Kata suamiku, anak muda itu mati dengan ciri-ciri yang hampir sama. Tapi sekarang lebih mengerikan lagi," sambung Nyi Koret. "Suamiku sendiri yang pertama kali menemukannya tadi pagi. Aku juga tidak tahan melihatnya."
"Apa mungkin ada orang yang mencari kekayaan dengan pesugihan lagi, Nyi?" tanya Sanjaya.
"Mungkin juga, Den. Tapi kenapa yang jadi korban justru pendatang, dan bukannya penduduk desa ini sendiri," sahut Nyi Koret.
Sanjaya jadi teringat yang dilihatnya semalam. Tapi, hatinya tidak yakin kalau dari peristiwa yang dilihatnya semalam, sudah menimbulkan korban begitu cepat. Lagi pula, sama sekali tidak terlihat adanya suatu pertarungan, ataupun pengambilan korban. Semalam, yang dilihatnya hanya seseorang yang memanggil Ratu Pantai Selatan untuk bersekutu. Dan orang yang tampaknya wanita itu meninggalkan pantai bersama sepuluh gadis yang dibawa Ratu Pantai Selatan dari dasar laut Sama sekali tidak ada peristiwa lain. Tapi sekarang, sudah ditemukannya korban yang belum diketahui penyebabnya. Masih terlalu dini bila ingin mengkaitkan dengan apa yang dilihatnya semalam.
Cukup ramai juga penginapan Nini Kalin. Hampir semua kamar yang disewakan bagi para pendatang yang kemalaman, sudah terisi. Masih untung, Sanjaya bisa memilih kamar yang menghadap langsung ke jalan. Sehingga semua orang yang melalui jalan di depan penginapan ini bisa diamatinya. Dan dia juga bisa mengamati setiap orang yang keluar masuk penginapan ini.
"Sulit juga mencari orang itu. Seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami," desah Sanjaya perlahan, berbicara pada diri sendiri.
Memang, tidak mudah mencari orang yang bersekutu dengan Ratu Pantai Selatan. Terlebih lagi, Sanjaya melihatnya dari jarak yang sangat jauh. Dan sejak matahari belum tenggelam tadi, dan sampai hampir tengah malam begini, belum juga bisa didapatkan satu orang pun yang bisa dicurigainya. Terlebih lagi saat dia tiba di Desa Nelayan ini. Di sini, satu pembunuhan penuh teka-teki sudah terjadi. Dan itu menambah kesulitan baginya untuk bisa mengetahui lebih cepat lagi. Semua orang di desa ini seperti sudah tercekam suatu kengerian. Dan mereka semua mengkaitkan pembunuhan aneh di pantai siang tadi dengan peristiwa yang pernah terjadi sekitar enam bulan yang lalu.
"Hmmm..., sepi sekali," gumam Sanjaya.
Pemuda itu terus merayapi jalan yang sudah kelihatan begitu sepi sekali. Tapi begitu pandangannya mengarah ke ujung jalan, mendadak saja....
"Heh...?! Apa itu...?!"
Kedua bola mata Sanjaya jadi terbeliak begitu melihat beberapa bayangan merah berkelebat di dalam kegelapan malam yang begitu sunyi dan senyap. Hanya sekilas saja bayangan-bayangan merah yang berkelebatan cepat bisa terlihat. Dan langsung menghilang, tak terlihat lagi.
"Hap...!"
Tanpa berpikir panjang lagi, Sanjaya langsung melompat keluar jendela kamarnya yang sejak siang tadi terus terbuka. Gerakannya begitu ringan, sehingga tak sedikit pun suara yang ditimbulkan saat kakinya menjejak tanah.
"Hap...!"
Pemuda dari Padepokan Bukit Rangkas itu kembali melenting dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat tinggi. Sekali saja tubuhnya dikempos, kakinya langsung hinggap di atas atap sebuah rumah. Lalu, dia kembali melesat cepat bagai kilat menuju ke tempat beberapa bayangan merah yang berkelebatan bagai kilat tadi terlihat. Dan kini bayangan itu langsung menghilang begitu saja.
Beberapa kali Sanjaya berlompatan begitu ringan dari satu atap rumah, ke atap rumah yang lainnya. Hingga dalam waktu sebentar saja, kakinya sudah menjejak kembali di tanah, tempat tadi beberapa bayangan merah berkelebat bagai kilat terlihat. Pemuda itu segera mengedarkan pandangannya berkeliling begitu tajam. Tapi, tak terlihat seorang pun di sekitarnya. Yang ada hanya pepohonan dan kegelapan yang menyelimuti.
"Tak ada apa-apa di sini. Hmmm...," gumam Sanjaya perlahan. Kembali pandangannya beredar berkeliling. Namun begitu menatap ke arah kanan, tiba-tiba saja....
Wusss...!
"Heh...?!" Sanjaya jadi terbeliak setengah mati.
"Uts!" Buru-buru tubuhnya melenting berputaran ke belakang, begitu tiba-tiba sebuah bayangan berwarna merah berkelebat cepat ke arahnya. Sanjaya merasakan adanya satu hembusan angin yang begitu kuat dan terasa panas, saat bayangan merah itu lewat di atas tubuhnya yang berputaran ke belakang.
"Hap!"
Baru saja kaki pemuda dari Padepokan Bukit Rangkas itu menjejak tanah, kembali terlihat sebuah bayangan merah berkelebat cepat bagai kilat. Dan tahu-tahu, di sekelilingnya sudah mengepung sekitar sepuluh orang gadis yang semuanya mengenakan baju warna merah menyala.
Hampir Sanjaya tidak dapat mempercayai semua yang dilihatnya. Keadaannya yang sudah terkepung tidak kurang oleh sepuluh gadis cantik yang mengenakan baju wama merah menyala, membungkus tubuhnya yang amat indah dan ramping menggiurkan. Namun sorot mata gadis-gadis itu sangat tajam, membuat hati Sanjaya jadi bergetar.
"Siapa kalian...?" tanya Sanjaya dengan nada suara dibuat begitu dingin.
"Mereka tidak akan menjawab pertanyaanmu...," terdengar sahutan yang begitu tajam dan terasa berat.
Perlahan Sanjaya memutar tubuhnya. Kening pemuda itu jadi berkerut melihat seorang wanita bertubuh ramping, mengenakan baju biru tengah berdiri di bawah pohon yang besar dan gelap. Sehingga, sulit baginya untuk bisa melihat wajah wanita itu. Apalagi cahaya bulan yang menggantung di langit tidak sanggup menembus rimbunnya pepohonan yang melindungi wanita bertubuh ramping itu.
"Siapa kau?" tanya Sanjaya. Kedua kelopak mata pemuda itu lebih menyipit, mencoba untuk bisa melihat lebih jelas lagi. Tapi kegelapan yang menyelimutinya, memang sukar ditembus dengan pandangan matanya.
"Kau berhadapan dengan Ratu Pantai Selatan, Bocah Bagus," sahut wanita itu.
Glek!
Sanjaya langsung menelan ludahnya, begitu mendengar wanita itu mengaku sebagai Ratu Pantai Selatan. Semua orang yang tinggal di sekitar Pesisir Pantai Selatan ini sudah sering mendengar namanya! Dia adalah seorang wanita berwajah cantik, dan bertubuh menggiurkan. Seluruh samudera di bumi ini dikuasainya. Dan tinggalnya pun terletak di dasar samudera yang paling dalam. Tak ada seorang pun yang bisa selamat jika sudah dibawa ke dalam istananya di dasar samudera. Juga, tak ada seorang pun yang bisa selamat jika sudah berhadapan dengannya.
Sanjaya jadi teringat dengan apa yang dilihatnya malam itu, sehingga sekarang berada di Desa Nelayan ini. Langsung disadari kalau sekarang tengah berhadapan dengan seseorang yang tubuhnya sudah dititisi jiwa Ratu Pantai Selatan. Dia juga menyadari, apa yang akan terjadi pada dirinya. Tidak mudah untuk bisa melepaskan diri jika sudah berhadapan seperti ini. Terlebih lagi, sekarang ada sepuluh orang gadis lain yang mengepungnya. Dan gadis-gadis itu bukanlah manusia biasa!
"Ikutlah denganku, Sanjaya...," ajak wanita itu lagi. Kali ini nada suaranya terdengar begitu lembut Sanjaya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia tidak heran kalau Ratu Pantai Selatan bisa mengetahui namanya, walaupun tidak memperkenalkan diri tadi.
Wanita itu memang bisa mengetahui, siapa saja yang dihadapinya. Bukan hanya namanya yang bisa diketahui, tapi juga seluruh kehidupan dan asal-usulnya. Itulah salah satu dari seribu kehebatan Ratu Pantai Selatan. Perlahan Sanjaya melangkah mundur. Tapi, langkahnya berhenti saat baru beberapa tindak saja.
Sanjaya teringat pesan kakeknya yang juga sekaligus gurunya, agar tidak melakukan tindakan apa pun dalam menghadapi pemuja Ratu Pantai Selatan. Terlebih lagi, kalau si pemuja itu sekarang sudah dititisi jiwa wanita cantik penguasa seluruh samudera di Mayapada ini.
"Maafkan aku, Kanjeng Ratu. Aku tadi tidak bermaksud buruk. Aku hanya...," ucapan Sanjaya terputus.
"Kau sudah mengusik pekerjaan abdi-abdiku, Sanjaya. Dan kesalahanmu itu harus ditebus," kata Ratu Pantai Selatan masih terdengar lembut nada suaranya. Tapi di balik kelembutannya itu, tersimpan sesuatu yang tak bisa dibayangkan Sanjaya.
"Maafkan aku, Kanjeng Ratu...," ucap Sanjaya dengan suara bergetar.
"Ikutlah denganku, Sanjaya. Untuk menebus kesalahanmu," ujar Ratu Pantai Selatan tegas.
Entah untuk keberapa kalinya Sanjaya terpaksa harus menelan ludahnya. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, merayapi gadis-gadis cantik berbaju merah yang mengepungnya dengan sorot mata begitu tajam. Seluruh wajah Sanjaya jadi memucat. Tapi, pemuda ini tetap tidak ingin menuruti keinginan wanita titisan Ratu Pantai Selatan itu. Dia tahu, apa yang akan terjadi jika menuruti kehendak wanita penguasa samudera itu.
"Tidak!" sentak Sanjaya tiba-tiba.
"Hiyaaat..!" Cepat sekali Sanjaya melenting ke udara, mencoba meloloskan diri dari jeratan wanita penguasa samudera itu. Gerakannya begitu cepat dan tiba-tiba. Namun belum juga Sanjaya bisa jauh meninggalkan tempat itu, mendadak saja delapan orang gadis cantik berbaju merah itu sudah berlompatan bagai kilat mengejarnya.
"Ufs...! Sanjaya jadi tersedak begitu tiba-tiba di depannya sudah menghadang delapan gadis cantik berbaju merah yang tadi mengepungnya. Sungguh tidak disangka kalau gadis-gadis cantik pengawal Ratu Pantai Selatan mi bisa bergerak demikian cepat, bagaikan kilat behingga, mereka sudah berdiri menghadang di depan tanpa diketahui kapan bergeraknya.
Sanjaya cepat memutar tubuhnya. Tapi matanya kontan jadi terbeliak. Ternyata tidak jauh di depannya kini sudah berdiri gadis cantik berbaju biru, yang tadi berdiri di bawah pohon dan mengaku bernama Ratu Pantai Selatan. Begitu cantiknya, sehingga membuat Sanjaya jadi tak berkedip memandanginya.
"Hup...!" Tiba-tiba saja, gadis cantik berbaju biru yang tadi mengaku sebagai Ratu Pantai Selatan itu melompat cepat sambil menjulurkan tangan kanannya ke depan. Sementara, Sanjaya tidak mampu lagi berbuat sesuatu. Dia hanya berdiri terpaku dengan kedua bola mata terbeliak lebar tanpa berkedip sedikit pun juga.
"Oh...?!" Sanjaya jadi terhenyak. Tiba-tiba saja dia jadi tersadar. Dan....
"Hait...!"
Hampir saja ujung jari tangan kanan titisan Ratu Pantai Selatan itu mengenai dadanya, untung Sanjaya cepat-cepat meliukkan tubuhnya menghindar. Kini bergegas tubuhnya melenting dan berputaran beberapa kali ke belakang. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, mendadak saja....
Wusss...!
"Heh...?! Hup!"
Buru-buru Sanjaya melambung tinggi ke udara, ketika tiba-tiba saja dari arah belakang terasa hembusan angin yang begitu halus. Ternyata, salah seorang gadis berbaju merah melesat cepat hendak menerkamnya. Untung saja Sanjaya sudah lebih cepat menghindar dengan melesat ke udara. Maka, gadis berbaju merah itu hanya lewat sedikit di bawah telapak kaki pemuda dari Padepokan Bukit Rangkas itu.
"Hiyaaat...!"
Belum lagi Sanjaya bisa menjejakkan kakinya kembali ke tanah, satu orang gadis berbaju merah lagi sudah melompat cepat menerjangnya. Dan Sanjaya terpaksa harus berjumpalitan di udara, menghindari terjangan gadis cantik bertubuh indah yang mengenakan baju berwarna merah menyala itu.
Kali ini, Sanjaya benar-benar tidak dapat lagi berbuat lebih banyak. Tubuhnya terus berjumpalitan, sambil meliuk-liuk menghindari serangan-serangan yang dilakukan gadis-gadis cantik ini. Sedikit pun tak ada kesempatan bagi Sanjaya untuk bisa membalas menyerang Bahkan sama sekali tidak mempunyai kesempatan mencabut pedangnya yang tergantung di pinggang. Serangan-serangan yang dilancarkan sepuluh gadis cantik ini begitu cepat, dan dilakukan secara beruntun. Akibatnya, Sanjaya benar-benar kelabakan setengah mati menghindarinya.
"Hiyaaa...!"
"Hap,..!"
Sanjaya cepat-cepat menarik tubuhnya ke samping, ketika satu orang gadis penyerangnya memberi satu pukulan keras menggeledek ke arah dada. Tapi tanpa diduga sama sekali, mendadak saja dari arah belakang muncul seorang gadis cantik lain yang langsung melepaskan satu tendangan menggeledek. Begitu cepatnya tendangan itu, sehingga dia tidak dapat lagi menghindarinya. Padahal Sanjaya bisa menarik tubuhnya kembali tegak. Tapi...
Desss!
"Akh...!" Sanjaya terpekik keras agak tertahan.
Seketika itu juga, tubuhnya terjerembab mencium tanah. Pada saat yang bersamaan, satu orang gadis lagi sudah melompat sambil melepaskan satu pukulan ke arah pemuda yang masih tertelungkup di tanah itu.
"Ufs...!"
Sanjaya cepat-cepat menggelimpangkan tubuhnya ke samping. Sehingga, pukulan gadis itu tidak sampai mengenai sasaran. Dan pukulan itu hanya menghantam tanah kosong, hingga terbongkar mencintakan kepulan debu yang membumbung ke angkasa. Sanjaya sendiri sampai terperanjat, karena tanah jadi terguncang akibat pukulan gadis berbaju merah itu.
Tak bisa dibayangkan lagi, seandainya pukulan yang sangat keras itu menghantam tubuh pemuda ini. Jelas bisa hancur jadi debu seluruh tubuhnya. Sanjaya cepat-cepat melompat bangkit berdiri. Namun ketika kakinya baru saja menjejak tanah, satu serangan lain sudah datang begitu cepat luar biasa. Akibatnya, pemuda itu jadi terperangah, dengan kedua bola mata terbeliak lebar.
"Hait...!"
Sanjaya cepat-cepat memiringkan tubuhnya ke kanan. Maka pukulan yang dilepaskan gadis itu hanya lewat sedikit saja dari dadanya. Pada saat yang bersamaan, mendadak saja gadis berbaju biru yang tadi mengaku dirinya adalah Ratu Pantai Selatan sudah melenting tinggi-tinggi ke udara. Dan pada saat yang bersamaan, satu orang gadis lain berbaju merah sudah mengibaskan satu tendangan menyamping ke arah kaki Sanjaya.
Wukkk!
"Hup! Yeaaah...!"
Sanjaya cepat-cepat melenting ke udara. Namun mendadak saja matanya jadi terbeliak. Sama sekali tidak disangka kalau di udara, sudah menunggu Titisan Ratu Pantai Selatan. Dan ketika tangan kanan gadis cantik berbaju biru itu menjulur ke depan, Sanjaya tidak dapat lagi menghindarinya. Dan....
Tukkk!
"Aaah...."
Sanjaya hanya bisa mendesah lirih. Seketika itu juga tubuhnya jatuh terguling ke tanah. Dicobanya untuk bergerak bangkit, tapi jadi terperanjat setengah mati. Ternyata seluruh tubuhnya tidak lagi bisa digerakkan sedikit pun juga. Dan pada saat itu, Ratu Pantai Selatan sudah berdiri di sampingnya. Wanita cantik dengan bibir indah itu menyunggingkan senyum manis sekali.
"Bawa dia...!"
Tanpa menunggu perintah dua kali, salah seorang gadis berbaju merah segera menghampiri Sanjaya. Seperti mengangkat segumpal kapas saja, gadis itu memanggul Sanjaya di pundaknya. Tanpa ada seorang pun yang mengeluarkan suara, mereka bergegas berlompatan pergi meninggalkan pinggiran Desa Nelayan itu. Gerakan mereka begitu cepat dan ringan. Sehingga, dalam waktu sekejap mata saja sudah tidak terlihat lagi bayangan tubuh sebelas orang gadis cantik itu.
Keadaan di pinggiran Desa Nelayan itu jadi sunyi kembali. Tak ada lagi suara yang terdengar, kecuali debur ombak di pantai dan sapuan angin saja yang terdengar menyebarkan alunan irama alam yang menggetarkan jantung Dan malam pun tenis merayap semakin larut. Tak ada seorang pun bisa melihat peristiwa di pinggiran Desa Nelayan Pesisir Pantai Selatan ini tadi.***
![](https://img.wattpad.com/cover/212964043-288-k597201.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
69. Pendekar Rajawali Sakti : Titisan Ratu Pantai Selatan
AksiSerial ke 69. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.